Bagian 1
Pagi itu, sinar matahari menembus celah-celah pepohonan, menyinari ladang-ladang di pinggir desa Gatewood dengan kehangatan. Louis dan Darius bersiap-siap di tepi hutan yang rimbun, masing-masing membawa peralatan mereka untuk petualangan hari itu. Hari ini mereka akan mencari tanaman obat langka serta berburu monster kecil dan bahan yang diperoleh akan dijual di pasar desa.
"Dunia luar ini selalu menyimpan kejutan," kata Darius sambil memeriksa tali busurnya dengan cermat.
Louis mengangguk, matanya penuh semangat. "Kita harus berhati-hati, Darius. Hutan ini mungkin penuh dengan bahaya."
Mereka memasuki hutan dengan langkah hati-hati, melewati semak-semak yang rapat dan akar-akar yang menjuntai. Suasana hutan yang sunyi memenuhi udara, hanya terdengar gemerisik daun dan cicit burung di kejauhan. Darius memimpin dengan keahlian pemburu yang memantau, sementara Louis mengikuti di belakangnya dengan kewaspadaan yang terjaga.
"Ada apa di sini, Darius?" tanya Louis saat mereka mencapai tepi sebuah sungai kecil yang mengalir perlahan di tengah hutan.
Darius mengamati sekelilingnya dengan cermat. "Kita harus mencari jejak monster. Mereka biasanya berkeliaran di sini."
Mereka melanjutkan perjalanan mereka di sepanjang sungai, mencari tanda-tanda keberadaan monster yang bisa mereka buru. Tidak lama kemudian, mereka menemukan jejak-jejak besar yang muncul di tepi sungai.
"Ini jejak goblin," kata Darius, menunjuk pada cetakan kaki berbentuk aneh di tanah lembap. "Mereka seharusnya tidak terlalu jauh."
Louis menarik pedangnya dengan hati-hati. "Kita harus bergerak dengan cepat sebelum mereka menyadari kita."
Mereka mengikuti jejak-jejak goblin ke dalam hutan yang semakin dalam, melalui semak-semak dan pepohonan yang rapat. Akhirnya, mereka sampai di sebuah ruang terbuka di tengah hutan, di mana beberapa goblin sedang berkumpul mengelilingi api kecil, sementara yang lain sibuk mengumpulkan buah-buahan pembohong.
"Saatnya beraksi," bisik Darius sambil mempersiapkan busurnya.
Louis mengangguk dan memusatkan perhatiannya pada goblin-goblin yang sedang sibuk dengan aktivitas mereka. Dengan gerakan cepat dan presisi, mereka menyerang dari arah yang tidak terduga. Darius meluncurkan panah-panahnya dengan akurasi transmisi, mengenai sasaran-sasaran dengan tepat, sementara Louis dipenuhi dengan pedangnya, mengatasi goblin-goblin yang mencoba melarikan diri.
Pertempuran singkat namun sengit berakhir dengan kemenangan bagi Louis dan Darius. Beberapa goblin berhasil mengalahkan mereka, sementara yang lain melarikan diri ke dalam pepohonan. Mereka segera mengumpulkan barang jarahan mereka, buah-buahan pembohong untuk dijadikan makanan dan beberapa barang berharga dari goblin-goblin yang berhasil kalahkan mereka.
"Kita cukup berhasil hari ini," kata Louis, mengelus keningnya yang berkeringat. "Mari kita kembali ke desa dan menjual hasil buruan kita di pasar."
Darius tersenyum puas. "Benar sekali. Ayo pulang, Louis. Kita harus berbagi hasil buruan kita dengan desa."
Dengan barang jarahan mereka diikat rapat di punggung mereka, Louis dan Darius meninggalkan ruang terbuka di tengah hutan dan memulai perjalanan pulang ke desa Gatewood.
Louis dan Darius melangkah pulang ke desa Gatewood dengan hati yang lega setelah berhasil mengumpulkan hasil buruan mereka. Di bawah naungan pepohonan yang rimbun, mereka saling bercerita tentang masa lalu mereka.
