Bagian 1
Di sebuah pegunungan yang tinggi dan berbahaya, seorang ahli pedang dan seorang penyihir berdiri di hadapan seekor naga yang mengerikan. Mereka adalah petualang terbaik dari desa mereka. Tubuh sang ahli pedang terlihat penuh luka, tapi matanya tetap penuh tekad. Dia adalah Arlan, seorang pendekar yang telah bertahun-tahun berlatih untuk hari ini. Di situ, berdiri seorang elf penyihir, Aria, yang telah menjadi rekan satu tim dan sahabat setianya.
Arlan memegang belati dengan erat, senjata yang telah menemani perjalanannya dari seorang pemula hingga menjadi pendekar hebat. Pedang itu ia beri nama "Cahaya Bintang," bersinar dalam cahaya matahari yang memudar. Di tangan Aria, tongkat sihirnya berkilauan dengan energi magis, siap melindungi dan menyerang.
"Ini adalah akhir dari perjalananmu,makhluk terkutuk!" teriak Arlan, suaranya menggema di antara tebing-tebing curam. Naga itu menggeram, mengeluarkan suara yang membuat tanah bergetar. Dari mulutnya, kilatan api muncul, menghanguskan segala sesuatu di jalurnya. Tapi Aria dengan cepat mengangkat tongkatnya, menciptakan perisai magis yang melindungi mereka dari serangan api.
"Arlan, sekarang! Serang bagian bawah!" seru Aria, matanya bersinar dengan keyakinan.
Arlan tahu bahwa ini adalah pertarungan hidup dan mati. Dia telah kehilangan banyak teman dan kerabat dalam serangan naga ini. Setiap goresan di tubuhnya adalah pengingat akan mereka yang telah jatuh. Dengan tarikan napas dalam, Arlan memusatkan kekuatan batinnya. Dia telah mempelajari teknik khusus dari gurunya, teknik yang hanya bisa digunakan sekali seumur hidup.
Dengan langkah cepat, Arlan mendekati naga itu. Dia meluncur di atas bebatuan yang longgar, mendekati musuhnya dengan kecepatan yang luar biasa. Naga itu mencoba mengepakkan sayapnya, tapi Aria segera mengucapkan mantra, membuat sayap naga itu terikat oleh rantai magis. Dengan gerakan cepat, Arlan menusukkan tusukan ke perut naga. Cahaya Bintang bersinar terang saat menusuk kulit tebal naga, menembus sisik-sisik kerasnya.
Naga itu mengeluarkan gemuruh kesakitan yang menggema di seluruh pegunungan. hitam mengalir dari lukanya, mengalir di antara batu-batu yang terjal. Tapi Arlan tahu bahwa satu serangan saja tidak akan cukup untuk mengalahkan makhluk ini. Dengan segala tenaga yang tersisa, dia menggerakkan pedangnya ke atas, mengiris kulit naga hingga ke belakang.
Naga itu mencoba melawan, mencakar dan menggigit dengan kemarahan yang tersisa. Tapi Arlan menghindari setiap serangan dengan lincah, gerakannya seperti tarian yang telah dia latih sepanjang hidupnya. Aria terus memberikan dukungan dengan mantra-mantra pelindung dan serangan sihir, membuat naga itu semakin lemah. Dengan teriakan terakhir, Arlan meloncat ke punggung naga, mengarahkan pedangnya ke kepala makhluk itu. Dengan sebuah gerakan cepat, dia menusukkan pedangnya ke tengkorak naga, menembus otaknya.
Tubuh naga itu terjatuh dengan keras, menimbulkan guncangan yang mengguncang tanah di bawah mereka. Arlan terjatuh dari punggung, terguling beberapa meter sebelum akhirnya berhenti. Nafasnya terengah-engah, tapi dia tahu bahwa pertempuran ini telah berakhir. Dia telah berhasil mengalahkan naga yang selama ini meneror desa-desa.
Arlan berdiri, dibantu oleh Aria yang dengan cepat mengucapkan mantra penyembuhan untuk luka-lukanya. Mereka berdua menatap tubuh naga yang kini tak lagi bergerak. Arlan merasakan beban di pundaknya terangkat, beban dari tanggung jawab dan rasa bersalah yang selama ini menghantui.
"Kerja bagus, Arlan," kata Aria dengan senyum lembut. "Kita berhasil."
"Ini semua berkat bantuanmu, Aria," jawab Arlan, merasa bersyukur atas kehadiran sahabatnya.
Mereka pun mengambil beberapa bagian tubuh naga yang dapat dijadikan bahan untuk dijual ke guild petualang. sepertinya mereka akan menghasilkan banyak koin emas setelah menjual bahan-bahan tersebut.
