Bagian 1
Pagi yang menjelang siang itu terasa cerah dan hangat, Louis, Darius, dan Aria akan segera tiba di ibukota kerajaan. Dari jauh, mereka melihat megahnya Istana di atas bukit, serta bangunan-bangunan indah yang tersusun rapi di bawahnya. Mereka pun takjub melihat keindahan ibukota, karena baru kali ini mereka mengunjungi ibukota.
"Kau lihat itu, Darius? Aku belum pernah melihat kota sebelumnya." Kata Louis.
"Aku juga tak menyangka kita akan pergi ke sini." Kata Darius.
"Ayo, akan kuantar kalian ke Istana." Charlotte mengajak mereka bertiga ke Istana kerajaan.
Mereka pun memasuki gerbang kota. Di sana mereka mengantri untuk pengecekan. Dan ketika sampai, para prajurit yang menjaga gerbang pun terkejut setelah melihat Charlotte.
"Tuan putri?" kata salah seorang prajurit. "Dimana rombongan anda? Bukankah anda bersama yang lain?" lanjutnya.
Charlotte pun menceritakan kejadian yang ia alami, dimana ia dan rombongannya diserang bandit, kemudian Louis, Darius, dan Aria datang menyelamatkannya. Namun sayang, tak ada yang tersisa dari rombongannya. Para prajurit pun terkejut setelah mengetahui kejadian yang dialami Charlotte. Mereka pun mengawal Charlotte dan yang lain menuju istana.
Selama perjalanan menuju istana, mereka melihat sekeliling yang ada di ibukota. Ibukota kerajaan terlihat megah dengan bangunan-bangunan megah dengan arsitektur yang indah. Jalanan kota terbuat dari batu bata yang tertata rapi, memancarkan kesan bersih dan teratur. Orang-orang berlalu lalang dengan berbagai aktivitas, menambah kesan hidup di kota ini. Para pedagang berjajar di sepanjang jalan, menawarkan dagangan mereka yang beragam, mulai dari buah-buahan segar hingga perhiasan yang berkilauan. Aroma makanan lezat yang dijajakan di kios-kios kecil menggoda hidung mereka, menambah suasana yang meriah.
"Kalian pasti akan mendapatkan hadiah dari Yang Mulia karena telah menolong tuan putri." Bisik salah satu prajurit kepada Louis. Louis pun hanya tersenyum grogi.
Sesampainya di gerbang utama istana, para penjaga segera mengenali Charlotte dan dengan cepat membuka pintu besar yang terbuat dari besi kokoh. Mereka membungkuk dalam-dalam sebagai tanda hormat kepada putri kerajaan yang telah kembali dengan selamat. Charlotte memimpin yang lain masuk ke halaman istana yang luas dan asri, dipenuhi oleh taman bunga yang menawan dan air mancur yang indah. Para pelayan dan pengawal segera menyambut mereka, memandu langkah mereka menuju bagian dalam istana.
Louis, Darius, dan Aria merasa takjub dengan kemegahan istana yang terbuat dari marmer putih dengan hiasan-hiasan emas di setiap sudutnya. Mereka berjalan melewati koridor yang panjang dengan lantai berkilauan, dikelilingi oleh lukisan-lukisan indah yang menggambarkan sejarah panjang kerajaan. Hati mereka berdebar-debar, bukan karena ketakutan, tetapi karena grogi dan rasa bangga telah berhasil menyelamatkan Charlotte dan kini diberi kehormatan untuk bertemu dengan Raja. Sebelum itu, mereka dipersilakan untuk menunggu di ruang tamu yang megah, dan disuguhkan dengan makanan yang lezat, sementara Charlotte langsung bergegas menemui sang Raja yang menunggunya.
"Charlotte, putriku!" seru Raja Theodore dengan suara yang dalam dan penuh kasih sayang. "Aku sangat khawatir!"
Charlotte menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku baik-baik saja, Ayah. Semua ini berkat mereka. Mereka menyelamatkanku dari para bandit dan mengantarku kembali dengan selamat." Charlotte pun bercerita tentang semua yang terjadi selama perjalanan.