"Aku seringkali teringat ayahku yang merupakan ksatria yang sangat dihormati di desa ini. Dia meninggal dalam sebuah perang melawan monster besar di perbatasan hutan ini."
Darius mengangguk dengan penuh pengertian. "Aku tahu itu, Louis. Tuan Rosvelt adalah ksatria yang pemberani dan bijaksana. Beliau adalah kebanggaan semua orang di desa ini."
Louis tersenyum pahit. "Setelah kepergiannya, aku merasa harus mengambil alih tanggung jawab untuk melindungi desa ini, seperti yang dilakukannya."
Darius meletakkan tangannya di bahu Louis.
"Kau sudah melakukan yang terbaik, Louis. Aku pasti akan mendukungmu!"
Louis pun merasa lebih baik setelah disemangati sahabatnya tersebut.
Darius pun menceritakan masa lalu keluarganya. "Kau tahu, dulu keluargaku adalah keluarga kaya di desa ini. Kami memiliki ladang yang luas dan ternak yang besar. Namun, suatu hari seorang pria dengan pakaian bangsawan mengunjungi rumah kami. Saat itu ayahku tergiur dengan tawaran yang diberikan oleh pria itu, sehingga ayahku langsung menandatangani dokumen perjanjian itu."
"Lalu apa yang terjadi?" kata Louis.
"Beberapa hari setelahnya usaha yang kami jalankan semakin rugi hingga akhirnya bangkrut. Tanah-tanah milik ayahku pun juga dirampas karena isi dalam perjanjian tersebut adalah jika ayahku tidak dapat memenuhi ekspetasi yang ada dalam perjanjian, maka ayahku harus ganti rugi, dan jika sudah tidak memiliki uang, maka tanah kami menjadi jaminannya." Darius menceritakan nasib keluarganya.
Louis menatap Darius dengan simpati. "Itu pasti menghancurkan segala yang berharga bagimu, Darius. Lalu, bagaimana kau bisa menghadapi semua itu?"
Darius menggelengkan kepalanya dengan sedih. "Keluargaku hancur, dan kami harus mulai dari nol lagi. Aku belajar banyak tentang cara berdagang dan mengembalikan modal, meskipun aku tidak bisa benar-benar membantu. Jadi aku memutuskan akan menjadi petualang kelas atas, dan mengumpulkan bahan langka dalam jumlah banyak untuk dijadikan modal bisnis!"
"Kita berdua memiliki beban masa lalu yang berat. Tapi inilah yang membuat kita kuat, Darius." Kata Louis.
Darius tersenyum. "Benar sekali, Louis. Kita harus memanfaatkan setiap kesempatan yang datang, seperti petualangan kita hari ini."
Mereka berjalan dalam keheningan yang nyaman, saling memahami satu sama lain dengan lebih baik. Di antara dedaunan hijau dan sinar matahari yang menembus rimbun pepohonan, Louis dan Darius berbagi harapan untuk masa depan yang lebih cerah, sambil menikmati kebersamaan mereka dalam perjalanan pulang ke desa Gatewood yang mereka cintai.
Sementara itu, di sebuah tempat di daerah Rederic, terdapat sebuah rumah mewah di tengah-tengah sebuah kota kecil. Di sekitar rumah itu terdapat halaman yang luas serta taman yang indah. Taman itu dihiasi bunga berwarna-warni dengan kolam air terjun di tengahnya.
Charlotte, seorang gadis yang anggun sedang berbincang-bincang dengan sahabatnya di taman itu. Mereka bercerita tentang masa kecil mereka sambil menikmati kue yang disediakan oleh para pelayan.
"Apa kau tahu itu, Melissa? Konon katanya seorang penyihir hebat tinggal di hutan di pinggiran kerajaan."
"Entahlah, tapi menurutku itu hanya legenda. Orang-orang pun tak ada yang pernah melihat sosok itu." Kata Melissa. "Namun jika ia memang benar-benar ada, aku ingin menemuinya. Ada seseorang yang ingin aku selamatkan dengan bantuannya." Lanjutnya.
"Kau pasti akan menemuinya, Melissa. Kalaupun tidak, aku yakin kau tetap akan menyelamatkan orang itu dengan kemampuanmu sendiri. Aku yakin kau bisa melakukannya!" Kata-kata Charlotte membuat Melissa tersenyum.
