Suasana di ruang baca Profesor Alistair berubah drastis, seolah-olah badai tiba-tiba menerjang ketenangan sebuah danau yang jernih. Udara yang sebelumnya dipenuhi aroma buku-buku tua dan perkamen kini dipenuhi energi gelap yang menyesakkan, aroma belerang samar tercium di udara. Bayangan-bayangan yang tadinya hanya hiasan di dinding kini menari-nari dengan liar, berubah bentuk menjadi makhluk-makhluk mengerikan yang siap menerkam.Malak, sang penyihir gelap, berdiri di tengah ruangan, tongkatnya yang berujung kepala ular terangkat tinggi. Mata hitamnya yang dingin menyala-nyala dengan nafsu jahat, dan senyum sinis tersungging di bibirnya yang pucat. "Aku sudah memperingatkanmu, Profesor," suaranya bergema di seluruh ruangan, "Mata Dewa akan menjadi milikku."Profesor Alistair berdiri tegak di depan Kael dan Elara, membentuk perisai pelindung dengan sihirnya. Cahaya putih berkilauan melingkupi mereka bertiga, melindungi mereka dari energi gelap yang mengancam. "Kamu tidak akan mendapatkannya, Malak," jawab Profesor Alistair dengan suara tegas. "Aku tidak akan membiarkanmu menyalahgunakan kekuatan artefak ini."Malak tertawa mengejek. "Kau terlalu lemah, Profesor. Kekuatanmu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuatanku." Ia mengayunkan tongkatnya, dan bayangan-bayangan di dinding berubah menjadi makhluk-makhluk kegelapan yang nyata.Dua serigala bayangan dengan bulu hitam legam dan mata merah menyala menerjang keluar dari dinding, cakar mereka yang tajam siap merobek daging. Seekor ular raksasa, sisiknya berkilauan seperti obsidian, merayap keluar dari bawah meja, lidahnya yang bercabang menjulur keluar dengan suara mendesis yang menakutkan. Dan dari kegelapan di sudut ruangan, muncul sosok bayangan yang tinggi dan kurus, jubahnya yang compang-camping berkibar-kibar seperti sayap kelelawar.Elara berteriak, "Kael, serang serigala-serigala itu! Aku akan menangani ular dan bayangan itu!" Ia melompat ke depan, tangannya terulur ke arah ular raksasa. Kilatan petir biru melesat dari ujung jarinya, menyambar ular itu dan membuatnya menggeliat kesakitan.Kael, dengan pedang terhunus, menerjang ke arah serigala-serigala bayangan. Ia bergerak dengan lincah, menghindari cakar-cakar mereka yang tajam dan membalas dengan tebasan-tebasan cepat. Kemampuannya melihat status memberinya keuntungan besar dalam pertempuran ini. Ia bisa melihat titik lemah masing-masing serigala dan menyerang dengan tepat.
Serigala Bayangan Level 10
HP: 50/50
Kemampuan: Cakar Bayangan, Gigitan Beracun
Kelemahan: Sihir Cahaya, Senjata Perak
Kael memfokuskan serangannya pada salah satu serigala, menusukkan pedangnya ke jantungnya. Serigala itu melolong kesakitan, tubuhnya perlahan-lahan menghilang menjadi asap hitam. Serigala lainnya, melihat pasangannya dikalahkan, menyerang Kael dengan ganas. Kael menangkis serangannya dengan pedangnya, lalu menebas lehernya dengan satu gerakan cepat. Serigala kedua juga menghilang menjadi asap.Sementara itu, Elara terus bertarung melawan ular raksasa dan sosok bayangan. Ia menggunakan sihirnya untuk menciptakan pusaran angin yang kuat, menerbangkan ular itu ke udara dan membantingnya ke dinding. Ular itu meronta-ronta, sisiknya pecah dan darah hitam pekat mengucur dari lukanya.Sosok bayangan, yang ternyata adalah seorang penyihir gelap yang dipanggil oleh Malak, menyerang Elara dengan mantra-mantra kegelapan. Elara menangkis serangannya dengan perisai sihir, lalu membalas dengan mantra bola api yang membakar jubah penyihir itu. Penyihir itu menjerit kesakitan, lalu menghilang menjadi bayangan kembali.Malak, melihat makhluk-makhluknya dikalahkan, menjadi marah besar. Ia mengarahkan tongkatnya ke Profesor Alistair, meluncurkan petir hitam yang kuat. Profesor Alistair, dengan sigap, mengangkat perisai pelindungnya, menangkis serangan Malak."Kau tidak bisa mengalahkanku, Malak!" teriak Profesor Alistair. "Kekuatanmu berasal dari kegelapan, sedangkan kekuatanku berasal dari cahaya. Dan cahaya selalu mengalahkan kegelapan!"Malak tertawa sinis. "Kita lihat saja nanti, Profesor. Ini belum berakhir!" Ia menghilang dari pandangan, meninggalkan jejak asap hitam yang berbau busuk.Kael dan Elara mendekati Profesor Alistair, yang tampak kelelahan tapi lega. "Terima kasih, anak-anak," katanya dengan suara lemah. "Kalian telah menyelamatkan nyawaku. Aku berhutang budi pada kalian."Kael dan Elara saling berpandangan, tersenyum. Mereka merasa bangga dan puas. Mereka telah berhasil melindungi Profesor Alistair dan mengalahkan Malak. Namun, mereka tahu bahwa pertempuran ini hanyalah awal dari petualangan mereka. Mereka masih harus mencari tahu lebih banyak tentang Mata Dewa dan mengungkap rahasia di balik kemampuan Kael.