Raja Theodore terkejut setelah mendengar cerita dari Charlotte dan memeluk putrinya itu erat-erat. Ia sangat bersyukur putrinya masih diberikan keselamatan hingga saat ini ia masih bisa melihatnya tersenyum.
Beberapa saat kemudian, Louis, Darius, dan Aria dipersilakan menghadap sang Raja. Begitu mereka masuk, mereka berada di sebuah ruangan yang luas. Beberapa bangsawan duduk rapi di sisi kanan dan kiri, dan prajurit berbaris rapi di sudut ruangan. Seorang pria paruh baya dengan janggut lebat dan mata yang menunjukkan kebijaksanaan. Ia tidak lain adalah sang Raja, Raja Theodore, berdiri dari tahtanya dengan wajah penuh kelegaan. Adapun putri Charlotte dan saudara-saudaranyanya duduk di kursi-kursi megah yang berada di samping singgasana Raja.
Sang Raja pun memandang Louis dan lainnya tersebut dengan penuh rasa terima kasih. Ia pun maju beberapa langkah. "Kalian telah menyelamatkan putriku, Charlotte dari marabahaya. Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi seandainya Charlotte tidak bertemu dengan kalian. Aku merasa berhutang budi kepada kalian. Sebagai tanda terima kasih, aku ingin memberikan kalian hadiah yang layak."
Louis, yang merasa sedikit canggung dengan perhatian sebesar itu, merendahkan diri dengan membungkuk hormat. "Izinkan hamba memperkenalkan diri, Yang Mulia… Nama saya adalah Louis, Louis Bronze." Louis memperkenalkan dirinya kepada sang Raja. "Yang Mulia, kami hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Sebagai sesama manusia, kita harus saling tolong-menolong. Terlebih lagi nona Charlotte adalah seorang putri yang merupakan masa depan kerajaan. Tentu keselamatan Putri Charlotte adalah yang terpenting bagi kami." Lanjutnya.
Raja pun takjub dengan Louis yang begitu tulus. Sang Raja pun bertanya apakah mereka punya impian yang bisa ia wujudkan.
"Baiklah kalau begitu, apakah kalian memiliki harapan atau mimpi?" tanya sang Raja.
Louis mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Yang Mulia, impian saya adalah menjadi kesatria yang bisa melindungi desa dan kerajaan seperti ayah saya."
Raja Theodore memiringkan kepalanya, tertarik. "Sangat mengesankan! Kalau boleh tau, siapakah ayahmu, anak muda?"
Louis menegakkan tubuhnya. "Nama ayah saya adalah Rosvelt Bronze."
Raja Theodore terkejut mendengar itu. "Rosvelt Bronze katamu?" kata sang Raja dengan rasa terkejut dan kemudian menundukkan pandangan. "Hmm… jadi begitu. Rosvelt Bronze… Dulu ayahmu adalah ksatria terbaik yang pernah dimiliki kerajaan ini. Dia gugur saat berusaha melindungi desanya seorang diri dari gelombang serangan monster sebelum bantuan dari ibukota tiba. Seandainya aku mengirimkan bantuan lebih cepat, mungkin ayahmu masih bisa selamat. Ini adalah salahku karena aku kurang peka." Ujar sang Raja dengan ekspresi sedih.
Bagian 2
"16 tahun lalu, ada lonjakan serangan monster. Saat itu, aku masih menjadi putra mahkota sekaligus pimpinan ksatria, dan Rosvelt adalah tangan kananku. Aku terlambat menyadari adanya gelombang monster yang akan menyerang kerajaan, dimulai dari desa Gatewood. Saat itu, ayahmu masih muda, ia adalah pejuang yang tangguh. Aku benar-benar mengenalnya. Saat itu, ayahmu berjuang seorang diri ketika gelombang monster menyerang desamu. Sepeninggal ayahmu, kerajaan kehilangan sosok kesatria yang hebat." Sang Raja menceritakan berbagai pengalamannya bersama ayah Louis ketika masih hidup.
"Dulu, ayahmu adalah salah satu orang kepercayaanku. Ia juga seorang teman yang selalu mendukungku ketika kami masih muda. Dan sekarang, putranya telah menyelamatkan putriku dari marabahaya. Aku sampai tidak tahu harus melakukan apa untuk membalas budi kepada kalian." Lanjut sang Raja.
