Serombongan kecil terlihat tengah melintas mengiring sebuah joli tertutup yang cukup mewah, pada sebuah jalan sepi di antara tepian hutan. Empat orang berseragam merah lengkap dengan pedang berjalan sejajar paling depan dan belakang, empat orang laki laki sebagai pengusung joli, seorang perempuan paruh baya mengenakan gaun jingga khas oriental berjalan di samping joli, dan dua gadis memakai gaun kuning yang juga khas oriental berjalan di depan tiga orang laki laki yang masing masing membawa tas besar di punggungnya berada di belakang joli. Sedangkan joli itu sendiri cukup mewah dan mengkilap, dihiasi rumbai warna warni yang menggantung pada tiap sisi atap, lengkap dengan jendela dan tirai di dalamnya, sebuah joli yang menandakan bahwa pemiliknya adalah seorang bangsawan, atau keluarga Kerajaan yang sedang melakukan perjalanan.
Sementara, rombongan tadi terus bergerak pelan menyusuri jalan di tepian hutan yang sepi dan lengang, hanya kicauan burung di sekitar hutan yang terdengar bersahutan, dari arah depan rombongan itu berjalan, ada tiga pasang mata mengawasi perjalanan mereka dari Balik rimbunnya pepohonan, mengintai dan menunggu rombongan tersebut untuk segera melintas di depannya.
Tiba tiba! Sebuah belati melesat dari rerimbunan pohon ke arah rombongan tadi dengan percikkan api di belakangnya. Dan
Blar! terjadi sebuah ledakan disertai kilatan cahaya dan kepulan asap tepat di depan joli, disusul empat sosok tubuh terpental, bersamaan dengan joli yang terhempas ke tanah dan terguling.
Seketika itu juga, terjadi kepanikan di antara para pengiring yang berjalan di belakang joli. Tanpa menunggu perintah, dua pengawal yang berjalan paling belakang berlari ke depan sambil menghunus pedang, menggantikan peran kedua rekannya yang kini tergeletak tak berdaya karena ledakan belati ledak, sebuah belati kecil yang berisi peledak pada gagangnya.
"Gusti ayu...! Gusti ayu...! Gusti ayu...!" Teriak kepanikan para pengiring mengkhawatirkan keselamatan junjungannya, sembari berusaha mengeluarkan sang junjungan dari dalam joli yang terguling, setelah sebelumnya melemparkan barang bawaan mereka masing masing. Mereka sama sekali tak mempedulikan pada keadaan yang tengah terjadi, apakah dirinya sendiri terluka, ataupun keselamatan nyawa sendiri yang terancam, yang mereka utamakan hanyalah keselamatan sang junjungan. Tak berselang lama, mereka berhasil mengeluarkan seorang wanita paruh baya berkebaya biru muda dengan jarik batik keris coklat tua, lengkap dengan selendang dan tusuk konde emas di sanggul kecilnya. Wajah wanita bangsawan itu terlihat sangat panik dan ketakutan, pelipis kirinya memar sedikit mengeluarkan darah, rambut serta pakaian yang dikenakan juga cukup berantakan.
Bersamaan dengan kepanikan yang terjadi di dalam rombongan, melesat tiga sosok hitam turun dari atas rerimbunan pohon, mendarat dan berdiri beberapa langkah di depan dua pengawal rombongan yang sudah bersiaga dengan pedang terhunus di tangan. Mereka adalah seorang pria bertubuh gempal memakai kaos putih garis garis merah, berlapis baju hitam lengan panjang terbuka di bagian depan dengan celana komprang hitam tiga perempat, memakai slayer batik di kepala serta memanggul golok besar setinggi dada. Dua orang lagi bertubuh tanggung, memakai celana dan kaos serupa tanpa baju hitam terbuka, menggenggam sebilah pedang di masing masing tangannya. Ketiga orang berwajah suram itu, berdiri tersenyum mengejek ke arah dua pengawal berseragam merah di depannya.
