Pada malam hari di penginapan, suasana terasa tenang meski ada kesibukan kecil di ruang tamu. Zephyr, Nora, dan Leonis masing-masing sibuk dengan kegiatannya. Leonis, terlihat menulis laporan dengan wajah yang tertekan. Ia mengerutkan dahi, seringkali berhenti untuk menatap kosong ke kertas laporan yang hampir penuh.
Leonis memandang tumpukan kertas di depannya dengan frustrasi. "Kenapa harus selalu ada laporan yang harus ditulis? Rasanya seperti tidak ada habisnya," gumamnya. Ia berusaha keras untuk menyusun laporan yang jelas dan komprehensif tentang kegiatan mereka selama ekspedisi.
Sementara itu, Zephyr duduk di meja yang bersebelahan dengan dua burung merpati peliharaannya. Ia tampak santai dan gembira, berbicara lembut dengan burung-burung itu sambil mengelus bulunya. "Bagaimana, nak? Apakah kalian siap untuk terbang jauh dan membawa pesan kami dengan aman?" tanyanya sambil tersenyum.
Salah satu merpati mengangguk ringan, seolah mengerti kata-kata Zephyr. Zephyr melanjutkan, "Baiklah, kalian berdua harus menjaga kesehatan dan kebugaran kalian. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di depan."
Sementara itu, Nora, yang sebenarnya sangat lelah, telah tertidur di sofa dengan nyaman. Ia tampak sangat manja dan nyaman, memeluk bantal dan menyelimutkan dirinya dengan selimut yang menghangatkan. Tanpa Rika di sisinya, Nora lebih suka berbaring santai, menutup mata sambil sesekali merengek dalam tidurnya.
Rika, di sisi lain, keluar dari penginapan untuk melakukan tugas malam. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang perlu diurus di luar, dan suasana desa di malam hari memberikan rasa ingin tahunya. Meskipun dia sudah tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres, Rika tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa ada rahasia lebih dalam yang tersembunyi di balik keheningan Desa Verdalia.
Rika melangkah dengan hati-hati melalui jalan-jalan desa yang sepi, memperhatikan setiap detail di sekitar. Dia berharap bisa menemukan petunjuk atau sekadar merasakan sesuatu yang berbeda yang bisa membantu mereka memahami lebih baik situasi di desa ini.
Kembali di penginapan, suasana terasa tenang meski ada aktivitas kecil. Leonis akhirnya selesai dengan laporannya, meskipun masih terlihat lelah. Zephyr, yang sudah selesai merawat burung-burungnya, mengangguk puas dan berencana untuk segera beristirahat. Sementara Nora, setelah terbangun dari tidurnya, masih tampak sedikit mengantuk tetapi merasa nyaman.
Malam di penginapan terasa tenang dan damai, tetapi suasana berubah drastis ketika Rika kembali dari luar. Dengan penuh semangat dan ketegangan di wajahnya, dia mendobrak pintu masuk penginapan dengan cukup keras. Suara pintu yang bergetar dan benturan yang menggelegar membuat Leonis, Zephyr, dan Nora terkejut.
Leonis, yang baru saja selesai dengan laporannya, hampir menjatuhkan pena yang dipegangnya. "Apa yang terjadi?! Kenapa pintunya dibuka dengan cara seperti itu?!" teriaknya, tampak bingung dan sedikit marah.
Zephyr, yang sedang memeriksa burung merpati, tersentak dan hampir kehilangan keseimbangan. "Rika! Ada apa? Kenapa harus bikin keributan begini?" tanyanya, tampak khawatir.
Nora, yang baru saja bangun dari tidurnya, melompat dari sofa dan mendekati Rika dengan tatapan bingung dan masih setengah mengantuk. "Rika, ada apa? Kenapa tiba-tiba masuk seperti itu?" tanya Nora, suaranya lembut namun penuh keheranan.