Louis menundukkan kepalanya dengan hormat. "Ayah saya adalah pahlawan sejati. Saya ingin mengikuti jejaknya dan melindungi desa kami, Gatewood, serta kerajaan ini."
Raja Theodore mengangguk, penuh rasa haru. "Aku akan membantumu mewujudkan impianmu. Louis, aku yakin suatu saat kau akan menjadi seorang ksatria yang hebat di kerajaan ini, sama seperti ayahmu. Aku akan mengirimkan salah satu ksatria terbaik kami untuk melatihmu sekaligus menjaga desa Gatewood. Anggap saja ini adalah tanda terima kasihku kepadamu dan almarhum ayahmu. Kami bangga memiliki kalian."
"Terima kasih, Yang Mulia, saya sangat menghormati pemberian anda." Balas Louis.
Sang Raja tersenyum. Kemudian ia menoleh ke arah Darius. "Baiklah, bagaimana denganmu anak muda, siapa namamu? Dan sebutkan saja apa keinginanmu." Lanjut sang Raja.
Darius, yang berdiri di samping Louis, melangkah maju. Dan berbicara dengan hormat. "Izinkan saya memperkenalkan diri Yang Mulia, nama saya Darius Leonhart. Yang Mulia, saya memiliki impian untuk menjadi petualang yang hebat untuk dapat berburu monster langka. Bahan-bahan yang didapat dari monster langka memiliki nilai jual yang tinggi. Sebenarnya, saya ingin menjadi pengusaha bahan langka, hanya saja saya ingin memulainya dengan menjadi petualang untuk memperoleh modal."
Raja tersenyum. "Sangat menarik! Aku akan memberikanmu surat rekomendasi untuk bergabung dengan guild petualang terbaik di kerajaan ini. Itu akan membantumu mencapai tujuanmu."
"Hamba sangat berterima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia." Kata Darius sambil membungkukkan badan. Darius memang sangat mahir dalam berkomunikasi dengan bangsawan. Hal ini ia peroleh dari orang tuanya ketika mereka masih memiliki bisnis dengan para bangsawan.
Setelah itu Raja berbicara kepada Aria. "Bagaimana denganmu nona? Apakah ada keinginan yang ingin kau sampaikan?"
Aria pun mengangkat wajahnya dengan tatapan penuh harapan. Seraya ia berkata, "Permintaan saya sederhana, Yang Mulia. Akhir-akhir ini banyak petualang yang berburu di hutan elf. Bagi kami, hutan ini adalah tempat yang keramat. Saya berharap anda bisa menekan para petualang untuk membatasi aktivitas di sekitar hutan elf."
Raja pun menundukkan pandangan sambil berfikir. "Hmm… baiklah. Saat ini memang banyak petualang yang memasuki wilayah terlarang tanpa izin dari tetua elf sehingga seringkali menimbulkan konflik. Aku sangat menyayangkan hal tersebut. Untuk kedepannya, aku akan memberikan surat kepada guild petualang untuk membatasi aktivitas para petualang di sekitar hutan yang dihuni para elf."
"Terima kasih Yang Mulia, saya sangat menghormati kebijakan anda." Kata Aria.
Malam itu, Louis dan Darius dipersilakan menginap di istana. Mereka tinggal di bangunan megah di samping istana utama. Sedangkan Aria memutuskan mencari penginapan sekaligus jalan-jalan menyusuri kota. Sebelumnya ia juga langsung berpamitan karena besok pagi sekali ia akan langsung pulang ke desa elf, karena ia telah pergi cukup lama.
Pagi hari tiba, fajar menyingsing, menerangi keindahan ibukota Lumania. Louis dan Darius terbangun di kamar yang mewah dan bersih, serta disambut beberapa pelayan. Ini adalah pagi yang indah bagi mereka, terbangun di sebuah istana megah. Mungkin ini adalah momen yang hanya terjadi satu kali dalam seumur hidup mereka. Mereka keluar dari kamar, menyusuri koridor menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Kau tau Louis, ini adalah momen paling menakjubkan dalam hidupku. Terbangun di sebuah istana megah dan dikelilingi oleh pelayang yang akan membantu kita." kata Darius.