"Serahkan barang barang berharga kalian, maka kalian bisa lanjutkan perjalanan!" Perintah salah seorang pria bertubuh tanggung, dengan ekspresi wajah aneh dan senyum yang tak kalah aneh, diikuti isyarat gerakan telapak tangan naik turun dari pria bertubuh gempal di sampingnya, sebagai isyarat perintah agar para pengawal itu meletakkan senjata.
Melihat gelagat yang sudah tidak baik sejak dari awal, salah satu pengawal rombongan langsung menyerang ketiga perampok tersebut tanpa menggubris omongannya, untuk menjauhkan perampok perampok itu dari sang junjungan.
"Bawa Gusti ayu pergi dari sini sejauh mungkin! Nanti kita menyusul," Perintah pengawal lainnya kepada wanita paruh baya bergaun jingga oriental, sebelum ia menyusul rekannya yang telah terlebih dahulu menyerang ketiga perampok tersebut. Dan pertarungan pun dimulai.
Ting... Ting Ting Ting...! suara senjata senjata tajam yang saling beradu dalam pertarungan. Dengan segera, para pengiring rombongan membawa junjungannya pergi menjauh dari tempat itu sembari mengambil kembali barang bawaannya masing masing, sementara tiga perampok tadi dibuat sibuk oleh kedua pengawal mereka.
Dalam pertarungan antara pengawal dengan ketiga perampok berbaju hitam, salah seorang pengawal yang melawan dua perampok bertubuh tanggung, mampu membuat salah satu lawannya seketika terkapar, serta seorang lainnya kewalahan menghadapi keahlian teknik teknik gerakan pedangnya, juga gerakan tubuhnya yang lincah dan gesit. Beberapa kali teknik pedangnya mengenai dan melukai tubuh lawannya, serta dalam sekali waktu, pukulan dan tendangannya mampu membuat perampok bertubuh tanggung itu terjatuh dan tersungkur. Berbeda dengan sesama rekan pengawalnya yang kewalahan menahan serangan golok besar dan panjang perampok bertubuh gempal, dia hanya bisa menghindar dan berkelit, sembari sesekali menahan sabetan golok besar itu dengan pedangnya. Beberapa kali, pengawal itu juga mencoba menyerang dengan teknik teknik keahlian pedangnya, namun, serangan serangannya selalu tertahan dan terpatahkan oleh golok besar perampok bertubuh gempal dengan tenaganya yang lumayan besar. Hingga pada akhirnya, pedangnya terlepas dan terpental dari genggamannya, karena tak kuasa menahan sabetan dan ayunan golok besar perampok bertubuh gempal yang membabi buta. Sejurus kemudian, sebuah tendangan keras dari perampok bertubuh gempal menghantam dadanya, membuat pengawal itu terpental dan terhempas keras ke tanah, kemudian terkapar tak berdaya.
Setelah menunggu beberapa saat, namun lawannya tidak juga kunjung bangkit, perampok bertubuh gempal melihat ke arah temannya yang kesulitan menghadapi lawan. Tanpa pikir panjang, si perampok bertubuh gempal berlari ke arah pengawal yang dihadapi temannya, mengayunkan golok besarnya ke arah kepala si pengawal. Dan.
Tang...! Ayunan golok besar itu terhenti tepat di atas kepala si pengawal, tertahan oleh pedangnya yang ditopang menggunakan kedua tangan dengan mengerahkan semua sisa tenaga yang sudah terkuras dalam pertarungan melawan si perampok bertubuh tanggung. Tidak berhenti sampai disitu, melihat sebuah celah untuk menyerang Balik, si perampok bertubuh tanggung menghujamkan ujung pedangnya tepat ke arah dada si pengawal untuk menusuknya. Namun
Sebuah batu sebesar genggaman tangan melesat dari dalam rerimbunan pohon, keras menghantam tepat mengenai pelipis si perampok bertubuh tanggung, membuatnya terpelanting dengan tubuh terhempas ke tanah, tergeletak dan terkapar seketika itu juga, dengan darah segar mengalir dari pelipisnya sebelum ujung pedangnya menembus dada si pengawal. Disusul, sebuah sosok Puti melesat cepat menghantam tubuh si perampok bertubuh gempal dengan sangat keras.
