Chapter 9 - Chapter 8 : Freedom

Bagian 1

Pagi itu, sinar matahari menembus celah-celah pepohonan di hutan yang rimbun. Louis, Darius, dan Sylphia berjalan dengan hati-hati di antara rimbunan pohon yang tinggi. Mereka memasuki hutan dengan penuh semangat, siap mencari tanaman monster dan obat yang mereka butuhkan.

"Kita harus berhati-hati, terutama saat mencari tanaman-tanaman langka yang bisa jadi sulit ditemukan," kata Darius serius, matanya berbinar-binar dalam semangat petualangnya.

Louis mengangguk, mengatur posisi pinggang di pinggang dengan cermat. "Kita akan fokus pada monster yang kita bisa hadapi tanpa terlalu banyak risiko. Sylphia, kamu siap dengan sihirmu?"

Sylphia, yang berjalan di tengah-tengah mereka, mengangguk cepat. "Ya, aku sudah menyiapkannya. Tapi kuharap kita tidak terlalu sering menghadapi monster yang terlalu kuat," ucapnya dengan nada khawatir.

Mereka terus berjalan ke dalam hutan yang semakin lebat. Sylphia memperhatikan setiap perubahan di sekitarnya, mencari tanda-tanda keberadaan tanaman obat yang mereka cari. Louis dan Darius secara bergantian mengamati sekeliling mereka, tetap siap jika ada monster yang mendekat.

Tiba-tiba, mereka mendengar suara khas kenyamanan. Darius segera mengangkat tangannya untuk memberi isyarat kepada teman-temannya untuk berhenti. Mereka bersembunyi di balik pepohonan yang rimbun, memperhatikan arah suara itu berasal.

"Ada sesuatu di sana," bisik Louis pelan, menunjuk ke arah di mana suara gemuruh itu terdengar.

Sylphia mengangkat tongkat sihirnya dengan hati-hati. "Aku siap dengan mantra perlindungan jika diperlukan!"

Dengan hati-hati, mereka mengintai ke arah suara gemuruh. Ternyata, itu bukan monster, melainkan air terjun yang deras dari tebing yang tinggi. Louis dan Darius berbagi senyuman lega, sedangkan Sylphia menghela nafas lega.

"Mungkin kita bisa berhenti sejenak di sini," usul Darius sambil menunjuk ke tempat yang teduh di tepi air terjun. "Kita bisa memeriksa peta dan memastikan arah kita ke tempat yang tepat."

Mereka sepakat dan duduk di bawah pepohonan yang rindang, melihat diri mereka berhenti sejenak sambil memeriksa peta dan merencanakan langkah berikutnya. Sylphia mengamati air terjun dengan penuh kekaguman, sementara Louis dan Darius berdiskusi tentang strategi berburu selanjutnya.

"Kita harus mencari tanda-tanda keberadaan monster di sekitar sini," kata Louis, menunjukkan beberapa titik di peta yang menurutnya mungkin menjadi tempat persembunyian makhluk-makhluk hutan.

Sylphia mengangguk, "Aku akan memeriksa lagi tanaman obat yang ada di sekitar sini. Mungkin ada yang bisa kita ambil sebelum kembali ke desa."

Mereka melanjutkan perjalanan mereka melalui hutan yang semakin dalam, dengan Louis memimpin mereka mengikuti jalur yang sudah mereka rencanakan. Sylphia dengan cermat mengumpulkan tanaman obat yang mereka butuhkan, terkadang menunjukkan spesimen langka yang membuatnya terkesima. Darius, dengan panah dan busurnya yang selalu siap, berjaga-jaga untuk melindungi mereka dari monster yang mungkin muncul dari semak-semak atau gua-gua kecil di sekitar mereka.

"Sylphia, kamu menemukan sesuatu?" tanya Louis sambil menahan langkahnya, melihat Sylphia tengah sibuk memetik beberapa bunga berwarna cerah di tepi jalan setapak.

"Iya, Louis! Ini tanaman Bellarosa, sangat langka di hutan ini. Ini bisa menjadi tambahan yang bagus untuk stok obat-obatan kita," jawab Sylphia dengan antusias, menunjukkan tumbuhan kecil dengan bunga merah muda yang indah.

