Chereads / Player: The Never-Ending Game / Chapter 2 - Bab 1 : Dunia Lain

Chapter 2 - Bab 1 : Dunia Lain

[ Selamat datang, di Hutan Seetrus, bumi 3612, player! ]

Tiba-tiba, sesuatu muncul.

[ Apakah aku terlalu mengejutkanmu? ]

[ Aku meminta izin Anda semua untuk mengembalikan ingatan Anda sekalian. Tidak ada pilihan lain selain memanggil Anda! ]

Layar yang terakhir muncul langsung menghilang setelah 3 detik.

Deg!

Jantung Kayzen berdetak sangat kencang. Darah dalam arterinya mulai berdesir cepat, seketika Kayzen menjadi tegang. Melihat sesuatu yang hanya ada digame membuatnya terkejut setengah mati.

Sebenarnya, di mana aku berasa? Beberapa kalimat terlintas di benak Kayzen.

[ Kayzen Vallise Alzenith — 3612 ]

[ Semoga beruntung! ]

Tunggu, apakah aku pernah melihat layar biru itu sebelumnya? Terasa familiar, tapi juga tidak. Pikir Kayzen.

... Player? Apa maksudnya? Hutan Seetrus, di mana itu? Aku belum pernah mendengarnya. Bumi ke-3612, tidak, lebih terdengar seperti bumi 3612. Namun, apakah ada bumi lain di alam semesta ini? Pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan memasuki pikiran Kayzen.

Saat mencoba menyentuh tulisan yang berada di layar secara asal. Sebuah suara notifikasi aneh yang berbunyi "Tring!" terdengar, membuatku semakin yakin jika aku sedang bermimpi.

"Apa? Berhasil?"

Seakan sudah ditakdirkan, sebuah layar biru — setengah transparan — muncul tepat di hadapanku.

[ Tolong masukkan nama Anda ]

Nama? Aku melihat ke kanan dan ke kiri, ada beberapa orang yang berdiri di sekitarku. Mereka terlihat seperti menatap kosong udara, seakan ada sesuatu di situ. Mereka lalu menyentuh sesuatu yang terlihat seperti meraih udara. Setelah melihat itu, aku mengalihkan pandanganku untuk mengamati tempat ini dengan lebih jelas.

Tempat ini berbeda dengan bumi tempatku berada!

Di mana ini? Kita — enam orang, termasuk aku — terjebak di tengah-tengah hutan yang luas, sebuah dunia lain, di dalam mimpi — pastinya.

Seperti kata layar biru tadi, ini benar-benar 'hutan.' Orang-orang yang lain belum menyadarinya, atau, sudah tahu? Apakah aku tadi juga terlihat seperti mereka, menatap kosong udara — layar biru — dan hampir tidak sadar bahwa telah berpindah ke tempat, tidak, dunia lain?

Akan tetapi, ini sangat mungkin merupakan mimpi aneh yang lain. Di mana aku mendapatkan kesadaran penuh sebelum benar-benar terbangun ... Kalau begitu, aku akan menjelajahi tempat ini terlebih dahulu.

Tanpa berlama-lama lagi, aku menekan layar biru aneh itu lagi. Membuat layar biru baru hadir dengan huruf-huruf alfabet lengkap yang tertata rapi — mulai dari A sampai huruf terakhir, Z. Lalu aku memasukkan namaku.

[ Kayzen ]

Kayzen ... kenapa aku tidak membuat nama samaran? Benar juga, ini hanya mimpi. Tidak perlu terlalu memikirkannya.

[ Konfirmasi nama ini? ]

Ya | Tidak

Aku mengkonfirmasi nama itu dan layar lain muncul lagi.

[ Semoga beruntung, player! ]

Ini terlalu nyata ... Tidak masuk akal, biasanya pemandangan di mimpiku tidak pernah sejelas ini sampai bisa membaca sesuatu. Mungkin hanya beberapa, tetapi biasanya aku langsung terbangun dan lupa mimpi itu.

Kayzen sedikit mengerutkan alisnya ketika sebuah pemikiran terlintas di dalam benaknya; Apakah ini efek membaca webnovel tema fantasi sebelum tidur hingga dapat memimpikan sesuatu yang mirip? Aku bahkan bisa berpikir dengan jelas ...

Jelas ... Bahkan terlalu jelas! Kayzen mengatakan sesuatu di benaknya dengan sangat heran sampai berpikir bahwa dia telah benar-benar masuk ke dunia lain.