Bagian 2
Pagi itu, di padang rumput yang luas di pinggiran desa Gatewood, Louis berlatih pedang seperti biasa. Langkahnya yang mantap dan gerakan kaktus yang gesit menandakan dedikasi dan tekadnya yang kuat untuk menjadi seorang kesatria yang handal. Matahari pagi memancarkan sinarnya yang lembut, memantulkan kilauan di ujung pedang Louis saat ia mendekatnya dalam serangkaian latihan yang intens.
Tak jauh dari sana, di tepi hutan yang rimbun, seorang gadis muda dengan rambut hitam sedang duduk di bawah pohon besar. Dia sedang sibuk membolak-balikkan halaman buku tebal berjudul "Kentang Sihir: Dasar-dasar Manipulasi Energi Elemental." Itu adalah Sylphia, saudara perempuan Alice yang memiliki minat mendalam pada sihir dan ilmu gaib, tengah fokus mempelajari diagram dan simbol-simbol yang rumit.
Sementara Louis sedang dalam latihannya, Sylphia secara tidak sengaja memperhatikannya dari pemandangan. Gerakan lincah dan tekad yang terpancar dari latihan Louis menarik perhatiannya. Setelah beberapa saat memperhatikan dari jauh, Sylphia memutuskan untuk mendekati Louis.
Dengan langkah ringan, Sylphia mendekati padang rumput tempat Louis berlatih. Louis, yang sedang menyesuaikan napasnya setelah serangkaian latihan yang intens, memperhatikan kedatangan Sylphia dengan keheranan. Gadis muda ini jarang sekali ia lihat di tempat ini.
"Halo," sapanya ramah sambil tersenyum kepada Sylphia.
Sylphia tersenyum balas. "Halo. Aku Sylphia," katanya sambil memberikan salam sopan.
Louis menyambut salamnya. "Aku Louis. Senang bertemu denganmu, Sylphia. Ada yang bisa aku bantu?"
Sylphia tekad kepala. "Aku hanya ingin melihat latihanmu. Aku jarang melihat seseorang berlatih pedang dengan begitu serius di desa ini."
Louis tersenyum bangga. "Terima kasih. Aku memang sedang berusaha keras untuk meningkatkan kemampuanku agar bisa meraih mimpiku, menjadi seorang kesatria."
Sylphia mengangguk mengerti. "Aku bisa melihatnya. Latihanmu sungguh mengesankan."
Louis malu tersenyum-malu. "Bagaimana kabarmu, Sylphia? Apa yang sedang kamu lakukan di sini?"
Sylphia menunjukkan bukunya dengan bangga. "Aku sedang belajar sihir sambil bersantai. Ini buku tentang dasar-dasar manipulasi energi elemental. Aku tertarik dengan sihir sejak kecil."
Louis menatap buku itu dengan rasa ingin tahu. "Wah, itu sangat menarik! Aku belum pernah mempelajari sihir. Apa yang kamu tahu di buku itu?"
Sylphia dengan antusias menceritakan tentang berbagai konsep dasar sihir yang ia pelajari, seperti elemen-elemen dasar, simbol-simbol kuno, dan teknik-teknik menyalin untuk memanipulasi energi. Louis mendengarkan dengan penuh perhatian, tertarik dengan keberanian dan dedikasi Sylphia dalam mengejar minatnya.
Setelah berbincang-bincang sejenak tentang latihan pedang Louis dan pelajaran sihir Sylphia, mereka berdua merasa bahwa mereka memiliki banyak kesamaan dalam tekad dan semangat untuk menjadi lebih baik dalam kemampuan mereka masing-masing.
"Aku sungguh terkesan melihat semangatmu dalam belajar sihir, Sylphia," kata Louis dengan tulus.
Sylphia tersenyum lebar. "Terima kasih, Louis. Aku juga terkesan dengan tekadmu dalam berlatih pedang."
Mereka berdua melanjutkan percakapan mereka dengan berbagi cerita tentang perjuangan dan pencapaian mereka dalam mengembangkan kemampuan mereka. Louis menceritakan tentang usahanya untuk memperbaiki teknik-teknik pedang dan menahan tantangan dalam latihan, sementara Sylphia menceritakan tentang perjuangannya memahami konsep-konsep yang rumit dalam sihir dan meditasi.
Waktu berlalu begitu cepat di padang rumput itu. Cahaya matahari mulai naik lebih tinggi di langit, mengingatkan mereka bahwa sudah waktunya untuk beristirahat.
"Aku harus kembali ke rumah sekarang," ujar Louis dengan lembut.
Sylphia mengangguk paham. "Tentu. Aku juga akan melanjutkan belajarku."
