Chereads / KURO / Chapter 4 - Hitam Putih

Chapter 4 - Hitam Putih

Sore hari yang cerah, semilir angin sepoi membelai dedaunan dan menggoyangnya lembut , diiringi lambaian daun daun kering yang saling berjatuhan gugur ke bumi.

di sebuah komplek kediaman mewah milik salah seorang Aristokrat berpengaruh di istana, dengan taman bunga beraneka warna tumbuh indah diantara bukit bukit kecil berada di dalam komplek. Pada sebuah bangunan gazebo menghadap ke arah kolam ikan di bagian tengah taman, sang aristokrat, sedang berdiri di samping gazebo, menatap ikan ikan koi yang berenang kesana kemari dalam jernihnya air kolam. Pikirannya kembali kepada beberapa waktu yang telah berlalu, ada berbagai kekhawatiran tersirat dari wajah tuanya yang tampak tenang dan berwibawa.

"Hari itu; Seorang aristokrat muda memakai setelan sutra lengkap dengan topi gat rajutan rambut ekor kuda, dihias tali manik manik menggantung hingga bawah leher, sedang memasuki gerbang sebuah komplek kediaman mewah dan luas. Setibanya pada sebuah bangunan paviliun besar yang terletak di bagian paling depan komplek, sang aristokrat muda disambut oleh seorang kepala pelayan yang juga memakai setelan sutra lengkap dengan topi gatnya. "Tuan menteri Gang Do Lee sudah menunggu anda tuan," Sambut kepala pelayan tadi pada sang aristokrat muda di hadapannya.

"Apa paman di dalam?" Tanya sang Aristokrat muda.

Sembari mengangguk, kepala pelayan kemudian melangkah menuju salah satu pintu dalam paviliun, diikuti oleh sang aristokrat muda di belakangnya. "Tuan menteri, tuan Han Duk sudah ada disini," Ucap kepala pelayan sambil berdiri di depan pintu, memberitahukan kedatangan pejabat Han Duk kepada tuannya yang ada di dalam ruangan.

Tanpa menunggu lama, terdengar suara sahutan dari dalam ruangan. "Suruh dia masuk!".

Segera setelah mendapat izin dari tuannya, kepala pelayan itu lantas membukakan pintu kayu berlapis kertas putih di hadapannya, untuk mempersilahkan pejabat Han Duk masuk ke dalam.

Di dalam ruangan, menteri Gang Do Lee sedang duduk di belakang meja kayu mewah berukir dengan beberapa buku bertumpuk di sisi kanan atas meja, sang menteri menatap ke arah pintu ruangan yang dibuka dari luar, tersenyum bahagia menyambut kedatangan sang keponakan. "Paman," Sapa pejabat Han Duk, kemudian duduk di hadapan menteri Gang Do Lee.

"Kau sudah datang," Balas menteri Gang Do Lee, tampak sekali ia sangat senang dengan kehadiran sang keponakan.

Hening sejenak, sebelum menteri Gang Do Lee mulai berbicara dengan sorot mata serius penuh wibawa. "Han Duk," Ucapnya, kemudian ruangan kembali hening. "Berbagai jalan sudah kita lalui, hingga bisa sampai pada titik ini". Menteri Gang Do Lee melanjutkan perkataannya dengan raut muka serius meminta jawaban.

"Seperti yang paman ketahui," Balas pejabat Han Duk Yang sudah sangat paham akan maksud pamannya.

"Satu persatu, orang orang yang berdiri di depan kita telah menghilang, juga mereka yang berada di belakang kita, satu persatu ikut menghilang. Kapal yang sekarang kita naiki sedang berlayar di antara karang karang besar dan kuat, kapan saja, karang karang itu bisa saja menghancurkan kapal dan semua yang telah kita capai. Berapa banyak harta sudah terbuang untuk bisa mencapai titik ini?. Bila dibandingkan dengan jumlah harta seluruh keluarga kita yang disatukan, jumlahnya tidak akan pernah bisa cukup. Aku yakin, kau sendiri tidak akan bisa dengan mudah melepaskan begitu saja semua yang telah kau capai". Menteri Gang Do Lee mengucapkan semua perkataannya dengan sorot mata penuh arti, di antara guratan guratan kekhawatiran tergambar jelas di wajah tuanya yang terlihat tenang dan berwibawa.