"Ayo tuan putri, ini waktunya pulang, Yang Mulia pasti sudah mengkhawatirkan anda." Kata seorang laki-laki berpakaian zirah. Charlotte pun segera berpamitan pada Melissa dan keluarganya.
"Kami sangat senang anda berkunjung kemari tuan putri. Kami harap di lain waktu kami bisa menyambut anda dengan lebih baik." Kata ayah Melissa yang merupakan seorang adipati di daerah itu. Melissa beserta ayah dan ibunya pun berkumpul di halaman melepas kepergian Charlotte beserta rombongan pengawalnya.
Rupanya Melissa merupakan anak seorang adipati sekaligus teman masa kecil Charlotte. Adapun ayah Melissa diangkat menjadi adipati bukan hanya karena ia teman dekat Raja ketika masih muda, namun kaarena ia adalah orang yang memiliki pencapaian luar biasa dan kontribusi besar untuk kerajaan.
"Hari ini aku sangat senang bisa mengunjungi kalian. Mungkin aku akan kembali kapan-kapan" kata Charlotte dengan ceria. Setelah berpamitan, rombongan kereta kuda yang dikawal prajurit pun mennggalkan komplek kediaman keluarga itu.
Bagian 2
Pagi itu seperti biasa Louis dan Darius pergi ke hutan untuk berburu monster kecil dan mencari tanaman obat langka. Mereka bergerak dengan gesit di antara pepohonan yang rimbun, mata mereka terlatih untuk mencari tanda-tanda kehidupan liar. Angin sepoi-sepoi menyapu daun-daun yang bergerak perlahan, menciptakan suasana yang tenang namun penuh kewaspadaan.
"Ada apa, Darius?" tanya Louis, suaranya hampir teredam di antara dedaunan.
Darius menggelengkan kepala, matanya memandang sekeliling dengan waspada. "Tidak yakin. Ada sesuatu yang tidak biasa di sini. Kita harus berhati-hati."
"Kau tahu? kata orang-orang, hutan ini konon dulu adalah tempat tinggal penyihir kuno. Mereka dikatakan memiliki kekuatan hebat yang terhubung dengan alam." Kata Darius
"Benarkah? Aku pernah mendengar legenda itu juga. Katanya, tanaman obat di sini tumbuh subur berkat energi magis dari penyihir itu." Kata Louis sambil melanjutkan.
"Mungkin saja. Siapa tahu kita bisa menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar tanaman obat di sini. Mungkin jejak-jejak keberadaan mereka." Lanjut Darius.
"Hutan ini menyimpan begitu banyak misteri." Sahut Louis
Mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan hati-hati, mengikuti jejak-jejak yang mereka temukan di tanah lembap. Seketika mereka menemukan seekor makhluk seperti naga namun berukuran kecil dan tak memiliki sayap. Louis dan Darius pun saling menatap kemudian tersenyum. Siang itu mereka berburu banyak monster dan mengumpulkan beberapa tanaman obat untuk dijual. Mereka sangat bersemangat dalam berburu monster, serta menemukan berbagai tanaman yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Hingga tak terasa matahari telah bergerak ke ujung barat, menandakan hari sudah sore.
"Sepertinya ini cukup untuk hari ini." Kata Louis sambil mengangkat bahan-bahan yang mereka peroleh.
"Hmm! Benar, aku ingin segera pulang dan makan malam." Lanjut Darius.
Mereka pun berjalan pulang, melewati pepohonan yang rimbun diiring angin sepoi-sepoi, membuat suasana yang tenang.
"Tolooonggg..!!! Toloooongggg…!!!! Lepaskan aku!!!"
Tiba-tiba, suara jeritan memecah kesunyian hutan. Louis dan Darius bertukar pandang sejenak, sebelum mereka bergegas menuju sumber suara tersebut.
"Kau dengar itu, Darius?!" kata Louis.
"Sebertinya ada yang minta tolong!" sahut Darius.
"Ayo kita periksa!" lanjut Louis.
"Kau yakin?" tanya Darius.