"Benar, tapi bagaimanapun kampung halaman kita tetaplah yang terbaik bagi kita, dan menjadi tempat kita untuk pulang. Sama seperti ayahku, seuatu saat ketika aku mencapai impianku, aku takkan pergi jauh kemana-mana. Aku akan tetap berada di desaku untuk melindungi keluarga dan warga desa, sama seperti ayahku." Kata Louis.
Setelah membersihkan diri, Louis dan Darius menemui putri Charlotte di taman istana. Taman itu dipenuhi bunga berwarna-warni yang tertata dengan rapi. Terdapat pula beberapa patung yang aestetik dan air mancur. Capung dan kupu-kupu berterbangan di sekitar taman itu. Louis dan Darius takjub dengan pemandangan tersebut. Mereka pun segera menghampiri putri Charlotte di meja besar yang berada di taman tersebut. Mereka juga disuguhkan dengan berbagai makanan lezat yang disediakan oleh pelayan.
"Selamat pagi tuan putri." Louis memberi salam hangat kepada putri Charlotte. Sang putri pun tersipu dan grogi.
"Selamat pagi juga. Kalian terlihat tampan hari ini." Jawab Charlotte.
"Eh.?" Louis kaget dan tersipu.
"Eh.?" Charlotte baru sadar apa yang baru saja ia katakan.
"Haaaaa!!! Kenapa aku terang-terangan memuji ketampanan merekaa?!!" batin putri Charlotte sambil menahan malu. "Emm… maksudku kalian terlihat sangat segar pagi ini. Silakan duduk, kita akan sarapan di sini pagi ini." Lanjut Charlotte untuk menutupi kata-kata sebelumnya yang membuatnya salting.
"Ayo silakan, kami sudah menyiapkan ini semua untuk anda semua." Lanjut salah satu pelayan sambil mempersilakan mereka sarapan pagi. Mereka pun menikmati sarapan dengan hidangan yang lezat, yang tidak pernah mereka rasakan di desa.
"Suatu saat ketika aku telah menjadi pengusaha, aku akan membuka restoran yang menyediakan makanan lezat seperti ini!" ujar Darius. Louis tersenyum dan mendukung sahabatnya itu.
Setelah makan, Raja memanggil mereka. Sang Raja memperkenalkan mereka dengan Griselda, seorang wanita berusia dua puluhan akhir, dengan postur tubuh agak tinggi, rambut panjang ekor kuda berwarna coklat gelap, dan mata biru langit. Ia adalah salah satu kesatria terbaik yang dimiliki kerajaan.
"Louis, ia adalah Griselda, salah satu kesatria terbaik kami. Ia akan melatihmu di desa hingga kau bisa menjadi kesatria hebat seperti ayahmu. Ia juga akan menjaga desamu, sesuai janjiku kemarin." Kata sang Raja.
"Kemarilah Darius." Raja memanggil Darius dan memberikan surat rekomendasi untuk diberikan pada guild petualang.
"Terima kasih Yang Mulia, hamba sangat terbantu." Kata Darius. Setelah itu mereka pun mengundurkan diri dari ruang tahta. Mereka berbincang-bincang sembari berjalan di koridor istana.
Louis berkenalan dengan Griselda dan saling menceritakan kehidupan mereka. "Jadi ayahmu adalah kesatria yang hebat, dan kau ingin mengikuti jejaknya?" tanya Griselda. Louis mengangguk. "Benar, aku ingin menjadi kesatria hebat seberti ayahku supaya bisa melindungi orang-orang yang aku sayangi." Katanya.
"Kalau tidak salah, di istana ada tempat untuk latihan prajurit. Maukah kamu melatihku sebentar disana?" Tanya Louis dengan penuh berharap. "Boleehh…" jawab Griselda. "Bolehkah aku ikut?" tanya Darius sambil tersenyum. "Tidak masalah." Jawab Griselda dengan tersenyum. "Ayo kita berlatih bersama!" ujar Louis. Mereka pun menuju tempat latihan prajurit.
