Keadaan saat ini, Rika dan Rise yang sedang membuat kesepakatan
Keadaan Rika saat ini benar-benar kacau ia berpikir lebih keras daripada biasanya, mengetahui pilihan ini menentukan nasibnya. "Aku harus apa sialan?! Lebih baik aku mengulur waktu dan mencoba mengalihkan pembicaraan" Rika benar-benar tidak tahu harus melakukan apa, terlihat dari wajahnya yang berkeringat.
"Tapi! Apa yang akan kau lakukan dengan tubuhku diluar sana?!" Kata Rika waspada.
"Aku ingin mencoba beradaptasi dengan tubuhmu, siapa yang tahu kita cocok?" Balas Rise dengan santai.
Rika menatap Rise dengan penuh kecurigaan. "Beradaptasi? Dengan tubuhku? Kenapa aku merasa ini lebih dari sekadar 'percobaan'?"
Rise hanya mengangkat bahu dengan ekspresi acuh tak acuh. "Kau bisa berpikir apa saja, tapi kenyataannya, jika aku ingin mengambil alih, aku sudah bisa melakukannya sekarang. Aku memberimu pilihan karena, yah, kita mungkin akan bersama untuk waktu yang lama. Jadi, kenapa tidak kita mulai dengan sesuatu yang kecil? Sepuluh menit tidak akan membunuhmu... setidaknya kalau kau tidak melawan."
Rika masih belum yakin. "Apa yang membuatmu berpikir aku akan setuju? Kau baru saja mengatakan bisa menghancurkan tubuhku, dan sekarang kau ingin aku mempercayaimu?"
"Karena kau tidak punya pilihan lain, sayang," jawab Rise dengan nada lebih dingin, menyipitkan matanya. "Kalau aku mau, aku bisa langsung mengambil alih tanpa persetujuanmu. Namun, aku lebih memilih kita bekerja sama. Lagipula, kau masih bisa belajar dariku, dan mungkin, kekuatanmu akan berkembang lebih cepat."
Rika mengerutkan kening, jelas tidak nyaman dengan penawaran ini. "Kenapa aku harus percaya kalau kau tidak akan merusak segalanya begitu saja? Bagaimana kalau kau membahayakan orang lain di luar sana?"
"Percayalah, aku tidak tertarik merusak segalanya," jawab Rise sambil melipat tangannya. "Kau terlalu paranoid. Lagipula, jika aku menyebabkan kekacauan sekarang, aku juga akan berada di tubuh yang rusak. Itu merugikan kita berdua."
Rika berdebat di dalam pikirannya. Tidak ada jaminan apa pun, tapi ancaman Rise terasa nyata. Setelah beberapa saat, ia akhirnya bertanya, "Sepuluh menit? Dan setelah itu, aku kembali normal?"
Rise mengangguk. "Tepat sekali. Sepuluh menit, tidak lebih."
Rika masih ragu, namun ia tahu bahwa jika ia terus menolak, konsekuensinya bisa jauh lebih buruk. "Kalau begitu... baiklah. Tapi jika kau melakukan sesuatu yang mencurigakan, aku akan melawan sekuat tenaga."
Rise tersenyum tipis, senyuman yang tampak penuh kemenangan. "Oh, jangan khawatir. Aku akan bersikap manis. Sekarang, mari kita mulai."
Dengan napas berat, Rika menutup matanya, membiarkan Rise mengambil alih tubuhnya. Dia merasakan sesuatu yang dingin dan kuat mengalir ke seluruh tubuhnya, seolah-olah sesuatu sedang membungkus dirinya. Ketika dia membuka matanya lagi, dia tahu—ini bukan lagi dirinya yang mengendalikan tubuhnya. Rise telah mengambil alih.
"Ah... Begini rasanya tubuh baru ini," ucap Rise sambil menggerakkan tangan Rika dengan rasa ingin tahu, menatapnya seolah sedang memeriksa mainan baru. "Terima kasih, Rika. Ini akan sangat menyenangkan."