Louis pun berusaha meyakinkan Darius. "Kita periksa aja dulu! Barang kali kita bisa membantu."
Mereka pun mencari sumber suara tersebut dengan hati-hati, menyelinap di antara pepohonan yang rimbun, hingga akhirnya mereka melihat pemandangan yang menggemparkan.
Sebuah kereta kuda yang terguling dan kudanya lari entah kemana, dan beberapa prajurit kerajaan serta beberapa wanita berpakaian pelayan terkapar di tanah dengan luka-luka yang sangat parah. Sepertinya mereka semua sudah tak bernyawa.
Di tengah-tengah mereka, seorang gadis seusia mereka disekap oleh sekelompok bandit yang jahat. Louis dan Darius saling bertukar pandang, mulai berfikir apa yang harus mereka lakukan. Mereka tidak bisa berdiri diam saat orang lain dalam bahaya.
"Sialan kalian, lepaskan aku! Kalian akan ditangkap dan dijatuhi hukuman berat kalo berani macam-macam!" teriak gadis itu, mencoba melawan tetapi terlalu lemah untuk menandingi kekuatan bandit.
"Bagaimana ini Louis? Kita tak mungkin melawan mereka.." kata Darius.
Louis pun berpikir sejenak. "Tapi kita tak mungkin membiarkan mereka melakukan sesuatu pada gadis itu kan?"
"Tapi apa yang bisa kita lakukan?" tanya Darius kebingungan.
"Aku punya ide." Kata Louis
Louis pun menjelaskan rencana yang ia buat untuk menyelamatkan gadis itu.
Darius mengangguk, memegang busurnya dengan tegang. Mereka merencanakan serangan singkat tapi efektif, untuk membebaskan gadis itu tanpa menarik perhatian bandit terlalu banyak.
"Sekarang kau takkan bisa apa-apa gadis kecil!" desis bandit yang menangkap gadis itu.
Segera, Louis dan Darius meluncur ke arah bandit, mendorong mereka ke belakang dengan serangan yang cepat dan presisi. Darius menembakkan panah-panahnya, dan Louis mengayunkan pedangnya, melawan bandit-bandit yang berusaha menghalanginya. Pertarungan mereka pun berlangsung sangat sengit. Darius menembakkan anak panahnya ke bandit-bandit yang menyerang. Sedangkan Louis melawan satu persatu bandit yang menyerangnya.
"Hei! Apa yang kalian lakukan?! Mereka hanya bocah, lama sekali kalian meladeni mereka!" kata pimpinan bandit dengan kesal. "Merivin! Cepat bereskan mereka!" lanjutnya sambil menyuruh salah satu bandit untuk menyerang Louis dan Darius dengan sihir.
Louis dan Darius pun menjadi kewalahan menghadapi mereka. Menghindari serangan sihir saja sudah menjadi kesulitan tersendiri, apalagi melawan balik hingga menyelamatkan si gadis.
"Argh, sial! Kita terpojok!" kata Darius sambil kesulitan melawan para bandit.
"Sebaiknya kalian pergi dari sini sebelum aku berubah pikiran!" pemimpin bandit mengancam Louis dan Darius supaya tidak mencampuri urusan mereka.
Ketika Louis dan Darius hampir dihabisi, muncullah sosok misterius berjubah abu-abu yang mendatangi tempat mereka bertarung. Sosok itu datang dan dalam sekejap mengeluarkan sihir angin yang menghempaskan para bandit.
"Siapa kau?! Beraninya mencampuri urusanku!" kata si pemimpin bandit dengan ekspresi kesal setelah sosok itu muncul.
Tanpa sepatah kata pun, sosok itu langsung menyerang para bandit dengan bola-bola petir, seketika membuat beberapa bandit itu terkapar dengan penuh luka.
Sembari orang misterius itu bertarung dengan para bandit, Louis dan Darius menghampiri si gadis.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Darius dengan nada khawatir saat mereka mendekatinya.
Gadis itu mengangguk, "aku baik-baik saja, terima kasih telah menolongku." Jawab gadis itu. "Namaku Charlotte., putri kedua kerajaan Lumania." jawabnya sambil tersenyum dan penuh rasa syukur.