Louis tersenyum puas. "Bagus sekali. Lanjutkan mencarinya, kita butuh sebanyak mungkin."

Sementara itu, Darius yang tetap waspada mengamati sekeliling dengan mata tajamnya, tiba-tiba mengangkat tangan memberi isyarat kepada mereka berdua untuk berhati-hati. "Ada gerakan di sana," bisiknya pelan, menunjuk ke arah semak-semak di seberang jalan.

Louis dan Sylphia segera bersiap-siap, masing-masing mengambil posisi yang lebih bertahan untuk menghadapi apa pun yang mungkin muncul. Dengan hati-hati, mereka melangkah mendekati semak-semak itu, siap menghadapi monster atau bahkan makhluk ajaib apa pun yang ada di dalamnya.

Tiba-tiba, seekor goblin muncul dengan cepat dari semak-semak, belati besar yang dipegangnya dengan ganas. Louis dengan cepat menyerang goblin itu dengan pedangnya, sedangkan Darius melepaskan panah yang tepat mengenai kepala goblin, menjatuhkannya ke tanah dengan cepat.

"Sylphia, cepat! Cek apakah ada yang lain di sekitar sini," seru Louis sambil tetap waspada terhadap sekitar mereka.

Sylphia mengangguk dan segera memeriksa sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan monster lain yang mungkin bersiap untuk menyerang mereka. Setelah memastikan area sekitar aman, dia mengumpulkan tanaman obat yang berhasil mereka kumpulkan sebelumnya dan menyimpannya di saku khususnya.

Setelah beberapa saat, ketegangan mereka sedikit mereda. Mereka duduk sejenak untuk istirahat dan memulihkan napas mereka. "Itu cukup menegangkan," kata Darius sambil menarik panah dari tubuh goblin yang sudah mati.

Louis mengangguk, "Kita harus tetap waspada. Hutan ini bisa menyimpan banyak kejutan yang tak terduga."

Mereka melanjutkan perburuan mereka dengan hati-hati, mempertimbangkan setiap langkah mereka dengan cermat. Sylphia terus mencari tanaman obat, Louis dan Darius mengawasi sekeliling mereka untuk setiap potensi bahaya. Saat mereka mendekati akhir hari, mereka berhasil mengumpulkan cukup banyak bahan yang mereka butuhkan dan memutuskan untuk kembali ke desa Gatewood.

Saat mereka berjalan pulang, matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat, memberikan nuansa senja yang indah di hutan yang kini sunyi. Louis melihat ke arah Sylphia dan Darius dengan rasa syukur, merasa bangga atas pencapaian mereka hari ini. Mereka berbagi cerita dan tawa sepanjang jalan, mengingat momen-momen menegangkan dan suka cita yang mereka alami hari ini.

"Sylphia, besok kamu bisa memeriksa tanaman obat yang kita kumpulkan tadi," kata Louis sambil tersenyum pada Sylphia.

"Aku akan mempersiapkannya dengan hati-hati, Louis," jawab Sylphia sambil mengangguk.

Darius juga setuju dengan itu, "Kita sudah cukup beruntung hari ini. Semoga kita bisa menemukan lebih banyak lagi di perjalanan berikutnya."

Bagian 2

"Aku menolak!" Kata Charlotte, tolak lamaran pangeran Cedric dengan nada rendah namun disertai wajah serius. Tiba-tiba pernyataan Charlotte membuat semua orang di aula istana terkejut.

"Pangeran Cedric, saya sungguh minta maaf. Saya tidak bisa menerima lamaran ini," ucap Charlotte dengan suara yang rendah namun mantap. Margarret, pelayan setianya, berdiri di belakangnya dengan penuh kekhawatiran, tetapi tidak ada tanda-tanda keraguan dalam sorot matanya.

Pangeran Cedric, seorang pria dengan raut wajah yang tampan namun kini terlihat tegang, menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Saya mengerti, Tuan Putri. Saya menghargai keputusan anda."

Raja Theodore, yang duduk di singgasana di ujung aula, memandang kedua pasangan dengan ekspresi campuran antara mengecewakan dan rasa hormat. Namun, ia tidak mengganggu proses ini, membiarkan putrinya mengatur nasibnya sendiri.