Menteri Gang Do Lee lalu bangkit, melangkah menuju sebuah jendela ruangan yang terbuka menghadap langsung ke arah taman kediamannya. Dari belakang, pejabat Han Duk menatap dalam diam menteri Gang Do Lee yang sedang berdiri di sisi jendela, dengan kibaran lembut tirainya diterpa hembusan angin sore. Cukup lama, menteri Gang Do Lee berdiri dalam diam menghadap taman, hingga pada akhirnya. "Sekarang sudah tiba saatnya kau untuk bergerak!" Perintah menteri Gang Do Lee kepada pejabat Han Duk, yang sangat mengisyaratkan penuh arti.

"Saya mengerti paman," Jawab pejabat Han Duk.

"Tuan menteri, ada seorang utusan datang untuk menemui anda, beliau sedang menunggu di paviliun utama". Suara tiba tiba seorang pelayan menyadarkan menteri Gang Do Lee, yang sibuk dengan pikirannya dan masih tetap berdiri di samping gazebo taman.

Menteri Gang Do Lee menoleh, ke arah pelayan yang berdiri di samping belakangnya dan bertanya. "Siapa?".

"Sepertinya beliau datang dari istana," Jawab pelayan sembari menunduk.

Tak lama kemudian, menteri Gang Do Lee melangkah ke arah paviliun utama kediaman diikuti pelayan tadi di belakangnya.

Hari semakin gelap, sang burung emas telah lama kembali ke peraduan, menyembunyikan sinar matanya agar tak lagi menyilaukan marcapada, di atas sana, kemilau gemintang berkedip genit memenuhi langit malam. Di tempat lain, . Seorang gadis cantik mengenakan gaun biru cerah oriental dengan pita panjang senada ,menghiasi rambut coklat panjangnya yang lurus jatuh tergerai sepinggang bak air terjun, sangat serasi dengan tubuh langsing serta kulitnya yang putih bersih, sedang mengawasi sebuah kediaman milik salah seorang bangsawan dari suatu tempat tinggi dan tersembunyi. Pandangan gadis cantik itu tidak pernah lepas dari arah depan kediaman tersebut, sorot matanya tajam dari bola mata yang kecoklatan, menyelidik pada beberapa orang yang lewat jalan sepi di depan kediaman sang bangsawan. Hingga beberapa lama, pandangannya tertuju pada seorang pria bangsawan yang sedang berjalan menuju gerbang kediaman bersama seorang pelayan mengikutinya di belakang. Mendadak, wajah gadis cantik yang semula tenang itu berubah menjadi gelisah.

"Kenapa dia kembali?! Apa mungkin dia batal pergi?!" Gumam gadis itu keheranan. "Bagaimana ini?!". Wajah gadis itu terlihat bingung dan tak tahu apa yang harus dilakukan, bersama pandangannya yang tetap tertuju pada pria bangsawan yang melangkah melewati gerbang kediaman tersebut. "Kakak masih ada di dalam!?".

Hampir bersamaan dengan itu; dari samping kediaman sang bangsawan yang sepi dengan sedikit penerangan, sesosok tubuh terlihat melompat keluar kediaman dengan melompati tembok pagar samping. Dengan sedikit berlari, sosok tersebut kemudian menjauh dari kediaman sang bangsawan, menuju ke tempat dimana gadis cantik itu tadi bersembunyi.

Ketika sosok tersebut melintas di dekat tempat dengan penerangan yang menyala, barulah sosok tersebut terlihat sedikit lebih jelas. Dia adalah seorang pemuda berkulit putih bersih, bermata hitam sehitam rambutnya, mengenakan baju lengan pendek abu abu cerah terbuka di bagian dada, dengan celana panjang komprang hitam di padu kain batik ungu tua terikat di Pinggang sepanjang lutut. Memakai sepatu kain setinggi mata kaki dengan bagian jari kaki terbuka, lengkap dengan ban kain putih melingkar di pergelangan tangan kanan, serta sebilah katana terselip di belakang pinggang.

setelah berada di dekat gadis tersebut, pemuda itu lantas memanggilnya dengan suara pelan. "Cempaka!".

