Bagian 1
Sore itu, Arlan tiba di sebuah kota kecil yang berada di dekat ibukota. Langit berwarna oranye keemasan, menciptakan pemandangan yang tenang dan indah di atas atap-atap rumah dan jalanan kota. Kuda Arlan berjalan perlahan menelusuri jalan berkerikil, suara langkahnya berirama dengan kenyamanan senja.
Memasuki kota, Arlan berjalan guild petualang kota ini. Guild tersebut adalah tempat berkumpulnya para petualang dari berbagai kalangan, tempat yang penuh dengan informasi berharga dan rumor yang menyebar dengan cepat. Dengan pakaian serba hitam dan pedang di punggung, Arlan menarik perhatian penduduk dan para petualang yang berada di sekitar guild. Beberapa dari mereka berbisik-bisik seolah mengenali sosoknya.
Ketika Arlan memasuki guild, suasana di dalamnya cukup ramai. Petualang dari berbagai kelas bercakap-cakap dengan penuh semangat, berbicara misi terbaru mereka, berbagi informasi tentang monster, dan memperdebatkan strategi berburu yang paling efektif. Arlan mendekati meja penerima tamu, tempat seorang petugas guild sedang mencatat laporan misi.
"Sakit, ada yang bisa saya bantu?" tanya petugas itu dengan ramah, matanya menampilkan rasa hormat dan kagum.
"Saya mencari informasi tentang artefak kuno. Apakah ada yang mendengar atau mengetahui sesuatu tentang itu?" tanya Arlan langsung ke pokok persoalan.
Petugas itu mengangguk pelan, "Saya akan mencarinya di arsip kami. Sementara itu, Anda bisa menunggu di ruang tamu, atau mungkin mendengarkan percakapan para petualang lainnya. Mereka seringkali memiliki informasi yang berguna."
Arlan berterima kasih dan melangkah menuju ruang tamu, tempat beberapa petualang sedang berbicara dengan semangat. Dia mengambil tempat di sudut ruangan, memesan minuman, dan mulai memasang telinga pada percakapan di sekitarnya.
Seorang petualang kelas A, seorang pria bertubuh besar dengan janggut lebat, sedang berbicara dengan temannya. "Aku mendengar ada peningkatan aktivitas monster di kawasan hutan yang memisahkan kota ini dengan kota Eldoria. Beberapa hari terakhir, beberapa kelompok petualang melaporkan serangan tiba-tiba dari kelompok monster yang lebih besar dari biasanya."
Temannya, seorang wanita dengan rambut panjang dan perisai besar di punggungnya, mengangguk. "Benar, dan bukan hanya itu. Ada juga laporan tentang makhluk magis yang muncul di sekitar perbatasan hutan. Sepertinya ada sesuatu yang memicu keberanian mereka untuk keluar dari sarang mereka."
Arlan memasang telinga lebih seksama. Percakapan ini bisa menjadi petunjuk berharga. Dia mendekati meja mereka dengan sopan dan menyapa, "Maaf mengganggu. Saya tidak sengaja mendengar tentang peningkatan aktivitas monster di hutan. Apakah kalian tahu lebih detail tentang itu?"
Pria berjanggut itu menoleh, sedikit terkejut tapi segera mengenali Arlan. "Ah, Arlan si petualang terkenal! Tentu saja, kami mendengar beberapa hal dari rekan-rekan yang baru kembali dari sana. Mereka menyebutkan ada kawanan ogre dan troll yang lebih aktif, dan bahkan beberapa makhluk magis yang biasanya jarang terlihat."
Wanita dengan perisai itu menambahkan, "Beberapa saat lalu, seorang petualang bernama Alan yang berhasil kembali menyebutkan ada aura aneh yang mengganggu di hutan. Mereka mengatakan itu mungkin terkait dengan artefak kuno yang terkubur di suatu tempat di hutan tersebut."
Mendengar kata "artefak kuno," perhatian Arlan meningkat. "Artefak kuno? Apa kalian punya informasi lebih lanjut tentang itu?"
Pria berjanggut itu menggeleng, "Sayangnya, tidak banyak yang tahu pasti. Hanya rumor yang beredar bahwa sesuatu telah membangkitkan monster-monster itu, mungkin memang artefak kuno. Jika kau ingin lebih tahu, kau harus menjelajahi hutan itu sendiri."
Arlan mengangguk, terima kasih atas informasi tersebut. "Terima kasih, informasi kalian sangat membantu. Saya akan mempertimbangkannya."
Setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkannya, Arlan merasa lebih yakin dengan langkah selanjutnya. Dia memutuskan untuk beristirahat malam itu di kota kecil ini, mempersiapkan dirinya untuk menjelajahi hutan yang disebut-sebut penuh bahaya. Besok pagi, dia akan memulai pencarian artefak kuno itu dengan lebih banyak informasi.
Malam itu di tengah hutan, Aria baru saja menghabisi monster-monster yang mengamuk dan hampir keluar dari batas hutan. Tubuhnya masih basah oleh keringat, nafasnya berat, tetapi matanya memancarkan tekad yang kuat. Ia menyeka darah dari pedangnya dan mengamati sekelilingnya dengan waspada. Aria tahu ada sesuatu yang tidak beres. Monster-monster ini seharusnya tidak berkeliaran di tempat ini, apalagi dalam jumlah yang begitu besar. Dengan hati-hati, ia mulai menyelidiki daerah asal monster-monster tersebut, mencari petunjuk tentang apa yang mungkin memicu kegelisahan mereka.
Bagian 2
Di Eldoria, Louis dan regunya terlihat baru saja menyelesaikan sebuah misi. Mereka menuju guild petualang di kota itu tempat di mana mereka bisa menjual bahan-bahan yang mereka peroleh selama misi, serta mendapatkan informasi terbaru.
Sesampainya di guild, mereka melihat bahwa tempat itu lebih ramai dari biasanya. Para petualang berkumpul dalam kelompok-kelompok, berbicara dengan nada serius. Louis, Darius, dan Sylphia berjalan menuju papan pengumuman di dinding, tempat di mana berita dan informasi penting sering dipajang. Di sana, mereka melihat sebuah berita peringatan yang baru diumumkan.
"Perhatian semua petualang!" bunyi pengumuman itu. "Ada peningkatan signifikan dalam aktivitas monster di hutan di kawasan ini. Beberapa petualang telah melaporkan serangan dari kelompok monster yang lebih besar dan lebih agresif dari biasanya. Harap berhati-hati dan berhati-hati saat memasuki hutan."
Louis membaca pengumuman itu dengan cermat, wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Ini tidak biasa. Kemarin kita bertemu troll dan ogre yang biasanya tidak berada di hutan ini. Sepertinya ada yang memicu mereka keluar dari tempat persembunyian."
Darius mengangguk, "Aku setuju. Ini sangat aneh. Troll dan ogre seharusnya tidak muncul di hutan ini, apalagi dalam jumlah yang begitu besar. Mungkin ada sesuatu yang memaksa mereka keluar."
Sylphia, yang selalu waspada terhadap perubahan energi magis, merasakan sesuatu yang tidak biasa. "Aku merasakan aura yang aneh di sekitar hutan. Mungkin ada sesuatu yang terjadi di dalam sana yang membuat monster-monster itu gelisah."
Mereka memutuskan untuk duduk dan membicarakan langkah selanjutnya. "Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di hutan itu," kata Louis dengan tegas. "Ini mungkin berbahaya, tapi kita tidak bisa membiarkan monster-monster itu terus menyerang tanpa alasan yang jelas."
Sylphia setuju. "Kita bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik. Kita perlu memiliki semua perlengkapan yang kita perlukan dan mungkin mencari informasi tambahan dari petualang lain."
Mereka pun menghabiskan beberapa jam berikutnya di guild, berbicara dengan petualang lain dan mendengarkan cerita-cerita mereka. Beberapa petualang melaporkan melihat makhluk ajaib yang biasanya jarang terlihat, sementara yang lain menyebutkan aura aneh yang mereka rasakan di sekitar hutan.
Setelah mendapatkan informasi yang cukup, Louis, Darius, dan Sylphia memutuskan untuk pergi ke pasar dan mempersiapkan diri dengan lebih baik. Mereka membeli perlengkapan tambahan, memperbarui senjata mereka, dan memastikan mereka siap menghadapi apa pun yang mungkin mereka temui di dalam hutan.
"Baiklah," kata Louis akhirnya. "Kita sudah siap. Besok pagi kita akan masuk ke hutan dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Semoga kita bisa menemukan penjelasan dan menghentikan ancaman ini sebelum menjadi lebih buruk."
Dengan tekad yang kuat, mereka bertiga meninggalkan guild dan kembali ke tempat tinggal mereka, bersiap untuk hari yang penuh tantangan. Peningkatan aktivitas monster ini bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan, dan mereka tahu bahwa nasib banyak orang mungkin bergantung pada apa yang akan mereka temukan di dalam hutan.