Beralih ke sekolah Penyihir Falleyan
Di sekolah Faleyan, suasana yang awalnya tenang mendadak berubah mencekam. Semua murid merasakan sesuatu yang asing dan sangat kuat dari arah hutan. Aura kutukan yang begitu pekat dan mematikan merambat hingga ke halaman sekolah, seolah membungkus mereka semua dalam kengerian. Satu demi satu murid mulai merasa gelisah, menoleh ke arah hutan dengan ekspresi takut.
"Apa-apaan ini?" salah satu murid bergumam dengan suara bergetar, tangannya menggenggam erat buku di pangkuannya.
Nora, yang sedang bersama teman-temannya di lapangan, langsung merasakan aura itu. Ekspresi wajahnya berubah serius dalam sekejap, matanya menyipit seolah sedang berusaha mengenali energi yang begitu menakutkan itu. "Ini… bukan kutukan biasa," bisiknya, tubuhnya menegang.
Ibu Guru Carmela yang berada tak jauh dari sana juga merasakan hal yang sama. Wajahnya seketika pucat, dan dia segera berdiri dari tempatnya dengan pandangan penuh ketegangan. "Semua murid, tetap tenang dan jangan lakukan hal bodoh!" teriaknya, berusaha menenangkan suasana meskipun ia sendiri mulai merasakan kepanikan.
Tapi kepanikan itu sudah mulai menyebar. Bisikan-bisikan ketakutan mulai terdengar dari setiap sudut, beberapa murid tampak berlari-lari ke arah gerbang sekolah, seolah-olah berharap bisa menjauh dari sumber aura tersebut. Yang lainnya hanya terpaku di tempat, gemetar dalam ketakutan, merasa seakan napas mereka tercekik oleh energi tak kasat mata.
Nora menggigit bibirnya, melihat ke arah hutan dengan tatapan bingung dan khawatir. "Rika...?" gumamnya, merasa bahwa ada sesuatu yang salah. Pandangan matanya penuh ketegangan, seolah ia tahu ada sesuatu yang terjadi dengan sahabatnya. "Jangan-jangan..."
Aura kutukan semakin kuat, membuat tanah di sekitar sekolah sedikit bergetar. Pohon-pohon di sekitar hutan berderak, dedaunan berbisik seolah ingin melarikan diri dari kekuatan mengerikan itu. Angin pun berubah menjadi dingin dan menakutkan, seperti sedang menyaksikan sesuatu yang besar sedang terjadi.
Ibu Guru Carmela memandang tajam ke arah hutan, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Ini lebih buruk dari yang kubayangkan..." ucapnya pelan, sadar bahwa ini bukan sekadar ujian biasa.
Kembali ke keadaan Rika yang sudah diambil alih oleh Rise
Rise merasakan getaran energi Kutukan yang begitu kuat di sekelilingnya. "Ah, aku bisa merasakan mereka... begitu banyak Makhluk Kutukan di sini," ucapnya pelan sambil merasakan angin yang membawa aroma kematian. "Tapi sabitku... aku belum bisa menggunakannya. Tidak masalah, tanganku akan cukup untuk sekarang."
Dengan senyum kecil di bibirnya, Rise mulai bergerak cepat di antara pepohonan, berlari dan melompat dengan ketangkasan yang memukau. Setiap langkahnya dipenuhi ketenangan, meski ia bisa merasakan berbagai macam energi makhluk kutukan yang menyebar di seluruh penjuru hutan.
"Lima Tingkat Rendah, dua Tingkat Langkah, dua Tingkat Istimewa... dan satu yang sangat menarik, Tingkat Tidak Terdaftar. Apa yang sebenarnya dilakukan anak bodoh ini di sini? Ini lebih dari sekadar ujian biasa."
Tanpa banyak berpikir, Rise memutuskan untuk memanfaatkan sepuluh menitnya sebaik mungkin. Ia berlari menuju arah di mana Makhluk Kutukan Tingkat Rendah berkumpul. Sesampainya di sana, ia disambut oleh sekelompok makhluk menyeramkan dengan tubuh yang besar dan penuh luka, seolah-olah tubuh mereka terbuat dari kegelapan itu sendiri. Mereka bergerak dengan geraman rendah, siap menyerang.