Spontan, gadis cantik yang dipanggil Cempaka itu menoleh ke arah datangnya suara yang memanggilnya, disertai raut muka yang perlahan terlihat kembali tenang. "Untung saja kakak cepat keluar, Baru saja pejabat Ming Keum kembali dan sudah masuk ke dalam!". Cempaka merasa lega, melihat Lin sang kakak, telah keluar kediaman pejabat Ming Keum tanpa ketahuan . "Apa kakak menemukan catatan yang kita cari?". Ia meLanjutkan pertanyaannya setelah Lin berdiri di sampingnya, sembari kembali mengalihkan pandangannya ke arah kediaman pejabat Ming Keum.

Lin menggeleng. "Belum". Kemudian, ia menceritakan kejadian di dalam kediaman pejabat Ming Keum sewaktu menyelinap masuk ke dalam. "Ada satu ruangan akan kakak periksa, sebelum terdengar suara seorang pelayan memberi tahu pada pelayan lain, kalau tuannya kembali pulang. Aku harus cepat keluar, kalau tidak ketahuan".

"Sekarang kita bagaimana?". Cempaka kembali bertanya.

"Kita tidak bisa masuk keruangan itu selagi pejabat Ming Keum berada di rumah. Kita tunggu sebentar lagi, siapa tahu kita dapat sesuatu. Bukan tidak mungkin, pejabat Ming Keum kembali karena ada suatu sebab".

"Huh... Paman Mori sungguh keterlaluan, seenaknya saja menyuruh kita melakukan hal seperti ini?!" Gerutu Cempaka jengkel.

"Siapa suruh mau?!" Sahut Lin datar.

Mendengar ucapan sang kakak, spontan, Cempaka mengerutkan dahi, lantas menghadap ke arah Lin, mengepalkan tangan kanannya di depan wajah sang kakak. "Diamlah!" Hardik Lin, menahan senyum dan menurunkan kepalan tangan Cempaka dari depan wajahnya.

"Dasar Lin tah". Cempaka mengolok dengan menambah kata pada nama kakaknya, jengkel karena merasa disalahkan, .

Mereka Pun memutuskan untuk tetap mengawasi kediaman pejabat Ming Keum, sambil mengamati situasi yang terjadi di dalam kediaman itu, dengan diselingi pertengkaran pertengkaran kecil di antara keduanya. Setelah menunggu beberapa lama, pejabat Ming Keum tak juga kembali keluar kediaman, serta situasi di dalam kediaman itu tetap tak berubah. "Kak, apa kita mau terus disini sampai pagi?!" Celetuk Cempaka mulai bosan. "Apa tidak sebaiknya kita pulang dulu istirahat sambil menyusun langkah?!".

Lin terdiam sejenak, ia memikirkan saran dari adiknya tersebut. "Kau benar, kita tidak bisa memaksa untuk tetap menunggu". Lin setuju. "Lagi pula hari sudah larut, sepertinya tidak ada alasan bagi pejabat Ming Keum untuk kembali Keluar rumah".

Akhirnya, keduanya beranjak meninggalkan tempat gelap dalam bangunan tak berpenghuni yang menjadi tempat dimana keduanya mengawasi kediaman pejabat Ming Keum. Namun, sebelum keduanya jauh melangkah meninggalkan tempat persembunyian mereka, tiba tiba!

Trieeet! Pintu gerbang rumah pejabat Ming Keum terbuka. Menyusul kemudian, dua orang pria terlihat melangkah keluar gerbang.

"Kak!?" Seru Cempaka, menghadap ke arah perginya pejabat Ming Keum bersama pelayannya.

"Cempaka kau coba ikuti mereka! siapa tahu kita dapat sesuatu. Aku akan coba masuk lagi ke dalam," Tandas Lin, sebelum berlari ke arah kediaman pejabat Ming Keum.

Cempaka mengangguk, kemudian berlalu ke arah perginya pejabat Ming Keum bersama pelayannya.