Bagian 1
Mereka tiba di desa sore hari, saat matahari terbenam. Sore itu, terlihat beberapa orang baru saja tiba di rumah mereka setelah seharian bekerja. Beberapa orang memasukkan hewan ternak mereka. Ada juga yang mulai memanggil anak mereka untuk pulang dan masuk rumah, mengingat hari sudah petang.
"Akhirnya kita sampai juga." Kata Louis. "Aku tak sabar ingin segera membersihkan diri dan berbaring di kasur kesayanganku hingga terlelap tidur." Lanjutnya.
"Aku juga tak sabar ingin menceritakan pengalamanku kepada ayah, ibu, dan adikku! Aku juga sempat membeli oleh-oleh untuk mereka." Kata Darius.
Mereka berdua terlihat sangat lega setelah sampai ke kampung halaman mereka. Namun, berbeda dengan Griselda. Ia memperhatikan sekeliling desa, melihat sekelilingnya, serta orang-orang yang lalu-lalang di sana, dan merasakan suasana di desa itu, seketika membuatnya tiba-tiba ia pusing.
"Apa kau baik-baik saja, Griselda?" Tanya Louis yang terlihat cemas.
"Aku baik-baik sa…" Saat Griselda pingsan sebelum selesai menjawabnya. Louis dan Darius pun bingung, karena sebelumnya Griselda tampak baik-baik saja namun tiba-tiba menjadi pusing hingga tak sadarkan diri sejak mereka sampai di desa. Mereka pun langsung menuju ke kediaman kepala desa untuk meminta bantuan.
Setelah menceritakan keadaannya, untuk sementara Griselda akan dirawat di kediaman kepala desa. "Kalian pulanglah dan isirahah. Kami akan menjaga nona Griselda hingga kondisinya membaik." Ujar kepala desa.
"Terima kasih tuan Neils. Kami percayakan nona Griselda padamu." Kata Louis.
"Jangan khawatir. Besok pasti dia akan membicarakan kalian dengan kondisi yang lebih baik." Lanjut kepala desa. Mereka berdua pun akhirnya berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing.
Louis pun melangkah pulang ke rumahnya. Di tengah perjalanan, seseorang memanggil namanya sambil menunjuk tangan. Louis! Masalahnya adalah Alice yang sedang membersihkan halamannya. "Oh, Alice!" Jawab Louis. "Akhirnya kamu kembali, aku selalu memikirkanmu selama kamu pergi." Kata Alice. "Iya, kami baru saja pulang. Darius juga baru saja pulang ke rumahnya. Ini aku membawa sesuatu milikmu." Lanjut Louis sambil memberikan batu permata yang ia beli di ibukota kepada Alice.
Alice pun sangat senang dengan pemberian dari Louis. "Waah, bagus sekali! Aku belum pernah melihat benda seperti ini sebelumnya." Katanya terkagum-kagum. Setelah cukup lama berbincang-bincang, mereka pun pulang ke rumah masing-masing.
Malam itu di rumah kepala desa, kepala desa dan istrinya merawat Griselda yang terbaring di kamar. Istri kepala desa perlahan melepas pakaian luar yang dikenakan Griselda, agar tubuhnya lebih nyaman. Beberapa saat kemudian tabib yang dipesan kepala desa datang. Tabib itu memeriksa sekilas keadaan Griselda, lalu meracik obat dan memberikan beberapa minuman herbal. Istri kepala desa, Madiun, menyuapkan obat dan minuman herbal sedikit demi sedikit. Setelah selesai, mereka meninggalkan kamar Griselda. Sebelum keluar, kepala desa menatap wajah Griselda selama beberapa saat, sebelum kemudian menutup pintu dan kembali ke dalam ruangan.
Malam itu, Louis makan malam bersama ibunya. Meski hanya pergi tiga hari, namun seperti tiga bulan. Louis juga menceritakan ketika ia menyelamatkan Charlotte di hutan dan mengantarnya pulang. Bahkan ia bertemu dengan Raja. Ibunya sangat kagum dan bangga mendengarnya. "Seandainya ayahmu tau, pasti dia akan sangat bangga." Kata ibu. Louis pun tersenyum.
