Beberapa hari yang lalu, di Kota Bros, Kastil Betro, Komandan Sogun dan Komandan Pion sedang melapor kepada atasan mereka, Jenderal Arqi. Jenderal Arqi duduk di singgasana, sedangkan Komandan Sogun dan Komandan Pion berlutut tanda patuh.
Jenderal Arqi kini memulai pembicaraan, "Sebenarnya, aku sedang memikirkan suatu hal".
"Dan apa itu, Tuan Arqi" tanya Komandan Pion penasaran.
"Sogun dan Pion, aku ingin kalian berjaga di luar Kota. Ajak seluruh prajurit untuk berjaga di luar Kota ini!!" seru Jenderal Arqi.
Mendengar hal itu, Komandan Sogun pun berdiri, "A-Apa?! A-Aku tak mau!! Bukankah akan gawat kalau tiba-tiba musuh menyerang?!!"
"Hei Sogun, tenanglah" bisik Komandan Pion tak ingin ada masalah.
Jenderal Arqi yang melihat bawahannya membentak, ia langsung terbangun dari tempatnya duduk. Dengan penuh amarah, dia berjalan ke arahnya.
*Plaaaak (ditamparnya Komandan Sogun oleh Jenderal Arqi)
"Apa kau bilang tadi..? Bukankah kau Sogun, salah satu Jenderal terhebat Zyro? Bukankah, ini adalah tugas yang mudah untukmu? Apa sebegitu takutnya kau terhadap musuh, hah Komandan?!! Aku tak mau tahu, pokoknya mulai besok kalian berdua harus berjaga di luar Kota!!!" bentak marah Jenderal Arqi.
***
Waktu pun berlalu dan di malam harinya, Kamar Komandan Sogun, ia sekali lagi di temui oleh sosok pria bertopeng. Pria itu masuk dari jendela kamarnya dan hal itu mengagetkan Komandan Sogun.
"Kau terkejut?" sapa pria bertopeng sembari bersandar pada dinding kamar.
Komandan Sogun lalu menjawab sembari menutup jendela kamar yang terbuka, "Ti-Tidak juga."
"Apa ada masalah?" tanya pria bertopeng itu.
"Iya, mulai besok aku di suruh untuk berjaga di luar Benteng..." jawab Komandan Sogun.
"Hmm, sepertinya anak bangsawan itu sangat kau benci, ya? Tenanglah, dia akan melihat siapa yang akan tertawa terakhir.." gema pria bertopeng sembari tersenyum.
"Aku harap kau tak melupakan kesepakatan kita?!" kata Komandan Sogun mengingatkannya.
Pria bertopeng itu lalu membuka jendela kamar dan menjawab, "Tenang saja. Semua akan berjalan sesuai rencana kita."
Setelah mengatakan hal itu, sang pria bertopeng langsung pergi melalui jendela kamar yang terbuka. Di tengah kota Bros, ia berjalan santai melalui jalanan kota.
"Benar, kita akan lihat siapa yang tertawa terakhir, Komandan Sogun" gumam pria bertopeng itu sembari berjalan di kerumunan malam penduduk Kota.
Keesokan harinya, mereka berjaga di luar Kota Bros. Kota Bros hanya memiliki satu gerbang masuk yaitu di sebelah Utara. Dan prajurit Zyro beserta para pengkhianat berjaga di dekat gerbang tersebut.
Seorang pria dari para pengkhianat bernama Ezan Falsan, tampak tertarik dengan Komandan Sogun. Dengan langkah penuh keberanian, ia berjalan mendekati sosok yang dikaguminya itu.
"Maaf, Komandan Sogun" ucap Ezan menyapa.
"Hmm, ada apa? Apa ada masalah?" tanya Komandan Sogun kebingungan.
"T-Tolong izinkan aku bergabung menjadi prajurit Zyro" ucap Ezan memohon.
"Ingin bergabung? Siapa namamu?" tanya Komandan Sogun lagi.
Ezan lalu menjawab, "Sa-Saya Ezan, Ezan Falsan. Umur 20 dan senjata yang saya pakai itu.. eee flail, sebuah bola runcing yang dirantai!"
"Hmm, begitu rupanya. Boleh, mulai sekarang, kau akan berada di bawah komandoku" kata Komandan Sogun sembari menepuk pundak kanan Ezan beberapa kali.
"Terimakasih, Komandan Sogun!" sahut Ezan bersemangat.
Namun, ketika akan pergi, Ezan kemudian teringat sesuatu. Ia lalu berbalik menghadap Komandan Sogun dan menanyakan suatu hal.
Ezan lalu memberanikan dirinya untuk bertanya, "Eee maaf, Komandan Sogun. Ada sesuatu yang membuat saya penasaran."
Komandan Sogun pun menyahut, "Hmm, ada apa? Katakan saja, Ezan."
Ezan lalu melanjutkan, "Sebenarnya, saya penasaran... Kenapa nama anda Sogun, bukan Shogun, Komandan..?"