Sementara itu, sang pemilik penginapan, yang sedang berada di meja resepsionis, langsung berdiri dan mendekati Rika dengan wajah marah. "Apa yang kau lakukan?! Ini bukan cara yang sopan untuk masuk! Jika ada masalah, bicarakan dengan baik-baik!" tegur pemilik penginapan, suaranya penuh dengan ketidakpuasan.
Rika, masih dengan nafsu dan wajah serius, menatap pemilik penginapan. "Maafkan saya, saya hanya perlu cepat-cepat menginformasikan sesuatu kepada teman-teman saya. Ada hal penting yang perlu dibicarakan."
Leonis, Zephyr, dan Nora akhirnya menyadari ketegangan di wajah Rika dan duduk kembali dengan penasaran, menunggu penjelasan.
"Baiklah, apa yang terjadi?" tanya Zephyr, mencoba meredakan suasana.
Rika mengambil napas dalam-dalam dan mulai menjelaskan, "Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres di desa ini. Selama aku keluar, aku merasakan ada sesuatu yang mengawasi kita. Aku perlu memastikan bahwa kita siap menghadapi apa pun yang mungkin datang."
Pemilik penginapan, meski masih sedikit kesal, tampak lebih tenang setelah mendengar penjelasan Rika. "Baiklah, jika itu penting, kita akan bicarakan lebih lanjut. Tapi tolong, lain kali, jangan membuat keributan seperti itu."
Leonis, Zephyr, dan Nora mengangguk, memahami situasi. Meskipun mereka masih bingung dengan tindakan Rika, mereka siap untuk mendengarkan apa yang perlu dilakukan selanjutnya.
Dengan penjelasan Rika yang meyakinkan, mereka akhirnya kembali ke suasana tenang meski ada rasa waspada yang tetap melingkupi mereka.
Rika duduk di kursi, dengan pandangan serius namun tetap menjaga nada bicaranya rendah agar tidak membangunkan Nora yang tidur di sofa. Dia menatap Leonis dan Zephyr bergantian, memastikan bahwa mereka siap mendengarkan apa yang akan dia katakan.
"Teman-teman, ada sesuatu yang tidak beres di desa ini," Rika memulai dengan tenang, mengusap lembut tangan Nora yang tertidur di sebelahnya. "Aku sempat bicara dengan beberapa penduduk saat aku keluar tadi. Mereka tidak mau terbuka soal ini, tapi akhirnya, aku mendapatkan sedikit informasi. Aku rasa ini penting."
Zephyr dan Leonis duduk lebih tegak, mendengarkan dengan serius.
"Aku curiga ada kutukan tingkat istimewa yang menyelimuti desa ini," lanjut Rika, menatap mereka dengan mata penuh keyakinan. "Mungkin ini alasan kenapa desa ini terlihat begitu sepi dan tidak biasa. Banyak penduduk yang bilang kalau mereka merasa seperti sedang diawasi, dan beberapa bahkan bilang kalau mereka mengalami hal-hal aneh di sekitar mereka."
Leonis mengernyit, mencoba mencerna informasi itu. "Maksudmu, kutukan sekuat itu bisa membuat seluruh desa jadi sunyi seperti ini?"
Rika mengangguk pelan. "Ya, tapi ini lebih dari itu. Yang lebih mengerikan, mereka bilang kalau anak-anak di desa ini mulai hilang satu per satu dalam beberapa minggu terakhir. Mereka hilang tanpa jejak."
Zephyr yang duduk di sebelahnya, mencoba memahami situasi. "Anak-anak hilang? Dan tidak ada yang tahu siapa atau apa yang melakukannya?"
Rika menggelengkan kepala, suaranya tetap lembut agar tidak membangunkan Nora. "Tidak ada yang tahu pasti. Tapi ini seperti ada pola, mereka hilang saat malam, dan tidak ada saksi mata yang melihat apa-apa. Penduduk desa mulai takut dan banyak yang menutup diri. Aku pikir... kutukan inilah yang menjadi penyebabnya."
