[ Selamat datang, di Hutan Seetrus, bumi #3612, Player! ]
Sesuatu tiba-tiba muncul.
Deg!
Detak jantung yang tidak terkendali serta darah yang mulai berdesir cepat, seketika Kayzen menjadi tegang. Melihat sesuatu yang hanya ada digame membuatnya terkejut setengah mati.
Sebenarnya, ada di mana aku?
Beberapa kalimat terlintas di benakku.
[ Kayzen Vallise Alzenith — 3612 ]
[ Semoga beruntung! ]
Tunggu, apakah aku pernah melihat layar biru itu sebelumnya? Aku lupa ....
Ini ... Player? Apa maksudnya? Hutan Seetrus, di mana itu? Aku belum pernah mendengarnya. Bumi ke-3612, memangnya ada bumi yang lain di alam semesta ini?
Saat mencoba menyentuh tulisan yang berada di layar secara asal. Sebuah suara notifikasi aneh yang berbunyi "Tring!" terdengar, membuatku semakin yakin jika aku sedang bermimpi.
"Apa? Berhasil?"
Seakan sudah ditakdirkan, sebuah layar biru — setengah transparan — muncul tepat dihadapanku.
[ Masukkan nama anda ]
Nama? Aku melihat ke kanan dan ke kiri, ada beberapa orang yang di sekitarku. Mereka terlihat seperti sedang menatap kosong seakan ada sesuatu di situ. Mereka juga terlihat seperti meraih udara.
Di mana ini? Oh, lupakan itu, Pemandangannya sangat cantik, juga suasana yang sejuk dan tenang. Kita — enam orang, termasuk aku — terjebak di tengah-tengah hutan yang luas, sebuah dunia lain.
Mereka belum menyadarinya ... Apa mungkin aku tadi juga terlihat seperti mereka, menatap ke layar biru yang ada tepat dihadapannya dan tidak sadar jika kita telah pindah ke dunia lain?
Mungkin ini mimpi, tapi tidak apa-apa. Aku akan menjelajahi tempat ini terlebih dahulu, sebelum terbangun.
Tanpa berlama-lama lagi, aku menekan layar biru aneh itu lagi. Membuat layar biru baru hadir, dengan huruf-huruf alfabet lengkap yang tertata rapi — mulai dari A sampai huruf terakhir, Z. Lalu aku memasukkan namaku.
[ Kayzen ]
Kayzen ... kenapa aku tidak membuat nama samaran? Aku juga tidak tahu. Yang pasti, aku malas berpikir untuk membuat nama.
[ Konfirmasi nama ini? ]
Ya | Tidak
Aku mengkonfirmasi nama itu dan layar lain muncul lagi.
[ Semoga beruntung, Player! ]
Tunggu, sejak kapan mimpi terasa begitu nyata. Aku bahkan sadar jika ini mimpi. Mungkinkah lucid dream? Tidak masuk akal, biasanya pemandangan dimimpiku tidak pernah sejelas ini ... Mungkin hanya beberapa, tetapi biasanya aku langsung terbangun dan lupa mimpi itu.
Kayzen sedikit mengerutkan alisnya. Jadi ... apakah aku baru saja masuk ke sebuah game bertema MMORPG seperti diwebnovel-webnovel yang sedang viral itu? Aku menjadi sangat penasaran, bumi yang seperti apa ini?
Kayzen terkejut, meskipun dia sudah sering membaca komik dan novel-novel yang semacamnya. Sebab dinovel-novel yang ia baca, sebagian memiliki cerita tentang seseorang dari bumi meninggal akibat tertabrak truk, lalu hidup kembali atau bereinkarnasi menjadi seseorang yang berbeda di dunia lain yang ada pada novel yang dibaca protagonis. Biasanya, para protagonis novel yang Kayzen baca menjadi tokoh sampingan yang hanya pernah muncul sekali atau menjadi seorang penjahat novel yang dibaca oleh sang protagonis.