Seketika Louis dan Darius terpelanga setelah mengetahui kalau gadis yang sedang mereka selamatkan ternyata merupakan seorang putri kerajaan. Mereka berdua menatap satu sama lain dan kemudian memperkenalkan diri.
'Namaku Louis, aku seorang petualang pemula." Louis memperkenalkan dirinya, kemudian Darius juga memperkenalkan diri.
"Namaku Darius, kami berasal dari desa kecil di dekat sini." Kata Darius.
"Jika kamu seorang putri, berarti prajurit-prajurit itu adalah pengawalmu?" lanjutnya.
"Benar, kami sedang berada dalam perjalanan pulang dari kunjungan di kediaman temanku di daerah Rederic. Namun ketika sampai disini kami dihadang bandit. Aku bahkan tak menyangka kalau mereka bisa mengalahkan pengawalku. Awalnya para prajurit dapat mengatasi bandit-bandit itu tapi…."
"BLAAARRR!!!"
Sebelum Charlotte melanjutkan, terdengar suara ledakan. Ledakan itu dihasilkan oleh pertarungan antara sosok yang menyelamatkan mereka dan salah satu bandit yang memiliki kemampuan sihir.
"Kalian lihat? Itulah bandit yang mengalahkan para pengawalku dengan sihir.." lanjut Charlotte.
Ketika mereka bertiga berbincang-bincang, sosok misterius yang baru saja mengalahkan para bandit itu mendatangi mereka. Sosok itu pun membuka tudung jubahnya. Rupanya ia adalah seorang gadis elf berambut hijau muda yang anggun.
"Apa kalian terluka?" tanya elf itu.
"Kami baik-baik saja" sahut Louis. "umm.. kalau boleh tahu, anda siapa?" lanjutnya.
"Namaku Aria. Aku berasal dari desa Elenora. Tadinya aku sedang mencari tanaman obat di dekat sini sebelum akhirnya mendengar keributan." Kata elf itu. Kemudian ia pun mendekati Charlotte. "Kalau tidak salah,.. bukankah kau putri Charlotte?" lanjutnya.
"Benar, kami diserang saat perjalanan pulang." Jawab Charlotte. "Terima kasih kalian telah menyelamatkanku. Apa aku boleh meminta tolong? Tolong antar aku pulang sampai ke ibukota." Lanjutnya.
Aria pun tahu kalau tidak mungkin meninggalkan putri Charlotte begitu saja. Ia pun memutuskan untuk mengantar Charlotte pulang ke ibukota.
"Aku akan mengantar tuan putri ke ibukota. Kalian pulanglah ke desa, hari sudah petang, mungkin orang tua kalian mencemaskan kalian." Aria menyuruh Louis dan Darius untuk pulang ke desa, sedangkan ia akan mengantar tuan putri ke ibukota.
Louis berfikir sejenak. "Bagaimana jika malam ini kalian menginap di desa kami. Hari sudah petang, dan jarak ke ibukota sangatlah jauh." Katanya.
"Benar, kita tidak tahu apakah ada bahaya yang mengintai kalian jika melakukan perjalanan panjang di malam hari." Lanjut Darius.
Setelah berfikir sejenak, Aria dan Charlotte pun setuju untuk menginap di desa mereka. Dalam perjalanan, mereka saling berbincang-bincang untuk mencairkan suasana. Kicauan burung dan suara jangkrik menandakan hari sudah petang.
Bagian 3
Sesampainya di desa, Louis memperkenalkan Aria dan Charlotte kepada kepala desa dan mencarikan mereka rumah yang layak dan bisa ditinggali sementara. Sebelumnya, Charlotte meminta agar identitasnya sebagai putri kerajaan disembunyikan agar tidak menimbulkan keramaian.
Sesaat setelah mengantar mereka, Louis dihampiri Alice yang baru saja pulang dari pasar. "Hai Louis!"
"Oh, Alice. Ada apa?" Jawab Louis.
"Siapa mereka? Aku belum pernah melihatnya." Tanya Alice dengan penasaran sembari melihat rumah dimana Charlotte dan Aria baru saja memasukinya.