Siang itu, mereka bertiga latihan di sebuah lapangan yang dikelilingi tembok tinggi. Tempat itu tak lain adalah tempat dimana para kesatria dan prajurit kerajaan berlatih untuk mengasah kemampuan mereka.
"TANGGGG!!! TANG!! TANGG!!!!"
Nautlus berlatih menggunakan pedang dengan Griselda. Mereka terlihat serius dalam berlatih. Ini adalah usaha Louis demi bisa meraih impiannya, menjadi kesatria hebat seperti ayahnya. Seperti kata pepatah, tak ada orang yang meraih impiannya dengan instan. Setiap kesuksesan dan pencapaian, pasti ada usaha dan keringat yang sangat melelahkan. Itulah yang dipahami Louis, ia yakin impian yang ingin ia gapai tak mungkin dapat ia raih dengan mudah. Karena itulah ia harus berusaha keras.
Dalam latihan tersebut, Louis mengeluarkan semua jurus yang ia latih di desa. Peraturannya adalah ia harus mengenai Griselda setidaknya dua kali dalam menyerang, atau menjatuhkannya. Namun itu sangatlah sulit. Griselda adalah kesatria yang terlatih yang memiliki banyak pengalaman. Ia juga menguasai banyak teknik pedang. Ketika giliran Griselda menyerang, Louis kewalahan menagkis dan menghindari serangannya yang sangat cepat dan sulit ditebak, meski tentunya ia hanya mengeluarkan sebagian kecil kemampuannya. Kemudian, sebuah anak panah melesat nyaris mengenai wajah Griselda, namun tentu ia berhasil menghindarinya dengan mudah. Itu adalah anak panah yang ditembakkan Darius. Darius pun kembali menembakkan beberapa anak panah namun semuanya dapat dihindari dan ditangkis dengan mudah oleh Griselda. Dan dalam sekejap Griselda telah berada persis di samping Darius sehingga membuatnya terkejut. Griselda pun menendang kaki Darius hingga jatuh, namun tentunya ia hanya menendang dengan pelan untuk porsi kesatria profesional. Mereka berdua terlihat terengah-engah setelah berlatih cukup lama.
"Baik, hari ini cukup sampai sini." Kata Griselda.
"Terima kasih untuk hari ini, nona Griselda." Jawab Louis. "Berkat anda kami memperoleh pengalaman yang berharga." Lanjutnya.
"Apakah ada yang terluka?" Tanya Griselda. Louis dan Darius mengatakan kalau mereka baik-baik saja. Kemudian Griselda mengajak mereka berkeliling tempat itu, sambil mengenalkan mereka kepada beberapa prajurit dan kesatria lain. Beberapa prajurit pun terkesan dengan keberanian Louis dan Darius yang menyelamatkan putri Charlotte dari para bandit.
Sore harinya, Louis dan Darius mencari penginapan untuk mereka beristirahat malam ini, karena besoknya mereka akan pulang. Sebelumnya, sang Raja menawarkan mereka untuk menginap di istana saja hingga mereka pulang, namun Louis tentu tidak enak jika terus-terusan berada di istana. Ia tau diri dan tidak ingin merepotkan mereka lebih banyak, sehingga ia dan Darius mencari penginapan di kota.
Ketika mereka mencari penginapan, mereka mampir untuk membeli makan malam. Mereka menikmati makan malam di sebuah bar sambil berbincang-bincang mengenai rencana perjalanan mereka besok. Setelah itu, mereka melanjutkan mencari penginapan yang murah namun bersih dan aman.
Setelah berjalan cukup lama, mereka akhirnya menemukan sebuah penginapan yang murah. Mereka disambut resepsionis yang cantik dan ramah dan kemudian memesan kamar untuk istirahat.