Sedangkan Darius, ia menceritakan pengalamannya di ibukota, bertemu Raja, dan menginap di istana. Keluarganya tampak antusias mendengar cerita Darius. Tak lupa ia juga memberikan oleh-oleh yang ia dapat dari ibukota. Mereka sangat senang dengan oleh-oleh yang dibawa Darius.
Keesokan harinya, ketika sinar matahari memasuki kamar melalui ventilasi, Griselda membuka matanya. Ia mendapati dirinya berada di sebuah kamar sederhana namun bersih, dan terdapat sisa makanan di sebuah meja yang luas. Seraya ia membatin, "dimana aku?" tak lama kemudian istri kepala desa datang ke dalam ruangan. "Rupanya kau sudah sadar, Nona." Katanya. Griselda pun bertanya apa yang terjadi. Istri kepala desa menjelaskan kalau kemarin petang Griselda pingsan, dan dibawa kemari. Sedangkan Louis dan Darius pulang ke rumah masing-masing.
"Jadi aku tak sadarkan diri, lalu mereka membawaku kemari. Sekarang, dimana mereka?" kata Griselda. "Mereka masih di rumah, nanti mereka juga akan datang." Jawab istri kepala desa sambil tersenyum.
Tak lama kemudian, kepala desa datang. "Bagaimana kondisimu, Nona?" katanya. Griselda tiba-tiba pusing ketika melihat kepala desa. "Tenangkan pikiranmu nona. Kau tak perlu berbicara jika itu membuatmu pusing." Kata kepala desa. Griselda pun menjawab, "Saya baik-baik saja, Tuan. Terima kasih sudah merawatku."
"Tak masalah nona, sudah menjadi tugas kami melayani orang-orang yang berada di desa ini." Lanjut kepala desa.
Griselda tersenyum dan mulai bangkit dari tempat tidurnya, kemudian mengenakan pakaiannya. Ia pun memperkenalkan dirinya. "Nama saya Griselda Bronze, saya adalah kesatria kerajaan Lumania yang ditugaskan untuk menjaga keamanan desa ini. Saya kemari bersama dengan Louis dan Darius kemarin sore." Ia kemudian memberikan sepucuk surat dari kerajaan kepada kepala desa.
Bagian 2
Setelah membaca surat itu, kepala desa mengajak Griselda untuk sarapan pagi. Mereka bertiga menikmati sarapan sambil berbincang-bingang. Dalam perbincangan itu, Griselda menanyakan sesuatu kepada kepala desa.
"Tuan Neils, saya ingin menanyakan sesuatu."
"Tidak masalah, katakan saja." Ujar kepala desa.
Griselda pun mulai bertanya-tanya. "Apa kita pernah bertemu?"
Kepala desa sesaat sebelum kemudian menyyahutnya. "Entahlah nona, aku juga tidak tahu. Mungkin kamu pernah singgah di sini ketika masih kecil." Jawab kepala desa sambil tersenyum. "Atau mungkin kita memang pernah bertemu di suatu tempat." Lanjutnya.
Griselda pun sedikit merasa lega mendengar jawaban dari kepala desa. Setelah itu, kepala desa mengajak Griselda ke sebuah rumah. Rumah tampak masih kokoh dan bersih, serta perabotan di dalamnya juga lengkap. "Kau bisa tinggal di sini, Nona." Kata kepala desa sambil melihat Griselda. Griselda pun mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih tuan, bantuan anda sangat berarti bagi saya." Kata Griselda. Setelah itu kepala desa pun pulang.
Griselda memasuki rumah itu, meletakkan barang-barangnya. Ia pun hendak membersihkan diri, mengingat hampir dua hari ia tak mandi. Ia menuju kamar, mengikat rambutnya dan melepaskan pakaiannya satu persatu, hingga menyisakan sehelai kain yang hanya menutupi dada dan celana yang sangat pendek. Terlihat lengannya yang keras dan perutnya yang sedikit berotot. Ia kemudian menuju kamar mandi, melepas sisa kain yang masih menempel di tubuhnya. Kemudian ia mulai membersihkan tubuhnya yang lengket karena keringat dan penuh kotoran. Setelah selesai, ia berendam di bak yang berisi air hangat dengan wajah penuh kepuasan.