Charlotte menghela napas lega, merasa beban yang memberatkan pikirannya sedikit mereda. Namun, ia tahu bahwa konsekuensi dari keputusan ini mungkin tidak selesai begitu saja. Pangeran Cedric adalah tamu penting dari kerajaan tetangga, dan penolakannya dapat mempengaruhi hubungan antara kedua kerajaan.

"Tuan Putri, saya mohon izin untuk pergi sekarang," ucap Pangeran Cedric dengan penuh hormat, menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda penghormatan kepada Charlotte dan Raja Theodore.

"Saya mengerti, Pangeran Cedric. Terima kasih atas kunjungannya," jawab Charlotte dengan lembut.

Pangeran Cedric melangkah mundur beberapa langkah, dan dengan menggandakan yang penuh mengecewakan namun tetap sopan, ia berbalik dan meninggalkan aula istana dengan diikuti oleh rombongannya yang setia. Suasana di aula istana kembali hening, namun ketegangan masih terasa di udara.

Raja Theodore menyambut kedatangannya dengan langkah yang mantap. "Charlotte, apakah kamu yakin dengan keputusan ini?" tanyanya dengan suara lembut namun penuh perhatian.

Charlotte mengangguk, mencoba menahan getaran emosional di dalam dirinya. "Ya, Ayah. Aku belum siap menikah, terutama dalam keadaan seperti ini," ujarnya dengan tulus.

Raja Theodore menatap putrinya dengan penuh pengertian. "Baiklah, sayang. Aku akan menjelaskan keputusan ini kepada Pangeran Cedric," katanya sambil mengusap lembut bahu Charlotte.

Charlotte tersenyum tipis, merasa lega karena memiliki dukungan penuh dari ayahnya. Meskipun dia tahu bahwa tantangan mungkin tidak berakhir di sini, dia merasa bahwa dia telah memilih untuk menjaga kehendaknya dan memutuskan nasibnya sendiri.

Pagi itu, cahaya matahari mencapai jalan yang mengarah ke kota Eldoria. Louis, Darius, dan Sylphia berjalan bersama dengan penuh antusias. Mereka telah mempersiapkan diri dengan baik untuk perjalanan ini, karena mereka memiliki misi penting yang menanti di depan.

Perjalanan ke Eldoria tidak terlalu jauh dari desa Gatewood, namun setiap kunjungan ke kota ini selalu menjadi momen yang menyenangkan bagi mereka. Kota ini adalah pusat perdagangan dan kegiatan petualangan di wilayah mereka, tempat di mana mereka bisa mendapatkan perlengkapan terbaik dan bertemu dengan sesama petualang.

Saat mereka tiba di kota, pertama-tama mereka mengunjungi pandai besi terkenal di sana. Toko pandai besi itu berisi berbagai macam senjata, dari pedang hingga busur, semuanya dikerjakan dengan detail dan presisi yang tinggi. Louis, dengan wajah penuh semangat, mendekati pandai besi itu untuk memeriksa senjata barunya.

"Pagi, Pak Smith," sapa Louis dengan ramah kepada pandai besi yang tak lama dikenalnya, seorang pria tua yang telah lama berada dalam bisnis ini. "Kami datang untuk memeriksa senjata yang kami pesan."

Pandai besi itu mengangguk sambil tersenyum. "Tentu saja, Louis. Aku sudah menyelesaikan pesananmu. Silakan lihat," sambil menunjuk ke arah rak yang berisi berbagai jenis senjata.

Louis mengambil pedang barunya, memeriksanya dengan teliti. Darius, sambil mengangkat busurnya yang baru diatur ulang, berkomentar, "Bagus sekali hasil pengerjaan anda, Pak Smith. Tidak heran banyak petualang yang datang padamu."

Pandai besi itu tersenyum bangga. "Terima kasih, Darius. Saya senang bisa membantu. Jika ada yang perlu diatur atau diperbaiki lagi, katakan saja."

Setelah memeriksa senjata dan melakukan beberapa penyesuaian kecil, mereka membayar pandai besi itu dengan suka cita. Kemudian, mereka melanjutkan ke pasar utama di kota untuk membeli perbekalan untuk misi mereka berikutnya.