Pagi berikutnya, suasana kota Eldoria masih segar dengan embun pagi yang belum menguap sepenuhnya. Louis, Darius, dan Sylphia bangun lebih awal dari biasanya, bertekad untuk memulai misi mereka sebaik mungkin. Mereka memeriksa kembali perlengkapan mereka, pedang Louis yang baru diasah, busur dan anak panah Darius yang sudah memegang rapi di punggungnya, serta buku mantra dan tongkat sihir Sylphia yang bersinar lembut di bawah cahaya pagi.
"Kita siap?" tanya Louis sambil mengikatkan sarung pedangnya.
"Siap," jawab Darius mantap. "Aku rasa kita sudah cukup mempersiapkan diri."
Sylphia mengangguk. "Kita harus berhati-hati. Ada yang aneh dengan energi magis di sekitar hutan ini. Kita harus selalu waspada."
Mereka bertiga berjalan dengan langkah pasti menuju hutan yang menjadi tujuan mereka. Setibanya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak untuk mengatur napas dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Udara di sekitar hutan terasa lebih berat, seolah-olah dipenuhi oleh ketegangan yang tak terlihat. Burung-burung tidak berkicau, dan suara binatang lainnya hampir tidak terdengar, menciptakan keheningan yang tidak biasa.
"Sebaiknya kita mulai dari tempat di mana kita terakhir kali bertemu ogre itu," usul Louis.
Darius dan Sylphia setuju. Mereka menyusuri jejak langkah mereka yang lalu, bergerak perlahan dan hati-hati melalui pepohonan yang lebat. Hutan ini sudah tidak asing bagi mereka, tetapi hari ini rasanya berbeda. Setiap langkah mereka disertai dengan kewaspadaan ekstra, mata mereka terus bergerak, mengawasi setiap gerakan kecil di sekitar.
Setelah beberapa saat berjalan, mereka tiba di tempat di mana mereka bertemu dengan ogre kemarin. Tanah di sekitarnya masih menunjukkan tanda-tanda pertarungan, cabang-cabang pohon yang patah, tanah yang tergali, dan bekas jejak kaki besar. Louis memeriksa sekeliling dengan seksama.
"Ada yang merasa aneh dengan tempat ini?" tanya Louis.
Sylphia mengangguk. "Aku bisa merasakan residu energi magis yang sangat kuat di sini. Ini bukan energi biasa. Sesuatu yang sangat kuat ada di sini."
Darius memegang busurnya lebih erat. "Mungkin kita harus mencari sumber energi ini. Bisa jadi itu yang menyebabkan monster-monster ini keluar dari tempat persembunyian mereka."
Mereka memutuskan untuk mengikuti jejak energi magis tersebut. Sylphia memimpin jalan, merasakan aliran energi dengan menggunakan tongkat sihirnya. Mereka berjalan semakin dalam ke dalam hutan, melewati daerah yang belum pernah mereka jelajahi sebelumnya. Semakin jauh mereka berjalan, semakin kuat perasaan aneh itu.
Tiba-tiba, Sylphia berhenti. "Di sini. Sumber energi itu ada di sekitar sini."
Louis dan Darius melihat sekeliling. Mereka berada di sebuah area terbuka kecil yang dikelilingi oleh pepohonan tinggi. Di tengah area tersebut, ada sebuah batu besar yang tampak mencolok. Batu itu terlihat seperti batu biasa, tetapi Sylphia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar penampilan luarnya.
"Kita harus hati-hati," kata Sylphia sambil mendekati batu itu dengan perlahan.
Saat mereka mendekati batu itu, tiba-tiba tanah di sekitar mereka mulai bergetar. Dari balik pepohonan, muncul makhluk-makhluk yang sebelumnya hanya mereka dengar dalam cerita: sekelompok goblin bersenjata, troll yang lebih besar dari yang mereka temui kemarin, dan makhluk magis lainnya. Mata mereka penuh dengan niat jahat, dan mereka perlahan mengelilingi Louis, Darius, dan Sylphia.
"Kita sudah ketahuan," bisik Darius sambil menarik busurnya.
"Kita tidak punya pilihan lain selain bertarung," jawab Louis, menghunus pedangnya.
Pertarungan pun dimulai. Louis maju dengan pedangnya, mengayunkan dengan kekuatan penuh untuk melawan para goblin yang menyerangnya. Darius berdiri di belakang, memanah dengan kecepatan yang luar biasa, menembakkan anak panah satu demi satu ke arah makhluk-makhluk tersebut. Sementara itu, Sylphia menggunakan sihirnya untuk menciptakan perisai pelindung dan melancarkan serangan magis kepada musuh-musuh mereka.