Sementara itu Louis menemui Darius di rumahnya, dan mengajaknya menjenguk Griselda di kediaman kepala desa. "Kuharap dia baik-baik saja." Kata Louis. "Tenang saja, ia pasti baik-baik saja, dia kan kesatria hebat." Darius meyakinkan Louis kalau Griselda pasti baik-baik saja.
Sesampainya di kediaman kepala desa, mereka mengetuk pintu dan memberi salam. Istri kepala desa pun membukakan pintu dan menyambut mereka. Ia juga memberitahu mereka kalau Griselda baik-baik saja, dan sekarang ia berada di kediamannya di ujung timur desa. Mendengar itu, mereka berdua pun menuju kediaman Griselda.
Sesampainya di rumah Griselda, mereka mengetuk pintu. Griselda yang mendengarkan pun menyuruh mereka masuk saja. "Baiklah, kami akan masuk." Sahut Louis. Mereka pun masuk dan menunggu di ruang tamu.
"Jadi ini rumah baru nona Griselda." Gumam Louis. "Wah, bersih sekali tempat ini." Ujar Darius terkagum melihat bagian dalam rumah itu. Dindingnya berwarna putih dan diplester hingga halus. Terdapat juga meja dan perabotan lain yang terbuat dari kayu yang masih awet dan dilapisi cat coklat tua hingga terlihat mengkilap. Terdapat beberapa lukisan kuno yang tertempel di dinding. Ada juga tirai di setiap jendela. Ketika Louis sedang melihat-lihat, Griselda keluar dari kamar mandi. "Oh, ternyata kalian. Duduklah, aku akan membuatkan teh." Kata Griselda yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi pinggang dan paha diatasnya sambil membawa segumpal pakaian yang kotor.
"Oh, selamat pagi nona Sil…" Belum sempat melanjutkan kata-katanya, Louis terkejut bukan main setelah melihat Griselda yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil yang hanya menutupi pinggang dan pahanya, sehingga terlihat sekujur tubuh bagian atas Griselda dengan sangat jelas dari dekat. Louis pun mengalihkan pandangannya ke langit-langit.
"Eh… emm… anu…. maaf aku tak sengaja melihatmu! Aku tunggu di ruang tamu ya… ehe." kata Louis dengan wajah grogi dan panik. Kemudian ia cepat-cepat kembali ke ruang tamu. Griselda pun melihat tingkah Louis dengan wajah keheranan, "ada apa dengan anak itu? Apa aku terlihat aneh?" gumam Griselda. Namun ia tidak ambil pusing dan menuju ke dalam ruangan untuk mengenakan pakaian.
Darius yang melihat Louis cepat-cepat duduk di ruang tamu pun keheranan. "Ada apa denganmu Louis?" Tanya Darius. "Emm, tak ada. Aku hanya berpikir jika kita berkunjung ke rumah orang, seharusnya kita cukup duduk di ruang tamu. Jangan sembarangan berkeliaran di rumah orang ya… ehe," sahut Louis. Darius pun heran dengan tingkah Louis tapi dia tidak begitu yakin. Louis benar-benar tak percaya apa yang baru saja ia saksikan. Ia baru saja melihat sekujur tubuh seorang wanita yang ia kagumi selain pinggang dan pahanya dengan sangat jelas dari jarak yang dekat. Ditambah lagi ia sempat mencium aroma mirip bawang merah yang diiris dari pakaian kotor Griselda yang tadi dibawanya. Pikirannya pun menjadi kacau.
Beberapa saat kemudian, Griselda datang dengan pakaian ala gadis rumahan sambil membawa tiga cangkir teh dengan sebuah nampan, kemudian menyuguhkannya kepada mereka berdua. "Silakan diminum." Louis kaget ketika Griselda datang. "E… terima kasih…" kata Louis dengan senyuman penuh grogi bercampur panik. "Bagaimana kondisimu nona Griselda?" tanya Darius. "Aku baik-baik saja, kalian tidak perlu cemas. Kemarin aku hanya sedikit pusing dan mual. Selain itu pak kepala desa dan istrinya juga telah merawatku. Mereka sungguh-sungguh orang yang baik." Kata Griselda. "Oh, terima kasihlah. Emm… nona Griselda, bolehkah aku meminjam kamar mandi?" Tanya Darius. Griselda pun mengangguk. "Tentu saja, kau berjalanlah ke lorong itu, pintu kedua di kiri." Kata Griselda. "Baik, terima kasih." Kata Darius sambil memindahkannya ke kamar mandi sehingga hanya menyisakan Louis dan Griselda di ruang tamu. Louis tampak canggung dengan suasana itu.