Pasar di Eldoria adalah tempat yang ramai dan penuh warna. Mereka berkeliling di antara penjual yang menjual berbagai barang mulai dari makanan, obat-obatan, hingga barang-barang ajaib yang terjadi pada petualangan. Sylphia, dengan antusiasme yang khas, berhenti di depan seorang penjual herbal untuk memeriksa tanaman obat yang dia perlukan untuk misi sihirnya.

"Kak, ada apa yang bisa aku bantu?" tanya penjual itu dengan ramah saat melihat Sylphia berdiri di depannya.

Sylphia tersenyum. "Saya mencari beberapa tanaman obat tertentu. Apakah Anda memiliki katalog atau daftar tanaman yang tersedia?"

Penjual itu mengangguk dan membuka sebuah buku besar yang berisi gambar dan deskripsi tanaman obat. Sylphia memeriksa setiap halaman dengan penuh perhatian, mencatat tanaman-tanaman yang sesuai dengan kebutuhannya.

Sementara itu, Louis dan Darius berjalan-jalan di sekitar pasar, membeli perbekalan seperti makanan kering, peralatan berkemah, dan barang-barang lain yang mereka perlukan untuk perjalanan ke hutan berikutnya. Mereka bertemu dengan beberapa petualang lain yang mereka kenal, bertukar cerita tentang petualangan terbaru dan berbagi tips tentang lokasi monster yang mungkin menarik untuk dijelajahi.

Setelah selesai berbelanja, mereka bertiga bertemu kembali dengan Sylphia di pusat kota. Sylphia sudah berhasil menemukan tanaman obat yang dibutuhkannya dan membenarkannya dengan hati gembira. Mereka berempat kemudian duduk di sebuah kedai kecil di pinggir pasar, menyantap makan siang sambil berdiskusi tentang rencana mereka selanjutnya.

"Kami harus mulai berangkat ke hutan segera setelah ini," kata Louis serius, menatap peta di meja mereka. "Kami harus menyelesaikan misi ini dengan cepat sebelum hujan tiba."

Sylphia mengangguk setuju, sementara Darius mengisi busurnya dengan panah-panah baru yang baru saja dibelinya. Mereka merencanakan rute perjalanan mereka dan strategi untuk menghadapi monster yang mungkin mereka temui di hutan.

Ketika hendak berjalan menuju guild, mereka melihat sebuah papan berita di dekat guild yang menarik perhatian mereka. Mereka berdiri di depan papan berita yang berisi berbagai pengumuman dan berita. Di antara berbagai tulisan yang terpampang, salah satunya menarik perhatian mereka, "Pangeran Cedric dari Kerajaan Calestia Melakukan Kunjungan ke Istana Kerajaan Lumania untuk Melamar Putri Charlotte." Berita itu mengingatkan Louis dan Darius pada Charlotte.

Darius membaca berita itu dengan penuh perhatian, lalu menatap Louis dan Sylphia yang juga tampak tertarik. "Ini cukup mengejutkan," kata Darius, mencoba memahami berita baru yang mereka baca. "Putri Charlotte menolak lamaran Pangeran Cedric? Itu pasti membuat kehebohan di istana Luminia."

Louis mengangguk, "Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di balik keputusan itu. Mungkin putri Charlotte belum siap untuk menikah, atau mungkin ada alasan lain yang belum kita ketahui."

Louis memikirkan sesuatu, dan teringat saat putri Charlotte melepas kepergian mereka dari ibukota. Ia pun mengeluarkan sebuah gelang emas dari sakunya. "Putri Charlotte…." Gumamnya.

"Ada apa Louis?" Tanya Sylphia mengejutkannya.

Spontan Louis langsung memasukkan gelang itu kembali ke sakunya. "Oh, anu…. Tidak ada, aku hanya kembali memikirkan kegiatan kita setelah ini." Kata Louis.

Setelah itu, mereka pun pergi menuju guild petualang untuk mendapatkan misi berikutnya yang menunggu mereka.

Bagian 3

Siang itu, sinar mentari menyinari tepat di atas kepala mereka, saat Louis, Darius, dan Sylphia bersiap-siap untuk meninggalkan kota Eldoria. Mereka telah mempersiapkan segala perlengkapan dan senjata yang diperlukan untuk menjalankan misi mereka di hutan yang letaknya begitu jauh dari kota ini.