Louis tersenyum. "Senang bisa berkenalan denganmu, Sylphia. Sampai jumpa di lain waktu."
Sylphia mengangguk sambil tersenyum ramah. "Tentu, Louis. Sampai ketemu lagi!"
Bagian 3
Pagi itu, Louis dan Darius bersiap-siap untuk petualangan mereka ke hutan yang lebat dan misterius di luar desa Gatewood. Keduanya mempersiapkan perbekalan dan peralatan yang diperlukan untuk mencari tanaman obat dan berburu rusa ajaib, makhluk langka yang baru-baru ini mendengar kabarnya dari penduduk desa yang lebih tua.
"Kita harus hati-hati, Darius," kata Louis serius sambil memeriksa pedangnya. "Rusa sihir konon memiliki tanduk yang bisa mengeluarkan energi sihir. Kita tidak boleh lengah."
Darius mengangguk sambil memeriksa busur panahnya. "Benar, Louis. Kita harus siap menghadapi apapun di hutan ini."
Setelah persiapan selesai, mereka berdua melangkah keluar dari desa, menuju hutan yang rimbun di sekitarnya. Matahari pagi yang hangat memancarkan sinarnya melalui pepohonan yang tinggi, menciptakan bayangan-bayangan yang misterius di tanah yang menutupi lumut.
Setelah cukup lama berjalan, mereka mencapai tepi hutan yang lebih dalam. Suasana hutan berubah menjadi lebih gelap dan dingin, namun Louis dan Darius tidak gentar. Mereka bergerak dengan hati-hati, mencari jejak tanaman obat yang berguna dan mengamati setiap gerakan di sekitar mereka.
"Tinggal beberapa langkah lagi area yang sering disebut sebagai tempat rusa menuju setan berkeliaran," bisik Louis kepada Darius.
Mereka memasuki area yang lebih terbuka di dalam hutan, di mana rimbunan pohon-pohon besar memberikan cukup cahaya matahari untuk menembus dedaunan di atas mereka. Louis memperhatikan setiap detail di sekitarnya, sementara Darius tetap waspada dengan busur panahnya siap ditarik kapan pun diperlukan.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara keributan di kenyamanan. Louis dan Darius bertukar pandang, mengerti bahwa mereka harus berhati-hati. Mereka bersembunyi di balik semak-semak yang rendah, menyusup perlahan-lahan mendekati sumber suara tersebut.
Saat mereka semakin mendekat, mereka melihat sekelompok rusa besar yang sedang berkumpul di tepi sebuah mata air yang jernih. Di antara mereka, terdapat seekor rusa yang berbeda, rusa ajaib. Tanduknya bersinar dengan cahaya lembut, memancarkan aura sihir yang tenang namun kuat.
Louis menarik napas dalam-dalam, mengatur napasnya agar tenang. "Itu dia, Darius. Rusa sihir yang kita cari."
Darius mengangguk diam, menyesuaikan posisi untuk mendapatkan tembakan yang tepat dengan busur panahnya. Mereka berdua berkomunikasi dengan isyarat, merencanakan strategi untuk mendekati rusa ajaib tanpa membuatnya curiga.
Setelah menunggu kesempatan yang tepat, mereka akhirnya siap untuk bertindak. Darius mengangkat busur panahnya dengan hati-hati, mengarahkan panahnya ke arah rusa ajaib yang sedang tenang minum air.
Saat Darius menarik busur, Louis melompat keluar dari semak-semak dengan pedang terhunus. Rusa sihir seketika melihat mereka dan melepaskan sihir api dari tanduknya sebagai pertahanan.
Louis dengan cepat mengaitkan pedangnya, membelah api yang meluncur ke arah mereka. Darius melepaskan panahnya dengan cermat, mengenai sasaran dengan presisi yang luar biasa. Rusa sihir terkejut dan terluka, sehingga mereka berhasil menangkapnya sebelum ia bisa melarikan diri.
Setelah pertempuran singkat, mereka mengamankan tanduk rusa sihir yang bercahaya, sebuah benda yang bisa dijual dengan harga tinggi di guild petualang. Namun karena mereka tidak memiliki keanggotaan guild, mereka berencana menjualnya di pasaran.
"Sekarang kita bisa pulang dengan hasil yang memuaskan," kata Louis sambil tersenyum puas.
Darius mengangguk. "Kita berhasil, Louis. Ini akan menjadi cerita yang bagus untuk dibagikan di desa."
Mereka berdua mengambil beberapa tanaman obat yang mereka temukan di sekitar sumber udara pergi dari hutan itu. Dengan hati yang penuh keberhasilan dan semangat untuk petualangan berikutnya, Louis dan Darius melangkah keluar dari hutan sambil membawa rusa sihir yang mereka buru.