"Ada apa Louis, kau terlihat anah hari ini." Tanya Griselda dengan raut wajah keheranan.
Louis? Louis pun kaget ketika Griselda membuka pembicaraan di dekatnya. "Emm… emm…. Jadi begini..." kata Louis. Louis pun teringat sejenak, membuat Griselda kebingunan dengan tingkahnya. Tiba-tiba Louis mengangkat wajahnya. "Eee…. Aku minta maaf untuk yang tadi! Aku benar-benar tidak sengaja melihatmu!" lanjut Louis sambil membungkuk dan memejamkan mata.
"Hah? Apa yang kau bicarakan?" tanya Griselda dengan ekspresi bingung.
"Emm… itu… ketika kau keluar dari kamar mandi tanpa berpakaian. Aku tidak sengaja melihatmu…. Aku benar-benar minta maaf.." kata Louis dengan ekspresi bersalah.
Griselda pun berpikir sejenak. "Oh, itu." Katanya. Louis mengangguk. "Tidak masalah." Lanjut Griselda sambil tersenyum.
Louis mengangkat wajahnya dengan penuh keheranan. "Sungguh? Ta… tapi aku telah melihatmu tanpa busana. Apa kau tidak marah?" katanya.
Griselda hanya tersenyum. "Sebenarnya aku tidak masalah jika orang melihat sekujur tubuhku, mau ia laki-laki atau perempuan, selama tidak di tempat umum." Katanya. "Kalau di tempat umum, barulah aku akan malu. Dan itupun tidak hanya soal pakaian. Aku pun akan marah jika orang mempermalukanku di tempat umum!" jelas Griselda.
"Tapi bagaimana pun kau itu perempuan! Kau harus menjaga tubuh dan kemaluanmu agar tidak dilihat orang lain, terutama laki-laki! Ingat, pandangan laki-laki itu pembohong dan pikiran mereka cabul! Mereka akan berfantasi tentangmu setelah melihatmu! Apalagi jika kau dalam kondisi tak bisa melawan, kau akan di-(sensor)!" tegas Louis pada Griselda.
"Iya-iya baiklah, aku akan menjaga diri." Kata Griselda sambil menaik-turunkan kedua telapak tangan ke depan sambil tersenyum sinis.
"Meski ia kesatria hebat gadis rupanya ia tetaplah yang polos. Baiklah, sebagai pria sejati aku akan menjaganya!" gumam Louis dengan penuh kepercayaan diri, membuat Griselda sekali lagi keheranan melihat ekspresi yang tiba-tiba tersenyum-senyum sendiri. "Ada apa sebenarnya dengan bocah ini? Huh, mungkin efek pubertas." gumam Griselda sambil menyeruput tehnya.
Bagian 3
Pagi itu, cahaya matahari pagi yang lembut menembus dedaunan hutan yang lebat, menciptakan permainan bayangan yang menari-nari di tanah. Louis dan Darius, dengan semangat membara dan persiapan yang matang, memasuki hutan untuk mencari monster yang akan mereka buru. Sejak dilatih oleh Griselda, salah satu kesatria terbaik kerajaan yang kini ditugaskan untuk menjaga keamanan di desa Gatewood, kemampuan mereka meningkat dengan pesat. Mereka kini mampu berburu monster yang lebih kuat, dan bahan yang diperoleh dari monster-monster tersebut lebih baik dan mahal.
Louis, dengan pedangnya yang terhunus dan siap digunakan, melangkah dengan hati-hati di depan. Darius, dengan busur panahnya yang sudah terpasang, berjalan di belakangnya. Mereka berdua bergerak dengan keahlian dan kehati-hatian yang telah diajarkan oleh Griselda. Setiap gerakan mereka penuh perhitungan, menunjukkan kedisiplinan dan pengalaman yang mereka peroleh dari latihan keras.
"Kita harus berhati-hati. Di area ini, konon ada serigala berapi yang sangat kuat," bisik Louis, matanya waspada mengawasi sekeliling.