"Ah, mulai dari yang kecil dulu," gumam Rise dengan nada tenang. Tanpa ragu, ia maju dengan gerakan kilat. Dalam sekejap, ia sudah menghantam salah satu makhluk dengan pukulan keras yang langsung menembus tubuh mereka. Makhluk itu meledak menjadi asap hitam yang segera menghilang.
Makhluk-makhluk lainnya segera menyerbu, tapi mereka tidak bisa menyentuhnya. Dengan gerakan yang anggun, Rise memutar tubuhnya, menghindari serangan dan menghantam balik dengan presisi yang mematikan. Satu demi satu, Makhluk Kutukan Tingkat Rendah itu jatuh dan lenyap dalam hitungan detik.
"Selesai dengan mereka... sekarang giliran yang lebih menarik," kata Rise sambil melanjutkan perjalanannya. Ia menemukan dua Makhluk Kutukan Tingkat Langkah yang lebih besar dan lebih cepat. Mereka mengeluarkan suara yang jauh lebih mengancam, mengelilingi Rise seperti predator yang sedang berburu.
Namun, Rise hanya tersenyum tipis. "Kalian sepertinya sedikit lebih tangguh." Dengan satu gerakan cepat, ia menghantam salah satu makhluk di bagian kepala dengan kekuatan besar. Makhluk itu tersentak dan roboh, tapi yang lainnya sudah siap menyerang dari belakang. Rise dengan mudah berbalik dan menangkis serangan itu dengan lengannya sebelum menendang makhluk tersebut hingga terlempar ke udara, langsung hancur di tengah lompatan mereka.
Setelah beberapa menit, hanya dua makhluk yang tersisa: dua Makhluk Kutukan Tingkat Istimewa. Mereka lebih besar, lebih mengancam, dengan aura yang sangat kuat. Tubuh mereka dipenuhi simbol-simbol kutukan yang bersinar dengan warna merah darah, memberi tahu Rise bahwa mereka bukan lawan yang bisa dianggap enteng.
Saat melihat kedua makhluk itu, Rise tersenyum lebar. "Akhirnya... sesuatu yang layak untuk dikalahkan," ucapnya dengan semangat. Ia bersiap menghadapi mereka, mengetahui bahwa pertarungan ini akan membutuhkan kekuatannya yang lebih serius.
Rise melangkah maju dengan kepercayaan diri penuh. Kedua Makhluk Kutukan yang menjulang di hadapannya tampak mengerikan, tetapi itu hanya membuat semangatnya semakin berkobar.
"Baiklah, waktunya bermain," gumamnya, memusatkan kekuatannya.
Dengan satu gerakan halus, tangan Rise mulai ditutupi oleh duri-duri hitam tajam yang berkilauan dalam cahaya samar hutan. Teknik Bunga Kutukan Mawar Berduri. Setiap duri yang tumbuh dari kepalan tangannya memancarkan aura kutukan yang menakutkan, siap untuk menembus dan melumpuhkan lawannya.
Makhluk Kutukan pertama menyerang lebih dulu, menerjang dengan cakarnya yang besar. Rise menghindar dengan gesit, memutar tubuhnya ke samping, dan langsung memukul balik dengan tangan berduri ke bagian dada makhluk tersebut. Duri-duri itu menembus dengan mudah, membuat makhluk itu berteriak melengking saat racun kutukan menyebar melalui tubuhnya. Namun, makhluk itu tidak langsung mati. Racun kutukan bekerja perlahan, melemahkan tubuhnya seiring waktu.
Makhluk Kutukan kedua segera mengambil kesempatan ini untuk menyerang dari belakang, melompat dengan kecepatan mengesankan. Rise dengan cepat memutar badannya dan menangkap serangan itu dengan tangan kosong. Meski tubuhnya kecil dibandingkan makhluk itu, ia dengan mudah menahan cakarnya sebelum menghantam kepala makhluk tersebut dengan keras. Darah hitam dan energi kutukan memercik ke mana-mana, tapi makhluk itu hanya terhuyung dan mencoba menyerang lagi.