Brak...! Tubuh si perampok bertubuh gempal terpental jauh hingga menghantam pohon besar yang ada di seberang jalan.
"Kau tidak apa apa, pak?" Tanya sosok putih tersebut yang ternyata adalah Kuro, bertanya kepada si pengawal yang terengah engah setelah menahan serangan golok besar si perampok bertubuh gempal.
Pengawal itu hanya bisa mengangguk memberitahukan kondisinya. Setelah mengatur napas sejenak, barulah dia hendak mengatakan sesuatu, namun, belum lagi pengawal itu mengucapkan kata katanya.
"Hyaaa!". Si perampok bertubuh gempal sudah melompat ke arah mereka, mengayunkan golok besarnya hingga tubuhnya melengkung ke belakang.
Brak...! Secara bersamaan, Kuro serta pengawal itu spontan melompat beberapa langkah ke belakang, sebelum ayunan golok besar itu mengenai mereka. Alhasil, ayunan golok besar itu hanya menghujam keras tanah, membuat bekas lubang memanjang disertai kerikil dan debu yang bertebaran, tanpa melukai mereka sedikitpun.
Sembari mengangkat kembali golok besarnya, Si perampok bertubuh gempal mengumpat dan menatap tajam ke arah Kuro dengan sorot mata serta raut muka penuh amarah dan kebencian. "Bocah?!". Sekilas, dia juga menatap tubuh temannya yang terkapar di atas tanah.
"Mukanya biasa sajalah, jangan begitu! Mukamu jadi tambah jelek kalau begitu". Kuro menyeringai kocak. "Kenapa kau tak berhenti?! Lihat keadaan dirimu dan keadaan sekitarmu!". Melihat tubuh si perampok yang sudah babak belur, Kuro lanjut berkata untuk menghentikan pertarungan. "Kenapa kau juga tak peduli, dengan keadaan temanmu itu? Bukankah dia itu temanmu, apa kau tak ingin mencoba untuk menyelamatkanya?" Lanjutnya, menatap tubuh perampok bertubuh tanggung yang terkapar di atas tanah.
"Cuiiih... Kau tahu apa bocah? Apa, teman...!? Kau tahu apa itu teman, bocah...?" Teriak perampok bertubuh gempal sembari membuang ludah. "Lagi pula siapa kau, bocah...!? Ha ha ha ...!! Teman...!? Kau benar, teman itu hanya ada karena ada yang dibutuhkan, jika tidak ada yang dibutuhkan darimu, apa kau bisa punya teman, ha...? Kau belum mengerti banyak tentang kehidupan yang busuk ini bocah... Jangan sok menasehati. Jika aku yang seperti itu, apa dia peduli padaku, ha...? Lagi pula, dia jadi seperti itu, juga Karena kau yang tiba tiba ikut campur, bocah!". Dengan penuh amarah, si perampok bertubuh gempal melanjutkan kata katanya untuk mencari pembenaran pada apa yang dilakukan.
"Dia jadi seperti itu, karena kalian sendiri yang mulai," Balas Kuro enteng.
Kata kata Kuro benar benar membuat amarah si perampok bertubuh gempal semakin memuncak, mukanya menjadi merah padam karena luapan emosi. Tanpa menunggu lama, dia langsung menyerang Kuro secara membabi buta, untuk melampiaskan emosinya. Spontan, Kuro refleks menghindari terjangan si perampok bertubuh gempal yang secara tiba tiba sudah menyerang.
Dengan lincah, Kuro berlompatan kesana kemari menghindari sabetan demi sabetan golok besar yang membabi buta menyerangnya. "Tenaga anak itu kuat sekali?!" Gumam si pengawal kagum, berdiri mengumpulkan tenaga dengan pedang tetap terhunus, sementara perhatiannya tak lepas tertuju pada Kuro yang terus berlompatan menghindari serangan demi serangan si perampok bertubuh gempal. "Jika tidak ada anak itu, aku tak tahu lagi apa yang akan terjadi?!". Ia kembali bergumam, berpaling ke arah junjungannya serta para pengiring lain yang berhenti tak terlalu jauh dari tempat itu. Kemudian kembali melihat ke arah Kuro, yang sedang menghindari sabetan golok besar si perampok bertubuh gempal, dengan melengkungkan badan ke belakang sambil memutar tubuh. Dan
"Ku...!" Teriak Kuro, bersamaan Dengan tendangan berputarnya dari bawah ke atas menghantam tepat perut si perampok bertubuh gempal. Tubuh perampok itu terpental beberapa tombak ke udara dengan tubuh melengkung ke depan. Secepat kilat, Kuro melesat ke arah tempat jatuhnya tubuh si perampok.