Apa yang akan muncul setelah layar biru yang tadi menghilang? Kayzen tersenyum pasrah, dia menatap pohon yang paling besar diantara 6 lainnya saat berpikir. Dia langsung waspada terhadap sekitarnya.
Mungkinkah melawan monster? Tidak mungkin ... yang benar saja! Bagaimana caranya? Terlebih, kita saja tidak tahu bagaimana kita bisa berada disini.
—
[ Profil
Nama : Kayzen
(Kayzen Vallise Alzenith)
Status : Player *baru
Atribut : tekan
Elemen : - ]
Aku melihat tulisan-tulisan didepanku dengan sangat heran.
(Kayzen Vallise Alzenith)
Apa ini? Mengapa layar ini tahu namaku? Ini benar-benar nyata atau mimpi? Mungkin, ini sangat tidak masuk akal, tapi untuk saat ini, hanya sekarang, aku akan memercayainya.
Kayzen, yang mencoba memercayai dirinya telah masuk ke "dunia lain" bersama beberapa orang asing yang tak dikenalnya, diam-diam mengamati pemandangan asing di depannya.
Suasana yang sangat sunyi. Pemandangan yang cantik tapi terkesan menyeramkan. Tenang, sunyi, dan sepi. Sungguh, ini adalah pemandangan tak terlukiskan yang pernah Kayzen lihat. Dia menyukainya, sangat menyukainya meskipun sedikit memberi kesan menyeramkan.
Tanah disini berwarna coklat, beberapa tertutup rumput. Pohon-pohon itu tinggi menjulang ke atas, beberapa memiliki pola yang rumit. Batang lebar pohon-pohon itu berwarna coklat sedikit merah gelap. Daun-daunnya berwarna hijau tua. Kualitas udara disini sangat bagus. Sayangnya, ada sedikit kabut abu-abu yang menutupi jarak penglihatan, seperti suasana pagi di Bumi.
Di tempat Kayzen berdiri, ada 6 pohon besar nan tinggi yang mengelilinginya. Pohon-pohon itu sangat besar, nampak seperti pohon raksasa. Jarak antara pohon satu dengan yang lainnya sangat jauh. Kayzen, bersama 5 orang yang lain berada ditengah-tengah 6 pohon itu. Mereka seperti sedang ditahan oleh pohon-pohon itu agar tidak bisa keluar kehutan. Seakan, area itu telah diatur menjadi tempat dimana mereka "seharusnya" berada.
—
"Halo semuanya, permisi? Aku ingin bertanya sesuatu, apa boleh?"
Suara perempuan yang tegas terdengar ditelingaku, bahasa manakah itu ... dan mengapa aku bisa mengetahui apa yang dia katakan?
Aku langsung mengalihkan pandanganku kepada seorang perempuan di seberang kananku, dengan tinggi 167cm, rambut hitam yang sedikit mengembang dengan mata berwarna cokelat tua, sepertinya dia juga sama sepertiku.
"Eh, apakah kamu juga? Kupikir hanya aku yang terisekai disini .... " Seorang laki-laki dengan tinggi yang lebih pendek dari Kayzen, 180cm, menjawab. Rambutnya berwarna kuning, dan matanya berwarna hijau.
"Sepertinya iya," jawab perempuan itu.
Aku memutuskan untuk diam saja dan mengamati percakapan mereka.
"Hai, Ayo berteman? Namaku Reina Eirene, kalian bisa memanggilku Reina, senang bertemu dengan kalian!"
Kemudian, datang lagi seorang perempuan — yang lebih pendek dari perempuan tadi, sekitar 164cm — dengan rambut berwarna kuning muda dan mata berwarna merah muda agak tua yang bundar.
"Oh, hai Reina! Aku Elaine Anastasia kamu bisa memanggilku Elaine, dan ... kamu?"
Perempuan berambut merah tua itu, tidak, Elaine menjawabnya. Lalu menunjuk ke arah laki-laki berambut biru yang berada di samping kananku.