"Hmm, cukup tangguh," ucap Rise dengan senyum dingin. Ia menyerang balik, kali ini memusatkan kekuatan pada kepalan tangan kanannya. Ketika ia memukul, duri-duri hitam itu menghancurkan daging dan tulang makhluk dengan lebih dalam. Racun kutukan semakin cepat menyebar, merenggut nyawa makhluk pertama yang akhirnya jatuh ke tanah dan perlahan menghilang menjadi kabut.
"Hmm, sudah kuduga..." ucap Rise sambil menoleh ke arah makhluk kedua yang tersisa. "Makhluk yang ini tidak memiliki Jiwa, pasti Jiwanya ada padamu, kan?" Senyumnya semakin lebar, dingin, dan penuh kepastian.
Makhluk kedua, yang terlihat lebih marah setelah kehilangan rekan tubuhnya, mengeluarkan raungan rendah, bersiap meluncurkan serangan terakhir. Namun, Rise hanya menyeringai, tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Baginya, ini hanyalah tantangan lain yang menambah kesenangan.
Pertarungan pun berlanjut sengit. Makhluk itu meluncurkan serangan bertubi-tubi dengan cakar dan kekuatan kutukannya, sementara Rise terus menghindar dengan gerakan yang hampir terlalu cepat untuk dilihat. Ia memanfaatkan setiap celah, melontarkan pukulan-pukulan mematikan yang menembus tubuh makhluk itu.
Setelah beberapa saat, makhluk itu mulai goyah. Racun kutukan dari "Mawar Berduri" telah melumpuhkannya, membuatnya semakin lemah. Dengan satu pukulan terakhir yang menghantam jantung makhluk itu, Rise mengakhiri pertarungan dengan keanggunan mematikan.
"Jadi... sepertinya aku menang," gumamnya pelan, sambil menyaksikan makhluk itu hancur berkeping-keping. "Sekarang, mari lihat apa lagi yang bisa aku lakukan di sini."
Rise tersenyum puas setelah mengalahkan makhluk-makhluk kutukan, tatapan matanya penuh dengan kesombongan dan kemenangan. "Sungguh mudah," gumamnya sambil menyeka darah dan kotoran dari tangannya. "Ternyata tidak terlalu menantang." Ia melangkah dengan angkuh, menganggap semua tantangan sudah selesai.
Namun, kesombongan itu tidak bertahan lama. Tiba-tiba, dari arah belakang, sebuah Makhluk Kutukan Tingkat Tak Terdaftar melesat dengan kecepatan yang mengesankan. Rise hanya menyadari keberadaannya saat sudah terlambat. Makhluk itu melancarkan pukulan keras yang membuat tubuh Rika bergetar dan terhuyung-huyung. Rise menjerit kesakitan di dalam hati, merasakan sakit yang tajam.
"Cih, beraninya kamu!" ucap Rise dengan nada dingin dan marah. Ia merasakan energi kutukan yang sangat kuat dan berbahaya, jauh lebih kuat dari sebelumnya. Dengan cepat, Rise menstabilkan posisinya dan menyembuhkan bekas luka yang baru diterimanya menggunakan energi kutukannya.
"Bagus sekali, tapi tidak cukup baik untuk mengalahkanku," lanjut Rise dengan sombong sambil mengerahkan energi kutukan untuk menyembuhkan luka-lukanya. Ia melirik ke arah makhluk kutukan yang baru saja menyerangnya dengan tatapan menantang. "Sekarang, aku akan membereskanmu."
Namun, sebelum dia bisa melakukan apa-apa, makhluk kutukan itu melancarkan serangan balasan dengan kecepatan luar biasa. Rise berusaha menghindar, tetapi karena terkejut dengan serangan mendadak itu, tubuh Rika yang ia pinjam tidak dapat bergerak dengan gesit. Makhluk itu melancarkan serangan yang membuat Rise terhuyung dan akhirnya terjatuh ke tanah.
Sementara makhluk itu bersiap untuk serangan berikutnya, Rise merasa kelelahan dan tidak mampu bertindak dengan segera. Tubuh Rika, yang sebelumnya diisi oleh Rise, tampak lemah dan kehilangan energi. Rise berusaha sekuat tenaga untuk bangkit, tetapi tubuh Rika tampak semakin sulit untuk digerakkan.