Louis memeriksanya sekali lagi, memastikan semuanya terpasang dengan baik. Dia merasa percaya diri dengan senjata barunya yang telah diperbaiki di pandai besi kota. Darius, sambil mengatur panah anak dalam buku-bukunya, tersenyum puas melihat keahliannya yang terbaru. Sedangkan Sylphia, yang baru saja kembali dari menemukan informasi dengan tukang sihir lokal, membawa beberapa item magis yang diyakini akan berguna dalam menghadapi monster di hutan.

Mereka meninggalkan kota Eldoria dengan penuh semangat dan tekad. Perjalanan mereka melewati jalan setapak yang membelah hutan dan perbukitan. Cuaca pagi menjelang siang yang cerah menambah semangat mereka, meskipun ketegangan menghadapi kemungkinan bertemu dengan monster yang kuat juga menghantui pikiran mereka.

Setelah cukup lama berjalan kaki, mereka akhirnya mencapai tepi hutan yang lebat dan misterius. Udara di sekitar mereka terasa lebih sejuk dan segar, dihembuskan oleh angin lembut yang melalui pepohonan rindang. Louis memimpin dengan hati-hati, mengamati setiap jejak dan tanda-tanda kehadiran monster di sekitar mereka.

"Sylphia, ada apa di dalam tasmu?" tanya Darius, memecah keheningan saat mereka melangkah lebih jauh ke dalam hutan.

Sylphia membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa bola sihir kecil. "Aku mendapatkan ini dari tukang sihir. Mereka bisa meledak dan memberikan efek perlindungan sementara jika kita dalam bahaya," jelasnya sambil menunjukkan bola sihir berkilauan.

Louis mengangguk dan menghargai. "Bagus, Sylphia. Dengan ini, kita lebih siap menghadapi segala kemungkinan di hutan ini."

Mereka terus melangkah, berhati-hati dan waspada. Beberapa kali, mereka harus menghindari jebakan alam seperti rawa-rawa yang licin atau tebing curam yang sulit dilalui. Namun, kekompakan dan kerjasama mereka sebagai tim memungkinkan mereka untuk mengatasi semua kendala tersebut.

Tiba-tiba, terdengar suara keributan dari kejanggalan. Louis, yang berada di depan, mengangkat tangannya memberi isyarat agar mereka berhenti. Mereka berdiri diam, mendengarkan dengan cermat. Suara itu semakin keras dan lebih dekat.

"Seseorang atau sesuatu yang sedang berkelahi," kata Darius, menduga-duga dari suara itu.

"Kita harus bergerak lebih dekat untuk melihat apa yang terjadi," usul Sylphia, matanya penuh antusiasme dan rasa penasaran.

Louis mengangguk, "Ayo kita bergerak perlahan-lahan."

Mereka bergerak dengan hati-hati menuju sumber suara gemuruh, mengumpulkan sebuah bukit kecil untuk mendapatkan pemandangan yang lebih baik. Di atas bukit, mereka melihat sekelompok monster besar sedang bertarung dengan seorang petualang yang tampaknya sedang berusaha keras mempertahankan diri.

"Kita harus membantu," kata Louis dengan tegas.

Mereka berlari menuju pertempuran itu, mempersiapkan senjata dan sihir mereka. Ketika mereka tiba di lokasi, mereka melihat seorang pria muda dengan pedang, melawan beberapa serigala besar yang tampaknya sangat pembohong dan ganas.

"Tolong, bantu aku!" teriak pria muda itu, berusaha bertahan dari serangan monster.

Tanpa ragu, Louis, Darius, dan Sylphia melompat ke dalam aksi. Louis dengan pedangnya, Darius dengan busurnya, dan Sylphia dengan sihirnya masing-masing. Mereka bekerja sama dengan sempurna, menyusun serangan mereka untuk mengalahkan serigala-serigala besar tersebut satu demi satu.

Pertempuran itu berlangsung sengit, namun dengan kekuatan dan keterampilan mereka yang terpadu, mereka berhasil mengusir monster-monster tersebut. Pria muda itu, setelah berterima kasih kepada mereka, memperkenalkan dirinya sebagai Alan, seorang petualang muda yang sedang melakukan perjalanan melintasi hutan untuk mencari pengalaman.