Malam itu, Louis dan Darius berbincang-bincang sambil tiduran di kasur masing-masing. "Kau tau, Darius? Seharian ini aku merasa sangat bahagia. Bangun di sebuah istana yang mewah, sarapan dengan hidangan lezat di taman yang indah dan disambut seorang putri yang anggun, kemudian berlatih dengan seorang kesatria hebat. Ini hadalah salah satu hari yang paling berkesan dalam hidupku…" Kata Louis. "Dan besok kita akan pulang, meninggalkan ibukota beserta keindahannya dan kembali ke desa tempat kita pulang. Aku takkan melupakan setiap momen yang kualami di sini. Mungkin besok aku akan merindukan ibukota beserta istananya." Lanjutnya.
Darius mengangguk. "Benar, aku juga merasakan hal tersebut. Mungkin sekarang kita merasa tak ingin meninggalkan kota ini, tapi bagaimana pun kita harus pulang ke desa tempat kita lahir dan tumbuh. Keluarga kita pasti juga menunggu kepulangan kita"
"Benar sekali, Darius." Ujar Louis.
Setelah berbincang-bincang, mereka pun terlelap tidur setelah menjalani hari yang panjang.
Bagian 3
Keesokan harinya, mereka bangun dengan sinar matahari yang menyinari kamar mereka melalui jendela dan ventilasi. Setelah beres-beres, mereka menuju lantai bawah untuk memesan sarapan. Pagi itu, mereka sarapan bersama orang-orang yang juga menginap di situ. Di antara mereka ada pengembara, pedagang, petualang, dan prajurit keamanan.
"Jadi berapa keuntungannya? // kalau tidak salah, 20 keping emas!"
"Oh benarkah? Kudengar monster itu sangat berbahaya!"
"Sepertinya kita harus memberikan edukasi tentang keamanan kota kepada para penduduk."
Banyak perbincangan di tempat itu sembari mereka menikmati sarapan.
Setelah selesai sarapan, mereka membereskan barang-barang mereka dan membayar biaya penginapan dan fasilitasnya.
"Jadi berapa biayanya?" tanya Louis pada resepsionis. "Semuanya 15 koin perak." Jawab resepsionis. Louis pun membayar biaya penginapan. "Terima kasih!" kata resepsionis setelah menerima uang dari Louis.
Setelah itu, mereka langsung pergi ke gerbang ibukota. Disana terlihat Griselda dengan kereta kuda dan beberapa perbekalan untuk perjalanan. Terlihat juga putri Charlotte yang ditemani beberapa pelayan dan prajurit istana.
Putri Charlotte terlihat agak sedih ketika akan melepas kepergian mereka. "Apa kalian benar-benar akan pulang sekarang? Setidaknya menginaplah satu hari lagi di sini, aku masih ingin mengenal lebih dekat dengan kalian." katanya.
"Tuan putri, kami memiliki keluarga yang menunggu kami di rumah. Tuan putri jangan khawatir, kami pasti akan kembali menemui anda di lain waktu." Kata Louis sambil tersenyum untuk menenangkan Charlotte.
Charlotte memberikan salah satu gelangnya kepada Louis. "Ini untukmu Louis, anggaplah ini kenang-kenangan untuk mengingatku. Oh ya, sampaikan juga terima kasihku jika bertemu nona elf. Kami belum sempat berbincang lebih lama." Katanya. Louis hanya tersenyum karena ia tak tau akan bertemu Aria lagi atau tidak.
Setelah itu, mereka pun berpisah. Louis, Darius, dan Griselda berangkat meningkalkan ibukota menuju desa Gatewood. Terlihat putri Charlotte terus memandangi mereka hingga mereka benar-benar tak terlihat, sebelum akhirnya kembali ke istana.
Di tengah perjalanan, mereka bertiga saling bercengkrama. Griselda menceritakan masa lalunya dimana ia sudah menjadi yatim piatu sejak berusia tujuh tahun. Ayah dan ibunya meninggal dibunuh bandit ketika mereka pulang dari berdagang di negeri sebelah. Ia selamat setelah ibunya menyembunyikannya di bawah kereta kuda, hingga keesokan harinya ia ditemukan oleh pengembara. Para pengembara itu pun membawanya dan mengantarnya ke sebuah panti asuhan. Ia pun hidup di panti asuhan selama beberapa bulan hingga akhirnya diadopsi oleh seorang kesatria hebat.