"Keparat... Sepertinya aku terlalu sombong..." gumam Rise, menyadari bahwa meskipun dirinya kuat, tubuh Rika tidak bisa sepenuhnya menahan beban. Dengan rasa frustrasi, Rise terjatuh ke tanah, tidak sadarkan diri.
Makhluk Kutukan Tingkat Tak Terdaftar mendekat dengan langkah lambat, siap untuk menyerang lagi. Namun, tanpa kendali penuh atas tubuh Rika, tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencegah serangan berikutnya.
Dengan tubuh Rika yang terluka dan tak berdaya, Rise terbaring di tanah, merasa kesal dan frustasi karena batas waktu yang sudah terlewat dan tidak bisa sepenuhnya mengendalikan tubuhnya. "Sialan... tubuh Rika sudah mencapai batasnya, aku tidak sadar sudah lebih dari sepuluh menit," gumam Rise, merasakan ketidaknyamanan dan kekesalan. "Pasti di alam bawah sadar nanti aku akan dimarahi olehnya."
Saat Makhluk Kutukan Tingkat Tak Terdaftar mendekat dengan langkah lambat, siap untuk menyerang lagi, Rise hanya bisa pasrah dan menunggu apa yang akan terjadi. Namun, sebelum serangan berikutnya terjadi, tiba-tiba, sebuah cahaya es menyambar dari sisi hutan. Nora, dengan Bunga Kutukannya, memfokuskan kemampuannya untuk membekukan makhluk itu, mengubahnya menjadi patung es sementara.
"Berhenti di situ!" teriak Nora dengan tegas. Serangan esnya membuat Makhluk Kutukan itu membeku, memberi waktu yang sangat berharga bagi Rise untuk mendapatkan kembali kendali penuh atas tubuh Rika.
Rise segera memanfaatkan kesempatan tersebut, mengarahkan serangannya langsung ke inti jiwa makhluk itu dengan presisi. Dalam sekejap, inti jiwa makhluk tersebut hancur, berubah menjadi asap hitam yang perlahan menghilang ke udara.
Rise, yang kini telah mendapatkan kendali tubuh Rika kembali, berdiri dengan kekuatan penuh setelah mengalahkan Makhluk Kutukan Tingkat Tak Terdaftar. Namun, tatapannya segera beralih ke Nora yang tiba-tiba muncul, menyelamatkannya dari situasi kritis.
Nora, berambut silver dan dengan Bunga Kutukan 'Edelweiss' yang membeku, menatap Rise dengan penuh kewaspadaan. Hiasan rambut mawar hitam dan tanduk kecil di dahi Rise membuat Nora langsung sadar bahwa ia bukanlah Rika, melainkan Jiwa Rise yang telah mengambil alih tubuhnya.
"Rise... Apa yang kau lakukan di tubuh Rika?!" kata Nora dengan nada tegas, tangan siap memanggil Bunga Kutukannya jika diperlukan. "Kau tidak punya hak untuk menggunakan tubuh sahabatku seperti ini. Cepat bertukar tubuh dengan Rika sebelum aku membuatmu membayar!"
Rise, merasa terpojok, mencoba merespons dengan tenang meskipun ia merasa sedikit tertekan. "Hey, tenanglah. Aku hanya perlu waktu sebentar lagi untuk menyelesaikan urusanku di sini. Tapi jika kamu memaksaku, aku tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi pada tubuh Rika."
Nora, meskipun merasa terancam, tetap memegang teguh posisinya. "Kau tidak akan bisa menipu aku. Aku akan memastikan Rika kembali ke tubuhnya dan kau tidak akan mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri."
Keduanya saling bertatapan dengan intensitas tinggi, atmosfer tegang mengelilingi mereka. Nora siap dengan kekuatannya, sementara Rise harus memikirkan cara untuk menangani situasi ini tanpa menimbulkan lebih banyak kerusakan.
Saat atmosfer di antara mereka semakin tegang, tanduk kecil dan hiasan mawar hitam di kepala Rika perlahan-lahan memudar. Rise mulai kehilangan kendali atas tubuh Rika, perlahan-lahan terasa seperti ditarik kembali ke alam bawah sadar. "Tidak... bukan sekarang..." gumam Rise, suaranya semakin lemah.