"A-Apa maksudmu?!!" bentak Komandan Sogun terkejut.
"Ah, maaf tidak jadi. Lupakan saja soal pertanyaan saya tadi, Komandan" kata Ezan sembari berjalan menjauh dengan langkah yang kaku karena malu.
"Sial, kalau soal itu, mana bisa aku jawab. Mana mungkin... Aaaa, ini semua gara-gara ayah dan ibuku tak bisa mengeja huruf H dengan benar!!!" pikir kesal Komandan Sogun dalam hatinya.
***
Di malam harinya, Desa Pemberontak, saat Azuma dan Spear baru saja berbaikan, mereka memutuskan untuk pulang ke Rumah 35. Sesampainya di sana, kedua orang itu melihat Stick terduduk diam di kursi. Spear yang masih teringat dengan kejadian pengkhianatan itu, ia langsung saja berjalan ke kamar dengan langkah yang cepat.
Azuma lalu menghampiri Stick dan duduk pada kursi di dekatnya, "Maaf, aku harap ada yang bisa kubantu."
"Tak apa, sepertinya dia juga tak ingin memakai cincin itu..." jawab Stick sembari menunduk.
Azuma lalu menyahut, "(Dia menyadarinya) jadi, sek--."
Stick pun menyela, "Ayo, kita harus melatih anak-anak itu. Setidaknya, mereka harus bisa membela diri, kan?"
"E-Eh, Iya. Kau benar" jawab Azuma mengerti.
Mereka berdua lalu pergi ke luar dan berjalan menuju Rumah Besar. Ketika sampai di sana, mereka bertemu dengan si Pandai Besi, Pak Tua Galih. Ia sedang membagikan senjata untuk pertempuran besok. Terlihat Ryujin yang sedang melatih anak-anak dan para wanita untuk perang esok hari.
Stick kemudian membantu Ryujin untuk melatih pasukan. Sedangkan, Azuma menghampiri Pak tua Galih dan membantunya membagikan persenjataan.
***
Di saat yang bersamaan, Magma, Ozuza, dan Cavalry sedang mengadakan rapat di Rumah Besar. Setelah adu pendapat, akhirnya mereka sepakat untuk menyerang Kota Bros beserta Kastil Betro besok dengan tiga pasukan.
"Aku akan memimpin pasukan A. Cavalry, kau memimpin pasukan B. Lalu Ozuza, memimpin pasukan C" ucap Magma menjelaskan.
"Hmm, baiklah. Saatnya untuk menghancurkan Zyro" gema Cavalry bersemangat.
"Jangan gegabah. Ini menjadi awal dari perang yang berat sebelah. Jika lengah sedikit saja, kita pasti kalah" kata Ozuza memberi saran.
Cavalry lalu menyahut, "Baik, baik. (Berisik. Dasar, merusak suasana saja.)"
"Baiklah. Kalau begitu, kalian berdua bersiap-siap untuk pertempuran besok. Sekarang, beristirahatlah" ucap Magma menyuruh.
"Baik" jawab Cavalry.
"B-Baik" jawab Ozuza juga sembari menunduk.
Cavalry lalu meninggalkan ruangan. Namun, Ozuza masih saja berada di sana.
Magma yang melihat itu pun bertanya, "Ada apa?"
"Tuan Magma, menurutku kita tak harus mengingkutkan anak-anak dalam perang?" bujuk Ozuza.
"Itu lagi. Dengar Ozuza, sat ini kita butuh pasukan lebih untuk bisa menang dalam perang melawan Zyro" jawab Magma sembari menatap ke arah jendela.
Mendengar hal itu, Ozuza pun langsung menunduk diam. Ia tak kuasa jika harus menghadapi kenyataan bahwa adiknya, Ryujin akan ikut bergabung dalam perang.
Namun, tiba-tiba Magma berkata lagi, "Kalau kau mau, Ryujin boleh saja masuk ke pasukan C yang dipimpin olehmu."
Ozuza kini terkejut, "Be-Benarkah. Terimakasih, Tuan Magma."
Ozuza lalu meninggalkan ruangan dengan perasaan yang sedikit lega. Ia merasa lebih tenang jika Ryujin berada di pasukan C yang ia pimpin. Karena jika Ryujin dalam bahaya, Ozuza bisa saja melindunginya.
***
Di saat yang bersamaan, di luar Kota Bros, Ezan sedang berjaga bersama para pengkhianat dan prajurit Zyro. Ia merasa gatal karena tak melihat satupun musuh yang bisa dibunuhnya.
Ia lalu bergumam, "Hmm, membosankan banget. Berkat Spear, aku bisa membeli Flail. Tapi jujur, aku benci orang itu. Jika bertemu dengannya, aku akan membunuhnya. Dengan senjata ini... Hahahaha... Mungkin inilah yang disebut... Senjata makan tuan."
.....Bersambung.....