Pertarungan berlangsung sengit. Mereka berusaha keras untuk mempertahankan posisi mereka dan melawan serangan yang datang dari berbagai arah. Louis berjuang dengan gigih, membelah musuh dengan pedangnya, sementara Darius terus memanah dengan ketepatan yang luar biasa. Sylphia, di sisi lain, melancarkan mantra-mantra sihir yang kuat untuk menghancurkan musuh-musuh yang mendekat.
Pertarungan di hutan semakin sengit. Louis, Darius, dan Sylphia berjuang keras melawan makhluk-makhluk yang terus menyerang mereka. Mereka sudah hampir kehabisan tenaga, namun tetap tidak menyerah. Ketika mereka hampir terdesak, Sylphia melihat peluang. Dia mengeluarkan bola petir yang dia dapatkan dari tukang sihir di Eldoria. Dengan segenap kekuatannya, dia melemparkan bola itu ke arah troll yang terbesar. Ledakan petir itu membutakan indra para monster sementara, memberi mereka waktu untuk kabur.
"Ayo, sekarang!" teriak Sylphia.
Mereka bertiga segera melarikan diri, meninggalkan makhluk-makhluk itu dalam kebingungan. Mereka berlari secepat mungkin, tidak peduli pada arah yang mereka tuju, yang penting mereka bisa keluar dari hutan itu dengan selamat. Namun, dalam kepanikan dan kelelahan, kaki Sylphia tersandung akar pohon yang menonjol dari tanah. Ia terjatuh dengan keras. Ketika ia berusaha bangkit, seekor ogre besar muncul, siap untuk memukulnya dengan kekuatan yang menghancurkan.
"Sylphia!" teriak Louis, yang melihat bahaya itu dan berlari secepat mungkin untuk menyelamatkannya, meski ia tak tau masih sempat atau tidak.
Bagian 3
Di saat yang sangat kritis itu, tiba-tiba sebuah tebasan cepat dan kuat membelah ogre tersebut menjadi dua. Darah mengucur dan ogre itu jatuh mati di tanah. Louis dan Darius segera menghampiri Sylphia dan membantunya bangun.
"Kau baik-baik saja?" tanya Louis, napasnya masih tersengal.
"Aku... aku baik-baik saja," jawab Sylphia, masih shock dari kejadian tersebut. "Tapi siapa yang menyelamatkan kita?"
Saat mereka bertiga melihat sekeliling, seorang pria berpakaian serba hitam muncul dari bayang-bayang pepohonan. Dia membawa pedang besar yang tampak sangat kuat dan berbahaya. Pria itu berjalan mendekati mereka dengan langkah yang tenang namun penuh wibawa.
"Apakah kalian baik-baik saja?" tanya pria tersebut dengan suara tenang namun penuh kekuatan.
"Kami baik-baik saja, terima kasih sudah menolong kami. Kalau boleh tahu, anda siapa?" tanya Darius, masih memegang busurnya dengan waspada.
"Aku Arlan," jawab pria itu. "Aku seorang petualang kelas S. Aku kebetulan lewat dan melihat kalian dalam kesulitan."
Louis, Darius, dan Sylphia seketika terkejut sekaligus kagum mendengar nama yang tidak asing tersebut. Mereka pernah mendengar tentangnya dari Aria, teman Louis dan Darius. Aria pernah bercerita tentang regunya yang legendaris, di mana Arlan adalah pemimpin regu.
Louis melihat Arlan dengan penuh rasa kagum. "Jadi anda adalah Arlan. Kami pernah mendengar tentang anda dari Aria."
Arlan pun mengangkat alisnya. "Begitu ya."
"Terima kasih telah menyelamatkan kami," kata Louis dengan penuh rasa hormat. "Kami benar-benar berhutang budi padamu."
"Tidak perlu berterima kasih," jawab Arlan dengan senyum tipis. "Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Apa yang kalian lakukan di sini? Hutan ini semakin berbahaya akhir-akhir ini."
"Kami sedang dalam misi untuk menyelidiki aktivitas monster yang meningkat di hutan ini," jawab Sylphia. "Kami tidak menyangka akan menghadapi makhluk sekuat itu."
Arlan mengangguk. "Aku juga sedang menyelidiki hal yang sama. Sepertinya ada sesuatu yang mempengaruhi monster-monster ini dan membuat mereka lebih agresif."