Namun, bagaimana jika ini nyata? Bagaimana pula jika ini bukan mimpi? Apa yang akan terjadi?

[ Bagaimana jika jawabannya adalah iya? ]

[ Bisakah anda menerima jawaban itu? ]

Sebuah layar biru muncul, tanpa notifikasi, menghancurkan seluruh kepercayaan Kayzen tentang 'ini adalah mimpi.'

Kayzen sudah sering membaca komik dan novel-novel semacam mimpi ini. Di novel-novel yang ia baca, sebagian memiliki cerita tentang seseorang dari bumi meninggal akibat tertabrak truk, lalu hidup kembali atau reinkarnasi menjadi seseorang yang berbeda di dunia novel yang dibaca protagonis. Kayzen tidak pernah berharap hal itu terjadi padanya, tetapi kenyataan berkata lain.

[ Sekali lagi, ini nyata, bisakah Anda menerima dan mempercayai kenyataan? ]

Siapa yang tahu ini benar-benar mimpi? Kayzen pasrah, dia menatap pohon yang paling besar diantara lainnya saat berpikir. Dia langsung menjadi waspada terhadap sekitarnya.

[ Profil

Nama : Kayzen

(Kayzen Vallise Alzenith)

Status : Player *baru

Atribut : tekan

Elemen : - ]

Aku melihat huruf-huruf di depan dengan sangat heran.

(Kayzen Vallise Alzenith)

Ini ... sangat mungkin jika sebuah mimpi.

Kayzen, yang mencoba memercayai dirinya telah masuk ke "dunia lain" — dalam mimpi, tentunya — bersama beberapa orang asing yang tak dikenalnya, diam-diam mengamati pemandangan asing di depannya.

Suasananya sangat sunyi. Pemandangan yang cantik tapi terkesan menyeramkan. Tenang, sunyi, dan sepi. Sungguh, ini adalah sebuah pemandangan yang tak terlukiskan.

Tanah disini berwarna coklat, beberapa tertutup rumput. Pohon-pohon itu tinggi menjulang ke atas, beberapa memiliki pola yang rumit. Batang lebar pohon-pohon itu berwarna coklat sedikit merah gelap. Daun-daunnya berwarna hijau tua. Kualitas udara di sini sangat bagus. Sayangnya, ada sedikit kabut abu-abu yang menutupi jarak penglihatan, seperti suasana pagi di Bumi.

Di tempat Kayzen berdiri, ada 6 pohon besar nan tinggi yang mengelilinginya. Pohon-pohon itu sangat besar, nampak seperti pohon raksasa. Jarak antara pohon satu dengan yang lainnya sangat jauh. Kayzen, bersama 5 orang yang lain berada di tengah-tengah 6 pohon itu. Mereka seperti sedang ditahan oleh pohon-pohon itu agar tidak bisa keluar kehutan. Seakan, area itu telah diatur menjadi tempat dimana mereka "seharusnya" berada.

"Halo semuanya, permisi? Aku ingin bertanya sesuatu, apa boleh?"

Suara perempuan yang tegas terdengar ditelingaku, namun dengan bahasa asing. Anehnya, aku bisa mengetahui apa yang dia katakan.

Aku langsung mengalihkan pandanganku kepada seorang perempuan di seberang kananku, dengan tinggi 167cm, rambut hitam yang sedikit mengembang dengan mata berwarna cokelat tua, sepertinya dia juga sama sepertiku.

"Eh, apakah kamu juga? 'Ku pikir hanya aku yang terisekai disini .... " Seorang laki-laki dengan tinggi yang lebih pendek dari Kayzen, 180cm, menjawab. Rambutnya berwarna kuning, dan matanya berwarna hijau.

Isekai? Tidak, ini hanya mimpi ... Pikir Kayzen.

"Sepertinya iya," jawab perempuan itu.

Aku memutuskan untuk diam saja dan mengamati percakapan mereka.

"Hai, ayo berteman? Namaku Reina Eirene, kalian bisa memanggilku Reina, senang bertemu dengan kalian!"

Kemudian datang lagi seorang perempuan — yang lebih pendek dari perempuan tadi, sekitar 164cm — dengan rambut berwarna kuning muda dan mata berwarna merah muda agak tua yang bundar.

"Oh, hai Reina! Aku Elaine Anastasia kamu bisa memanggilku Elaine, dan ... kamu?"

Perempuan berambut hitam itu, tidak, Elaine menjawabnya. Lalu menunjuk ke arah laki-laki berambut biru yang berada di samping kananku.