"Aku diasuh olehnya selama enam tahun. Selama itu, beliau merawatku seperti putrinya sendiri. Beliau juga mengajariku cara bertarung untuk membela diri. Ilmu yang diberikan olehnya sangatlah hebat, menjadikanku seorang kesatria seperti saat ini. Bagiku, ia sudah seperti ayahku sendiri. Namun setelah ia menikah, aku memutuskan untuk berpisah karena aku tak ingin merepotkan keluarga yang baru ia bangun. Jadi, aku mendaftar sebagai anggota petualang supaya dapat menyambung hidup. Saat itu aku masih berusia tiga belas tahun. Memang, awalnya aku ditolak karena dianggap belum cukup umur, namun setelah aku memperlihatkan kemampuanku, mereka akhirnya mau menerimaku. Aku pun diberikan kartu anggota petualang dengan peringkat A, dan bergabung dengan sebuah regu berisi dua orang petualang kelas S dan satu petualang kelas B." Griselda menceritakan ketika ia dirawat oleh seorang kesatria hebat. Namun seketika raut wajahnya berubah menjadi sedih.
"Namun sayang, ketika aku pulang untuk memberitahu ayahku bahwa aku lolos seleksi petualang dengan peringkat A, ternyata ayahku telah tiada. Aku tak sempat membuatnya bangga. Aku juga tak begitu mengingat apa yang terjadi saat itu, karena di sisi lain aku juga sangat sibuk karena banyaknya misi dari guild. Aku sangat sedih saat itu. Itu adalah kedua kalinya aku kehilangan sosok orang tua. Aku juga tidak begitu dekat dengan istrinya, karena pertemuan kami begitu singkat. Aku menjadi petualang selama lima tahun. Namun setelah itu, aku berpisah dengan mereka setelah memutuskan untuk menjadi kesatria dan mengikuti jejak ayah angkatku. Meski aku telah menjadi petualang kelas A dan menjadi kesatria, aku tidak berhenti berlatih. Bahkan hingga sekarang pun aku masih mengasah kemampuanku, karena aku yakin, meski ayah angkatku tiada, ia masih bisa melihatku dari sana. Dan aku ingin membuatnya bangga dengan menjadi seorang kesatria sepertinya." Lanjutnya
Louis dan Darius pun terkagum dan terharu mendengar cerita Griselda yang sangat inspiratif. Cerita itu juga membuat Louis dan Darius lebih semangat dalam berusaha menggapai impian mereka. "Wah, itu adalah cerita yang sangat luar biasa! Andai aku juga bisa bertemu kesatria itu.." kata Louis terkagum-kagum. "Kalau boleh tau, siapa kesatria hebat yang merawatmu itu?" lanjutnya.
Ketika Griselda hendak menjawab, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan teriakan minta tolong.
"Toloongg! Toloongg!!"
Ketika mereka keluar, mereka mendapati sebuah kereta kuda yang mengalami kecelakaan, sedangkan kudanya pergi entah kemana. Terlihat sepasang suami istri paruh baya yang bersandar di kereta kuda yang hancur dengan luka cukup serius.
Mereka bertiga pun langsung menolong pasangan itu, dan membawa mereka ke desa terdekat untuk dirawat. Setelah sampai ke sebuah desa, mereka segera mencari pertolongan. Warga pun berdatangan dan membawa mereka ke salah satu rumah warga. Sepasang suami istri itu pun akhirnya mendapatkan pertolongan dan perawatan di desa itu.
Ketika Louis dan lainnya kendak pergi, seorang wanita paruh baya yang mereka selamatkan itu memanggil Louis. Louis pun mendekati wanita itu yang terbaring di kasur.
"Maaf sudah merepotkan kalian." Kata wanita itu sembari memberikan sekantung uang kepada Louis. Louis pun menolak pemberian tersebut dan mengatakan bahwa yang mereka lakukan adalah tulus, dan didasari rasa tolong-menolong dengan sesama.
"Siapa namamu?" tanya wanita itu.
"Namaku Louis" jawabnya.
"Terima kasih, Louis. Semoga keberuntungan menyertaimu." Lanjut wanita itu.
Louis dan lainnya pun pergi melanjutkan perjalanan.