"Ro...!" Kuro kembali berteriak, ketika pukulan berputarnya menghantam punggung si perampok bertubuh gempal, sebelum menyentuh tanah. Lagi lagi, tubuh perampok itu kembali terpental ke udara dengan tubuh melengkung ke belakang. Kemudian, Kuro melesat ke depan lalu melompat ke atas.
"Triden!" Teriak Kuro, bersamaan dengan tendangan berputarnya dari atas ke bawah menghantam dada si perampok bertubuh gempal, dengan sangat keras.
Brak...! Tubuh si perampok bertubuh gempal jatuh terhempas keras menghantam tanah, terkapar tak berdaya seketika itu juga, dengan kerikil dan debu yang berhamburan di sekitarnya.
Kuro turun mendarat tepat di samping tubuh si perampok bertubuh gempal yang tergeletak di atas tanah. mengamati dengan seksama sambil menendang nendang kecil tubuh tak berdaya itu untuk memastikan kondisinya.
"Apa dia mati?" Tanya pengawal yang tiba tiba sudah berdiri di samping Kuro.
"Belum, tak tahu kalau dia?!". Kuro menoleh dan menunjuk dengan dagu, ke arah tubuh salah satu perampok bertubuh tanggung yang tergeletak di atas tanah, dengan sebuah golok besar setinggi dada tertancap di sela antara pahanya.
"Terima kasih banyak nak, jika kau tak datang, saat ini aku pasti sudah jadi mayat".
"Sama sama pak, bukankah sudah sewajarnya untuk selalu membantu sesama".
"Oh ya, aku Wong So, beritahu namamu nak, agar aku tahu siapa nama penolongku". Dengan tulus dan penuh rasa terima kasih, pengawal Wong lantas memperkenalkan diri.
"Namaku Kuro pak... Aku hanya kebetulan lewat disini, pak Wong jangan terlalu berlebihan memikirkannya!" Balas Kuro. "Kita apakan mereka pak?" Lanjutnya, menunjuk tubuh si perampok yang tergeletak di bawahnya.
"Kau urus mereka! Aku lihat dulu yang lain," Tandas pengawal Wong, lantas menepuk nepuk pundak Kuro sebelum berlalu.
Tak lama setelah pengawal Wong berlalu, Kuro membalik tubuh perampok bertubuh gempal hingga tertelungkup. Dilanjutkan dengan membuat kombinasi gerakan pembuka menggunakan kedua tangan di depan dada, sebelum telapak tangan kanannya di hentakan ke punggung si perampok, mengakibatkan tubuh perampok itu mengejang beberapa saat, sebelum tubuh itu kembali lemas. Kuro juga melakukan hal yang sama pada kedua tubuh perampok bertubuh tanggung. Dan semua yang dilakukan Kuro pada tubuh para perampok perampok itu, tak luput dari pandangan pengawal Wong yang sengaja berhenti memindahkan rekan rekannya ke tepi jalan. "Kuro, apa yang kau lakukan?" Tanya pengawal Wong penasaran, sedikit berteriak karena jarak yang agak jauh.
"Tidak apa apa pak Wong, cuma memberi hadiah perpisahan". Kuro menjawab juga dengan sedikit berteriak.
Mendengar jawaban Kuro yang penuh teka teki, pengawal Wong kembali meneruskan memindahkan tubuh rekan rekannya dengan raut muka masih penasaran dan penuh tanda tanya. Sementara itu, dari kejauhan, rombongan junjungannya terlihat sedang berjalan kembali menuju ke tempat itu . UU