"Kita harus segera kembali ke Eldoria dan melaporkan ini kepada guild," kata Darius. "Ini lebih serius daripada yang kita kira."
Arlan setuju. "Baiklah, mari kita pergi bersama. Akan lebih aman jika kita bergerak dalam kelompok."
Dengan Arlan bergabung dengan mereka, perjalanan kembali ke Eldoria menjadi lebih tenang. Mereka tidak menemui masalah besar di sepanjang jalan, berkat kehadiran petualang kelas S yang melindungi mereka. Louis, Darius, dan Sylphia merasa lebih aman dan percaya diri dengan Arlan di sisi mereka.
Dalam perjalanan, mereka berbincang-bincang. "Jadi kalian mengenal Aria?" Tanya Arlan.
"Benar, kami pertama kali bertemu saat menyelamatkan seseorang di hutan. Ketika itu aku dan Darius sedang berusaha menyelamatkan seorang gadis yang disekap oleh beberapa bandit. Namun kami kewalahan menghadapi mereka. Saat kami hampir kalah, Aria datang dan menyelamatkan kami." Jelas Louis.
Arlan terkesan dengan aksi heroik mereka menyelamatkan orang yaang diserang bandit. "Aku terkesan dengan keberanian dan kepedulian kalian. Akhir-akhir ini aku juga kerap menjumpai bandit di jalan-jalan yang menghubungkan tiap desa dan kota. Mungkin mereka ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas monster."
Arlan pun mulai bercerita tentang masa lalunya dan regu petualangnya.
"Regu kami dulunya terdiri dari enam orang," kata Arlan dengan suara yang penuh kenangan. "Selain aku, juga ada Aria, seorang penyihir hebat dari ras elf, Kemudian Griselda, seorang ahli pedang yang sangat berbakat. Roland, seorang pemanah ulung, kemudian Fenrir, ahli pedang dengan energi magis, dan terakhir Maria, seorang healer."
Louis mendengarkan dengan saksama, dan seketika terkejut saat mendengar nama Griselda. "Griselda? Ia kesatria kerajaan beberapa saat ini melatihku di desa Gatewood."
Arlan tersenyum tipis. Benar, kami telah melalui banyak petualangan bersama. Mengalahkan monster-monster kuat, menemukan artefak kuno, dan melindungi desa-desa dari ancaman yang datang. Namun, salah satu petualangan kami yang paling kuingat adalah ketika kami menghadapi seekor naga besar di Gunung Zephyr. "
Arlan melanjutkan ceritanya, menggambarkan pertempuran sengit melawan naga itu. Mereka berhasil mengalahkannya berkat kerja sama tim yang luar biasa, tetapi dengan pengorbanan yang besar. "Kami kehilangan Fenrir dalam pertempuran itu," katanya dengan nada sedih. "Dia mengangkat dirinya untuk mengalihkan perhatian naga sehingga kami bisa menyerangnya dengan serangan terakhir."
Darius dan Sylphia mendengarkan dengan penuh perhatian, merasakan kedalaman kehilangan yang dirasakan Arlan. "Itu pasti sangat berat," kata Darius dengan suara pelan.
"Benar," jawab Arlan. "Kehilangan seorang rekan adalah hal yang paling tidak diinginkan oleh seorang petualang. Tapi itu juga mengajarkan kami betapa pentingnya kerja sama dan keberanian."
Mereka terus berjalan, mendengarkan kisah-kisah lain dari Arlan tentang petualangan mereka, termasuk berbagai artefak kuno yang mereka temukan dan musuh-musuh kuat yang mereka kalahkan. Arlan juga menceritakan bagaimana regunya bubar setelah bertahun-tahun berpetualang bersama.
"Aku dan Aria terkadang masih berpetualang, meski tidak bersama-sama setiap saat," kata Arlan. "Griselda memutuskan untuk mengabdi ke kerajaan dan melatih generasi baru, seperti yang dia lakukan padamu, Louis. Roland kembali ke desanya, Maria menemukan cintanya dan menikah. Dan Fenrir, ya, kita semua masih merindukannya."
Louis, Darius, dan Sylphia merasa terinspirasi oleh kisah-kisah Arlan. Mereka menyadari bahwa menjadi petualang bukan hanya tentang kekuatan dan keterampilan, tetapi juga tentang persahabatan, keberanian, dan pengorbanan.
Setibanya di Eldoria, mereka langsung menuju guild petualang untuk melaporkan apa yang mereka temukan. Keberadaan Arlan bersama mereka menambah bobot laporan mereka, dan para petualang lainnya di guild mendengarkan dengan serius.