"Salam kenal semuanya? Aku Xander Alair, panggil saja Xander." Dengan senyuman di sudut bibirnya, dia menjawab.

Setelah mendengar nama mereka bertiga, aku melihat ke arah dua orang yang lain. Dia adalah perempuan berambut hitam dan memiliki mata yang berwarna kuning keemasan—tingginya 172cm. Dia berada di seberang kiriku.

Satunya, seorang laki-laki. Dia lebih tinggi dariku — 192cm — memiliki rambut yang berwarna hitam juga, dan mata yang berwarna biru azure. Dia berada di samping kiriku berjarak sekitar 3 meter dariku.

Merasa sedang diamati, orang berambut hitam itu menoleh ke arah Kayzen. Lalu berjalan mendekati Kayzen.

"Ada apa?" Dia bertanya dengan sedikit menaikkan alis kirinya.

Aku segera menjawabnya tanpa menimbulkan kecurigaan. Lagipula ini hanya mimpi.

"Apa kau juga?"

Terisekai atau tiba-tiba ada di sini, seperti yang lain ... Tambah Kayzen di dalam benaknya.

"Hah?" Dia menatapku dengan ekspresi bingung, ingin tahu.

"Maksudku, apa kau juga tiba-tiba berada di sini, seperti yang lain?" Aku menunjuk dengan ke arah Elaine, Reina, dan Xander menggunakan lirikan mata.

"Oh, aku juga. Siapa namamu?"

"Kayzen Vallise Alzenith, panggil saja Kayzen. Bagaimana denganmu?"

"Razeth Verzas."

"Nama yang unik."

Beberapa detik kemudian, "Apa kau tidak penasaran mengapa kita bisa berada di sini?" Dia bertanya padaku saat mata elang tajamnya melihat ketiga orang itu, Elaine, Reina, dan Xander.

"Tidak terlalu." Jelas Kayzen lanjut mengamati sekitar.

"Apa yang sedang terjadi sebenarnya?" tanya Razeth yang juga penasaran.

"Aku juga tidak tahu ... " jawab Kayzen.

Aku segera mengalihkan pandanganku, kemudian berjalan menghampiri Xander dan lainnya. Razeth yang tidak bertanya tentang apapun lebih lanjut hanya mengekor.

"Halo, mari berteman? Namaku Xander Alair, kalian bisa memanggilku Xander."

"Aku Elaine Anastasia, panggil saja Elaine."

"Namaku Reina Eirene, panggil saja Reina. Salam kenal semuanya!"

Kayzen melihat ke arah mereka, tersenyum sedikit — karena tidak tahu lagi harus berekspresi seperti apa — seraya memperkenalkan dirinya, "Kayzen Vallise Alzenith, panggil saja Kayzen. Salam kenal."

"Razeth Verzas, Razeth." Masih sama dengan ekspresi datarnya, Razeth memperkenalkan diri.

"Salam kenal Kayzen!" ucap Reina.

"Salam kenal juga," jawab Kayzen.

"Hai?" Seorang perempuan yang berambut hitam yang tinggi dengan mata berwarna kuning keemasan tadi berjalan mendekati kita.

"Kamu cantik sekali! Siapa namamu? Aku Reina Eirene, panggil saja Reina."

"Terima kasih, kamu juga cantik. Perkenalkan, namaku Venus Ariane. Kalian bisa memanggilku Venus."

"Salam kenal. Aku Elaine Anastasia, panggil saja Elaine."

"Xander Alair, panggil saja Xander. Senang bertemu denganmu." Dengan senyumnya, Xander memperkenalkan diri.

Kayzen yang masih mempertahankan senyuman tadi langsung memperkenalkan dirinya, "Kayzen Vallise Alzenith, panggil saja Kayzen."

"Razeth Verzas, Razeth." Razeth menyebutkan namanya dengan ekspresi yang sangat datar.

"Salam kenal semuanya." Venus berkata dengan senyum di sudut bibirnya.

[ Apakah Anda masih belum mempercayai saya? ]

Ini? Dalam sekejap, pertanyaan tak terhingga membanjiri pikiran Kayzen. Mau tidak mau, dia harus mempercayai; ini, bukan mimpi, tetapi kenyataan yang sebenarnya.

[ Ya- Kayzen, percayalah padaku. ]

Sulit ... hampir mustahil. Jawab Kayzen.

Namun, itu bukan berarti tidak bisa.