"Salam kenal semuanya? Aku Xander Alair, panggil saja Xander." Dengan senyuman di sudut bibirnya, dia menjawab.
Setelah mendengar nama mereka bertiga, aku melihat ke arah dua orang yang lain. Dia adalah perempuan berambut hitam dan memiliki mata yang berwarna kuning keemasan — tingginya 172cm. Berada di seberang kiriku.
Satunya, seorang laki-laki. Dia lebih tinggi dariku — 192cm — memiliki rambut yang berwarna hitam juga, dan mata yang berwarna biru azure. Berada di samping kiriku berjarak sekitar 3 meter dariku.
Merasa sedang diamati, orang berambut hitam itu menoleh ke arah Kayzen. Lalu berjalan mendekati Kayzen.
"Ada apa?" Dia bertanya dengan sedikit menaikkan alis kirinya.
Aku segera menjawabnya, tanpa menimbulkan kecurigaan.
"Apa kau juga?"
"Hah?" Dia menatapku dengan ekspresi bingung, ingin tahu.
"Maksudku, apa kau juga tiba-tiba berada disini seperti yang lain?" Aku menunjuk dengan ke arah Elaine, Reina, dan Xander menggunakan lirikan mata.
"Oh, ya, aku juga. Siapa namamu?"
"Kayzen Vallise Alzenith, panggil saja Kayzen. Bagaimana denganmu?"
"Razeth Verzas."
"Nama yang unik, bagaimana aku harus memanggilmu?"
"Terima kasih. Kamu boleh memanggilku Razeth, atau apapun itu, terserah." jawabnya.
Keheningan segera menyerbu tempatku dan Razeth berada.
Beberapa detik kemudian, "Apakah kau tidak penasaran mengapa kita bisa berada di sini?" Dia bertanya padaku saat mata elang tajamnya melihat ketiga orang itu, Elaine, Reina, dan Xander.
"Tidak terlalu," jelas Kayzen lanjut mengamati sekitar.
"Apa yang sedang terjadi sebenarnya?" Tanyanya yang juga penasaran.
"Aku juga tidak tahu ... " jawab Kayzen.
Aku segera mengalihkan pandanganku, kemudian berjalan menghampiri Xander dan yang lainnya. Razeth tidak bertanya tentang apapun lebih lanjut dan hanya mengekor.
"Halo, mari berteman? Namaku Xander Alair, kalian bisa memanggilku Xander."
"Aku Elaine Anastasia, panggil saja Elaine."
"Namaku Reina Eirene, panggil saja Reina. Salam kenal semuanya!"
Kayzen melihat ke arah mereka, tersenyum — karena tidak tahu lagi harus berekspresi seperti apa — seraya memperkenalkan dirinya, "Namaku Kayzen Vallise Alzenith, panggil saja Kayzen. Salam kenal."
"Razeth Verzas, Razeth." Masih sama dengan ekspresi datarnya, Razeth memperkenalkan diri.
"Salam kenal Kayzen!" ucap Reina.
"Salam kenal juga," jawab Kayzen.
"Hai?" Seorang perempuan yang berambut hitam yang tinggi dengan mata berwarna kuning keemasan tadi berjalan mendekati kita.
"Kamu cantik sekali! Siapa namamu? Aku Reina Eirene, panggil saja Reina."
"Terima kasih, kamu juga cantik. Perkenalkan, namaku Venus Ariane. Kalian bisa memanggilku Venus."
"Salam kenal. Aku Elaine Anastasia, panggil saja Elaine."
"Xander Alair, panggil saja Xander. Senang bertemu denganmu." Dengan senyumnya, Xander memperkenalkan diri.
Kayzen langsung memperkenalkan dirinya, masih mempertahankan senyuman tadi, "Namaku Kayzen Vallise Alzenith, panggil saja Kayzen."
"Razeth Verzas, Razeth." Razeth menyebutkan namanya dengan ekspresi yang sangat datar.
"Salam kenal semuanya." Venus berkata dengan senyum di sudut bibirnya.