Mereka terus bergerak lebih jauh ke dalam hutan, mencari tanda-tanda kehadiran monster. Setelah beberapa saat, mereka menemukan jejak kaki besar yang tampak baru. Jejak tersebut mengarah ke dalam hutan yang lebih gelap dan lebat.
"Ini jejak serigala berapi," kata Louis dengan tegas. "Kita harus mengikuti."
Mereka mengikuti jejak tersebut dengan hati-hati. Semakin mereka masuk, suasana hutan semakin sunyi dan menegangkan. Tiba-tiba, mereka mendengar suara keributan di kenyamanan. Suara itu semakin mendekat, dan tidak lama kemudian, mereka melihat serigala gunung yang besar dengan mata api muncul di hadapan mereka.
"Bersiaplah!" seru Louis sambil mengangkat kaktus.
Darius dengan cepat menyiapkan busur panahnya, mengarahkan anak panah ke arah serigala tersebut. Serigala berapi mengeluarkan geraman yang dalam, memancarkan aura panas di sekelilingnya. Louis dan Darius berdiri tegak, siap menghadapi serangan yang akan datang.
Serigala berapi-api melompat ke arah mereka dengan kecepatan yang mengesankan. Louis pedangnya, mencoba menangkis serangan serigala tersebut. Darius melepaskan anak panahnya dengan presisi, mengenai salah satu kaki serigala berapi. Serigala itu meraung kesakitan, namun tidak menyerah begitu saja. Ia mengeluarkan napas api yang membara ke arah mereka.
Louis dan Darius menghindar dengan cepat, menghindari api yang mematikannya. Dengan kerjasama yang solid, mereka terus menyerang serigala berapi dengan kombinasi serangan pedang dan panah. Griselda telah melatih mereka untuk bekerja sama dengan baik, dan pelatihan tersebut terbukti sangat berguna dalam situasi ini.
Akhirnya, setelah pertarungan yang sengit, mereka berhasil mengalahkan serigala berapi. Louis memberikan serangan terakhir dengan pedangnya, mengenai titik lemah di leher serigala tersebut. Serigala itu jatuh ke tanah dengan suara gemuruh, api di matanya perlahan padam.
Louis dan Darius menghela napas lega, melihat hasil kerja keras mereka. Mereka memeriksa tubuh serigala berapi tersebut dan mengambil bahan-bahan berharga dari tubuhnya, termasuk bulu yang bersinar dan gigi yang tajam. Bahan-bahan ini sangat bernilai dan akan dijual dengan harga tinggi di pasar.
"Kerja bagus, Darius," kata Louis sambil tersenyum lelah.
"Kamu juga, Louis. Griselda pasti bangga dengan kita," balas Darius dengan senyum yang sama.
Mereka mengumpulkan semua bahan berharga dan memutuskan untuk kembali ke desa Gatewood. Perjalanan pulang terasa lebih ringan, dengan rasa bangga dan puas memenuhi hati mereka. Mereka tahu bahwa usaha keras mereka berlatih dan belajar dari Griselda tidak sia-sia.
Setelah berhasil dalam berburu serigala berapi, Louis dan Darius merasa semakin yakin dengan kemampuan mereka sebagai petualang. Mereka memutuskan untuk mengambil langkah berikutnya dalam perjalanan mereka: mendaftarkan diri ke guild petualang di kota terdekat, Eldoria. Kota Eldoria terkenal dengan guild petualangnya yang besar dan berpengaruh, tempat para petualang dari berbagai wilayah berkumpul untuk mendapatkan misi dan tantangan.
Pagi itu, setelah memastikan semua persiapan mereka sudah lengkap, Louis dan Darius memulai perjalanan menuju Eldoria. Mereka membawa perlengkapan dasar, serta beberapa bahan berharga dari hasil buruan mereka sebelumnya sebagai bukti keterampilan mereka. Jalan menuju Eldoria melewati lembah yang indah dan perbukitan yang hijau, memberikan pemandangan yang menenangkan sepanjang perjalanan.
Setelah setengah hari berjalan, mereka tiba di gerbang kota Eldoria. Gerbang tersebut megah dengan ukiran-ukiran rumit yang menggambarkan sejarah kota dan para pahlawan yang telah melindunginya. Penjaga gerbang menyapa mereka dengan ramah, dan setelah memberikan beberapa keterangan, mereka diperbolehkan masuk.