Rika, yang merasakan kendali atas tubuhnya kembali, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk merebut kembali tubuhnya. Seiring detik berlalu, tangan Rika mulai bergerak sendiri tanpa pengaruh Rise, hingga akhirnya seluruh tubuhnya kembali di bawah kendalinya.
"Ah! Akhirnya! Tubuhku berhasil kudapatkan kembali!" seru Rika dengan suara penuh kelegaan, meskipun kekesalannya terhadap Rise masih terasa. "Kau hampir menghancurkanku! Kau benar-benar merepotkan!"
Nora, yang menyaksikan transformasi ini, langsung merasa lega. Wajahnya berseri-seri dengan kebahagiaan. "Rika...! Kau benar-benar kembali!" ucapnya penuh emosi, lalu tanpa ragu, ia berlari dan memeluk sahabatnya dengan erat. Rika, yang masih merasa lelah, hanya bisa membalas pelukan itu dengan senyuman kecil di wajahnya.
"Sekarang semuanya aman," bisik Nora dengan lega.
Di lapangan tempat awal mereka berkumpul, suasana dipenuhi kegembiraan dan antusiasme. Ibu Guru Carmela berdiri di depan seluruh murid yang lulus ujian hari itu, mengumumkan nama-nama mereka satu per satu. Ketika tiba giliran Rika, semua mata tertuju padanya.
"Rika," ucap Bu Carmela dengan senyum bangga, "kamu berhasil menyelesaikan ujian 'Berburu Kutukan' yang tidak mudah. Atas pencapaian ini, aku dengan bangga menaikkanmu ke pangkat Bintang Tiga." Seluruh murid bertepuk tangan, sementara Rika melangkah maju, menerima medali kecil yang menandakan pangkat barunya.
Namun, sebelum Rika bisa kembali ke tempatnya, Bu Carmela menambahkan dengan nada serius, "Rika, apakah kamu merasakan aura Bunga Kutukan yang luar biasa di dalam hutan tadi?"
Pertanyaan itu membuat Rika sedikit tersentak, tapi ia cepat-cepat memasang senyum dan menjawab dengan tenang, "Tidak, Bu. Selama ujian, aku hanya menggunakan kekuatan fisikku untuk menghadapi para makhluk kutukan." Dalam hatinya, Rika tahu ia harus menyembunyikan kenyataan bahwa aura itu berasal dari Rise, yang mengendalikan tubuhnya saat itu.
Bu Carmela mengangguk, meskipun tampak sedikit ragu. "Baiklah, kalau begitu. Selamat atas pencapaianmu."
Setelah upacara kenaikan pangkat selesai dan kerumunan mulai bubar, Rika mendekati Nora yang masih berada di dekatnya. "Nora, aku butuh bicara," ucap Rika pelan namun tegas, menatap sahabatnya.
Nora mengangguk, dan mereka berdua berjalan ke tempat yang lebih sepi di pinggir lapangan. "Ada apa, Rika?" tanya Nora sambil menatap sahabatnya dengan perhatian.
Rika menarik napas dalam-dalam. "Tentang apa yang terjadi di hutan tadi... Aku perlu kamu merahasiakan sesuatu. Tentang Bunga Kutukan 'Mawar Hitam' dan juga jiwa Rise yang sekarang ada di dalam tubuhku."
Nora terdiam sejenak, mencerna apa yang baru saja didengarnya. "Jadi... itu benar-benar terjadi? Aku kira aku hanya berhalusinasi..."
Rika mengangguk. "Iya, itu benar. Aku tidak bisa membiarkan orang lain tahu tentang ini. Setidaknya belum."
Nora menatap mata Rika dengan serius, kemudian tersenyum lembut. "Tenang saja, Rika. Aku tidak akan memberitahu siapa pun. Kita hadapi ini bersama-sama, oke?"
Rika merasa lega mendengar kata-kata itu. "Terima kasih, Nora. Aku benar-benar bisa mengandalkanmu."
Mereka berdua saling tersenyum, merasakan ikatan persahabatan mereka semakin kuat. Meskipun banyak yang terjadi hari itu, mereka tahu bahwa ini baru awal dari petualangan yang lebih besar.