Setelah itu, mereka berdua memutuskan untuk pergi ke desa Kailash, sebuah desa yang terletak di lereng gunung yang indah dan hijau. Desa Kailash terkenal sebagai pusat perdagangan barang-barang sihir dan bahan-bahan bersertifikat, karena penduduknya memiliki keahlian dan pengetahuan untuk mengelola barang-barang berharga tersebut.
Ketika mereka tiba di desa Kailash, mereka disambut dengan pemandangan yang menakjubkan, sebuah acara pawai sedang berlangsung. Warga desa sedang merayakan keberhasilan dua petualang terkenal dari desa tersebut, Arlan dan Aria. Arlan, seorang pendekar pedang berpengalaman, dan Aria, seorang gadis elf berambut hijau muda yang mahir menggunakan sihir. Mereka saja berhasil mengalahkan Draco, seekor naga baru yang telah lama menjadi ancaman bagi desa Kailash. Louis dan Darius melihat iring-iringan itu dari kedamaian dengan ekspresi takjub. "Kelak aku ingin menjadi seperti mereka.." Kata Darius.
Beralih ke Arlan dan Aria, mereka duduk di kereta kuda yang berjalan ditengah-tengah kerumunan warga yang menyampaikan atas keberhasilan mereka.
"Kita berhasil, Aria," ucap Arlan dengan suara rendah, tersirat rasa syukur dan lega.
Aria tersenyum lembut. "Ya, Arlan. Kita berhasil mengalahkan naga itu. Mulai sekarang, warga desa akan hidup dengan damai."
"Lihatlah, mereka begitu berterima kasih padamu, Aria. Tanpa bantuanmu, kita mungkin tidak akan berhasil," kata Arlan, mengakui peran penting sahabatnya dalam pertempuran itu.
Aria menggeleng pelan. "Kita adalah tim, Arlan. Kita saling melengkapi. Tidak ada yang lebih berharga daripada melihat desa ini aman."
Setelah pawai berakhir, mereka duduk di bawah sebuah pohon besar. Mereka berdua sejenak bersantai, menikmati kedamaian setelah petualangan yang panjang. Namun, setelahnya, Aria memberitahukan bahwa dia harus kembali ke desa elf tempat dia tinggal.
"Aku harus segera kembali, Arlan," kata Aria dengan nada sedih. "Para elfku mungkin akan membutuhkan bantuan."
Arlan mengangguk mengerti. Meskipun hatinya agak sedih karena berpisah dengan Aria, dia juga tahu bahwa panggilan kewajiban Aria terhadap desa elfnya tidak bisa diabaikan. Mereka berdiri di bawah sinar matahari pagi yang hangat, berjabat tangan dengan penuh penghargaan dan persahabatan.
"Terima kasih, Aria. Aku tidak akan pernah melupakan apa yang telah kita lakukan bersama," ucap Arlan dengan tulus.
Aria tersenyum lembut. "Aku juga tidak akan melupakan petualangan ini, Arlan."
Mereka berdua berpisah di perbatasan desa.
Sementara itu, Louis dan Darius melanjutkan urusan mereka untuk menjual bahan sihir yang mereka peroleh dari rusa sihir di hutan. Mereka menuju ke pasar desa, ke mana pedagang lokal dengan antusiasme besar menawar barang-barang ajaib mereka dengan harga yang sangat menguntungkan. Desa Kailash memang terkenal karena harga bahan sihir yang tinggi, karena kebutuhan akan barang-barang tersebut untuk keperluan verifikasi dan sihir di seluruh wilayah.
Setelah menyelesaikan urusan mereka di pasar, Louis dan Darius kembali berjalan-jalan di sekitar desa, menikmati keindahan alam dan arsitektur desa Kailash yang unik. Mereka merasa senang dengan hasil dagangan mereka dan merasa terhormat bisa mengunjungi desa yang begitu kaya akan sejarah dan keberanian petualang-petualangnya.
Menjelang sore hari, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke desa Gatewood dengan hati yang penuh dengan pengalaman baru dan cerita perjalanan yang menarik. Dalam perjalanan, mereka berbincang-bincang untuk suasana hangat.
Mereka sampai di desa setelah matahari terbenam. Mereka pun berpisah pulang ke rumah masing-masing, ingin menceritakan pengalaman mereka hari itu kepada keluarga mereka. Louis, sebelum dia sampai ke rumah dia sempat bertemu dengan Alice. Mereka berbincang-bincang sambil berjalan. Louis dengan penuh percaya diri menceritakan pengalamannya hari itu, membuat Alice kagum.