Louis pun menceritakan dengan singkat apa yang tadi terjadi di hutan. "Ketika kami hendak pulang, kami mendengar teriakan gadis itu. Ia terlihat disekap oleh beberapa bandit. Kami pun berusaha menolongnya. Ketika kami kewalahan, tiba-tiba wanita elf itu datang membantu kami. Malam ini mereka akan menginap di desa ini, dan besok mereka akan pulang." Ia menceritakan pengalamannya kepada Alice sambil berjalan pulang.
Alice pun terkejut sekaligus kagum mendengar cerita Louis dan Darius menolong orang dari sekawanan bandit. "Wah, kalian benar-benar luar biasa!" Katanya. Namun sesaat kemudian raut wajahnya berubah menjadi sedih. "Tapi lain kali kuharap kalian lebih berhati-hati. Kami tak ingin terjadi apa-apa dengan kalian. Syukurlah nona elf itu datang di waktu yang tepat." Lanjutnya.
Louis pun menenangkan Alice dan meyakinkannya kalau ia pasti akan baik-baik saja. "Tenanglah Alice, kami pasti akan baik-baik saja. Kau ingat? Kami masih punya impian yang ingin kami gapai. Hingga saat itu tiba, kami pasti akan bertahan!"
Alice pun tersenyum dan terlihat lebih tenang. Mereka berjalan pulang sambil bercerita tentang hari-hari yang mereka lalui.
Keesokan harinya, Aria dan Charlotte memulai perjalanannya ke ibukota. Louis dan Darius pun memutuskan untuk ikut ke ibukota setelah berpamitan dengan orang tua mereka. Mereka menyewa sebuah kereta kuda untuk pergi ke ibukota.
"Ini akan menjadi petualangan yang panjang, Darius!" Kata Louis dengan penuh semangat.
"Benar, aku sangat menantikan apa yang akan kita temui di sepanjang perjalanan. Aku juga sangat ingin melihat ibukota." Ujar Darius.
Ketika mereka hendak berangkat, dari kejauhan Alice berlari menuju mereka. Ia langsung menghampiri Louis yang sedang berbicara dengan Darius, membuat mereka melihat ke arah Alice. "Baiklah, aku akan memasukkan perbekalan kita." Kata Darius. Sedangkan Louis berdiri berhadapan dengan Alice yang masih terengah-engah. "Selamat pagi Alice." Katanya.
Alice pun mengalihkan pandangannya ke samping bawah sambil memegang punggung tangannya dengan tangan yang satunya. "Jadi, kamu akan mengantar mereka?" tanyanya.
"Emm, sebenarnya tadi malam aku dan Darius memutuskan untuk mengantar mereka pulang ke ibukota." Kata Louis.
"Kalau begitu, semoga kalian selamat sampai tujuan, hingga kembali ke sini. Aku akan selalu menunggu kalian. Oh ya, bawalah ini." Kata Alice sambil memberikan sebuah kalung dan beberapa makanan untuk perbekalan. "Bawalah ini supaya keberuntungan menyertaimu." Lanjtnya ketika memberikan kalung itu.
"Emm, terima kasih Alice. Kami pasti akan segera kembali." Kata Louis menenangkan Alice.
Alice pun tersenyum. Kemudian ia mendekati wajah Louis, dan mencium pipinya. Seketika membuat Louis salting dan jantungnya berdebar kencang. Darius dan Aria yang berada di dekat situ pura-pura tidak bisa dilihat. Dari perjumpaan itu, Sylphia melihat mereka yang akan segera berangkat sambil membawa buku.
Siang itu mereka pun akhirnya berangkat meninggalkan desa Gatewood menuju ibukota kerajaan Lumania. Louis dan Alice pun saling bertukar tangan, berharap mereka segera bertemu kembali sesegera mungkin.
Dalam perjalanan mereka penuh dengan perbincangan. Mereka saling bercerita tentang kisah dan cita-cita mereka. Perjalanan mereka menuju ibukota akan memakan waktu satu setengah hari. Di tengah perjalanan mereka sembat dihadang sekelompok bandit. Namun Aria membereskan mereka dengan cepat, membuat Louis dan Darius bertanya-tanya, apakah mereka bisa seperti Aria.