"Terima kasih banyak, kalian telah menyelamatkan nyawaku," kata Alan dengan ekspresi lega.

Louis tersenyum ramah. "Tidak masalah. Kami selalu siap membantu rekan petualang dalam kesulitan."

Setelah memastikan Alan tidak terluka parah, mereka melanjutkan perjalanan ke dalam hutan, bersiap untuk melanjutkan misi mereka.

Setelah mengusir serigala-serigala besar tersebut, Louis, Darius, dan Sylphia melanjutkan perjalanan mereka lebih jauh ke dalam hutan. Mereka berburu monster-monster yang lebih kuat dan mencari tanaman obat yang langka, yang menjadi tujuan utama mereka untuk misi kali ini.

Hutan ini terkenal dengan keberagaman makhluk magis dan flora yang melimpah. Mereka harus berhati-hati karena bahaya bisa mengintai di setiap sudut, baik itu monster yang besar dan ganas, maupun perangkap alam seperti jurang dalam dan rawa-rawa licin.

"Sylphia, apakah kau menemukan jejak monster di sekitar sini?" tanya Louis saat mereka berhenti sejenak untuk beristirahat.

Sylphia mengamati dengan cermat tanah di sekitar mereka. "Aku melihat beberapa jejak kaki besar di sini. Sepertinya ada sesuatu yang besar dan kuat berada di sekitar ini," jawabnya serius.

Darius menarik busurnya dan mengatur panahnya dengan hati-hati. "Kita harus siap. Monster yang kita cari mungkin tidak jauh dari sini," sambil menambahkan ke arah semak-semak yang lebat.

Bagian 4

Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, menelusuri setiap jalan setapak yang terbentuk di antara pepohonan besar dan semak belukar yang lebat. Tiba-tiba, mereka mendengar suara gemuruh yang datang dari kejauhan, seperti suara berderap kaki yang besar.

"Ada apa itu?" tanya Sylphia, matanya menatap ke arah suara tersebut.

Louis mengangkat tangannya memberi isyarat agar mereka bersembunyi di balik pepohonan. Mereka berlangsung perlahan-lahan mendekati sumber suara tersebut, berusaha agar tidak terlihat oleh apa pun yang ada di sekitar mereka.

Ketika mereka mendekati sumber suara, mereka melihat sekelompok troll besar sedang bergerak dengan canggung di sekitar sebuah gua besar. Troll-troll tersebut sepertinya sedang mencari makanan atau mangsa untuk dimakan.

"Kita harus menghadapi mereka dengan hati-hati," bisik Darius kepada yang lainnya.

Louis mengangguk, "Sylphia, siapkan sihirmu. Darius, bersiaplah untuk melepaskan panahmu saat aku memberi isyarat."

Mereka menyusun strategi dengan cermat. Louis bertindak sebagai ujung tombak, menyerang troll-troll tersebut dari depan untuk menarik perhatian mereka. Darius bersembunyi di semak-semak untuk mengambil posisi memanah, sementara Sylphia menyiapkan sihirnya untuk serangan jarak jauh.

Ketika Louis memberi isyarat, mereka melancarkan serangan mereka secara bersamaan. Louis melompat maju dengan pedangnya yang bersinar, menyerang troll pertama dengan kecepatan yang mengejutkan. Darius melepaskan panahnya dengan presisi yang mematikan, mengenai troll lain yang berusaha mendekati mereka. Sylphia melepaskan sihirnya, menanyakan bola api yang membingungkan troll-troll yang tersisa.

Pertempuran itu sengit, dengan troll-troll yang kuat dan keras kepala. Namun, dengan kerjasama dan keterampilan mereka yang terpadu, Louis, Darius, dan Sylphia berhasil mengatasi troll-troll tersebut satu per satu. Setelah pertempuran berlangsung beberapa saat, troll-troll itu akhirnya mundur ke dalam gua mereka, meninggalkan tanda-tanda kekalahan.

"Mereka pergi," kata Sylphia dengan lega, melepaskan napasnya.

Louis tersenyum puas, mengelus kaktus yang kembali ke sarungnya. "Kita melakukannya dengan baik. Sekarang, mari kita periksa gua ini. Mungkin ada barang berharga di dalamnya."