Louis dan Darius merasa terpesona dengan keramaian dan kebesaran kota tersebut. Jalanan dipenuhi pedagang, penduduk, dan petualang yang sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka mengikuti petunjuk menuju gedung guild petualang, yang terletak di pusat kota.
Guild petualang Eldoria adalah bangunan besar dengan tampilan yang kokoh dan elegan. Pintu masuknya dihiasi dengan lambang guild yang terkenal, sebuah pedang dan tongkat sihir yang bersilangan. Louis dan Darius melangkah masuk dengan hati yang berdebar-debar, merasa terhormat dan sedikit gugup.
Di dalam, mereka disambut oleh suasana yang hidup dan penuh semangat. Petualang dari berbagai latar belakang berkumpul di aula utama, berbicara, berdiskusi, dan merencanakan misi mereka berikutnya. Meja pendaftaran terletak di sebelah kanan, dengan seorang petugas guild berpenampilan menarik yang terlihat sibuk namun ramah.
Louis dan Darius mendekati meja pendaftaran. "Selamat datang di guild petualang Eldoria. Apa yang bisa saya bantu?" tanya petugas tersebut dengan senyuman.
"Kami ingin mendaftarkan diri menjadi anggota guild," jawab Louis dengan penuh semangat.
"Baiklah, tolong isi formulir ini dan berikan identitas kalian," kata petugas sambil menyerahkan formulir pendaftaran. "Juga, jika kalian memiliki bukti keterampilan atau pengalaman sebelumnya, itu akan sangat membantu."
Louis dan Darius mengisi formulir dengan cermat, mencantumkan nama, umur, dan informasi lain yang diperlukan. Mereka juga menyerahkan beberapa bahan berharga dari hasil buruan mereka, termasuk bulu bercahaya dan gigi tajam dari serigala berapi.
Petugas serikat memeriksa formulir dan bahan-bahan tersebut dengan cermat. "Kalian telah menunjukkan keterampilan yang mengesankan. Selamat datang di guild petualang Eldoria. Ini adalah kartu anggota kalian. Jaga baik-baik, karena ini adalah bukti bahwa kalian adalah anggota resmi guild."
Louis dan Darius menerima kartu keanggotaan mereka dengan rasa bangga dan gembira. Kartu tersebut terbuat dari logam dengan ukiran indah dan lambang guild yang terukir di permukaannya. Louis dengan status petualang peringkat C sedangkan Darius dengan status petualang peringkat D.
"Sebagai anggota guild, kalian sekarang dapat mengambil misi dari papan misi di sana," kata petugas sambil menunjuk ke papan besar yang penuh dengan gulungan misi. "Juga, kalian bisa bertemu dengan petualang lain untuk membentuk tim atau bertukar informasi. Semoga sukses dalam petualangan kalian."
Louis dan Darius mengucapkan terima kasih dan segera menuju ke papan misi. Mereka melihat berbagai misi dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda, mulai dari misi sederhana seperti mencari tanaman obat, hingga misi berbahaya seperti memburu monster kuat atau melindungi karavan dari bandit.
"Kita harus memilih misi yang sesuai dengan kemampuan kita sekarang," kata Darius sambil membaca deskripsi misi. "Bagaimana kalau kita mulai dengan misi mencari tanaman obat di hutan dekat kota? Kita sudah cukup berpengalaman dengan hutan."
Louis mengangguk. "Itu ide yang bagus. Kita bisa memulai dengan misi yang lebih mudah dan perlahan-lahan meningkatkan tantangan kita."
Mereka mengambil gulungan misi yang dipilih dan melapor kepada petugas guild untuk konfirmasi. Setelah semua formalitas selesai, mereka siap untuk memulai misi pertama mereka sebagai anggota resmi guild petualang Eldoria.
Dengan semangat baru dan kartu keanggotaan di tangan, Louis dan Darius keluar dari guild dengan perasaan bangga dan antusias. Mereka tahu bahwa ini hanyalah awal dari petualangan besar mereka. Sebagai anggota guild petualang, mereka sekarang memiliki akses ke berbagai misi dan tantangan yang akan menguji kemampuan dan keberanian mereka.