Mereka memasuki gua dengan hati-hati, menghindari jebakan atau serangan mendadak. Di dalam gua, mereka menemukan beberapa sisa-sisa dari apa yang tampaknya adalah sarang troll, serta beberapa benda berharga seperti kristal-kristal berkilau dan bahkan artefak kuno yang tersembunyi di dalamnya.

"Ini adalah hasil yang bagus," kata Darius, mengamati dengan antusiasme artefak yang mereka temukan.

Sylphia mengangguk, "Kita akan membawa ini kembali ke guild petualang. Barang-barang ini pasti akan dihargai tinggi."

Setelah mengumpulkan semua barang yang mereka temukan, mereka kembali ke luar gua dengan penuh kebanggaan. Mereka melanjutkan misi mereka dengan semangat yang diperbarui, yakin bahwa petualangan mereka kali ini akan membawa banyak keuntungan dan pengalaman berharga.

Louis, Darius, dan Sylphia bersama-sama melangkah keluar dari hutan, menuju kota Eldoria dengan hati yang penuh kegembiraan.

Di tengah perjalanan ke Eldoria, Louis, Darius, dan Sylphia dihadang oleh seekor ogre yang mengejutkan mereka di tengah perjalanan pulang ke Eldoria. Makhluk besar itu mengeluarkan raungan yang menggema di hutan yang sunyi. Tubuhnya yang besar dan otot-ototnya yang mengesankan membuatnya tampak seperti benteng hidup yang bergerak.

Louis segera mengangkat pedangnya, bersiap untuk melawan. Darius mengambil busur panahnya, bersiap melepaskan serangkaian panah yang akurat. Sylphia, yang berdiri di belakang mereka, memegang tungkat, siap untuk merapalkan mantra. Matanya fokus mencari celah untuk menghabisi ogre tersebut.

Ogre itu melompat dengan gesitnya, mencoba mendaratkan pukulan keras ke arah mereka. Louis berhasil menghindar dengan belati untuk membalas serangan, tetapi ogre mengantisipasi gerakan itu dengan menggeliat ke samping. Darius melepaskan panah-panahnya dengan cepat, beberapa mengenai tubuh ogre namun tidak cukup menyebabkan luka yang serius.

Mereka melawan ogre dengan sangat sengit. Ogre dapat menghindari serangan Louis dan panah Darius. Dalam beberapa kesempatan, ogre menangkis, dan memukul balik Louis hingga ia terkapar dan terluka parah. Sylphia pun langsung melakukan sihir pemulihan kepada Louis. Ogre itu juga menangkap panah-panah yang ditembakkan Darius dan meremukkannya. Sihir api yang kemudian ditembakkan Sylphia juga tidak memberikan luka yang berarti kepada ogre tersebut.

Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk mundur. Sylphia berencana menggunakan bola sihir yang ia peroleh dari tukang sihir di Eldoria. Dengan gerakan tangan yang terampil, dia melemparkan bola sihir yang membelok tajam menuju ogre. Kilatan cahaya biru menyambar langit, dan sebuah petir menyambar tubuh ogre dengan kekuatan yang menggemparkan. Ogre itu meraung kesakitan, sejenak membutakan karena kilatan petir yang memenuhi penglihatannya.

"Inilah kesempatan kita!" teriak Louis kepada teman-temannya. Mereka bergerak cepat, melarikan diri dari tempat itu sementara ogre masih dalam kebingungannya. Mereka pun terpaksa meninggalkan tempat itu dan kembali ke Eldoria.

Sesampainya mereka di gerbang kota Eldoria, napas mereka terengah-engah setelah mereka berhasil melarikan diri dari makhluk mengerikan yang tadi mereka hadapi. Mereka duduk di bawah naungan sebuah pohon di pinggiran kota.

"Sylphia, kamu selamatkan kita," ucap Darius sambil mengangguk menghormati penyihir muda di temannya.

Sylphia tersenyum, merasa lega bahwa mereka semua selamat dari pertarungan berbahaya itu. "Kita harus lebih waspada ke depannya. Monster-monster di hutan semakin tidak terduga," kata Sylphia sambil melayang ke luar kota.