Leonis menatap Rika dengan penuh perhatian, mencoba menebak-nebak seberapa besar bahaya yang sedang mereka hadapi. "Jadi, kita bukan hanya berhadapan dengan kutukan biasa, ya?"
Rika tersenyum tipis dan mengusap kepala Nora yang masih terlelap, tampak ingin melindunginya. "Betul. Ini bukan kutukan biasa. Jika ini benar-benar kutukan tingkat istimewa, kita harus hati-hati. Dan untuk sekarang, biarkan Nora tidur dulu. Besok kita harus siap untuk menghadapi apa pun yang ada di depan."
Zephyr menghela napas panjang dan mengangguk. "Baiklah, kita akan siapkan strategi besok. Tapi malam ini, mari kita tetap waspada."
Leonis menatap Rika sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kau benar, kita harus berhati-hati. Semoga apa yang kita hadapi bisa diatasi sebelum ada lebih banyak korban."
Rika hanya mengangguk, menatap teman-temannya dengan pandangan yang tenang namun penuh perhitungan. Meski ancaman kutukan terasa begitu dekat, dia tahu bahwa bersama teman-temannya, mereka akan menemukan cara untuk menyelamatkan desa ini.
Nora yang merasakan sentuhan lembut tangan Rika langsung mengubah posisi tidurnya, dia menjadikan paha Rika sebagai bantalnya. Rika tidak menolak dan membiarkan Nora tidur di pahanya.
Rika terus mengelus kepala Nora yang sekarang nyaman berbaring di pahanya, matanya beralih ke Leonis yang sedang memegang kertas laporan dengan wajah sedikit tegang. Ia bisa melihat bahwa menulis laporan ini bukanlah tugas yang mudah, terutama dengan situasi penuh ketidakpastian seperti ini.
Leonis menatap Rika dengan sedikit frustrasi. "Lapornya sudah hampir selesai, tapi aku bingung apakah kita perlu menyertakan soal aura dan tekanan kutukan itu. Jujur saja, itu adalah sesuatu yang besar, dan kita tidak tahu apa dampaknya kalau atasan tahu tentang ini."
Rika mengangguk paham, kemudian berkata dengan suara tenang. "Aku setuju, sebaiknya kita tidak terlalu detail tentang itu. Hanya fokus pada kegiatan utama kita dan biarkan mereka berpikir bahwa semua berjalan normal. Kalau kita menyebutkan soal aura dan tekanan, kita akan menarik perhatian yang tidak diinginkan."
Leonis menghela napas lega. "Syukurlah kau berpikir begitu. Aku khawatir kita akan memperumit situasi ini. Kalau informasi tentang kutukan tingkat istimewa ini bocor, kita bisa saja dikirim bala bantuan... atau lebih buruk lagi, kita mungkin dianggap tidak mampu mengendalikan situasi."
Rika mengangguk pelan, sambil masih menjaga posisi Nora yang nyaman di pangkuannya. "Benar. Kita harus tetap tenang, dan urus ini dengan cara kita. Nanti, kalau sudah pasti, barulah kita bisa melaporkan sesuatu yang lebih konkret. Untuk sekarang, biarkan ini tetap di antara kita."
Leonis mengangguk, lalu menandatangani laporan tersebut, merasa lebih tenang setelah diskusi dengan Rika. "Baik, aku akan merapikannya. Besok pagi kita bisa mengirimnya dengan burung yang kita pilih tadi."
Zephyr yang tampak lelah berdiri dari kursinya, menguap kecil. "Oke, aku pergi tidur duluan. Semoga besok tidak ada kejutan aneh lagi." Ia berjalan ke arah kamar, meninggalkan Rika dan Leonis di ruang tamu.
Setelah Zephyr pergi, Leonis tersenyum tipis pada Rika. "Kau benar-benar tahu bagaimana menenangkan kami semua."
Rika hanya tersenyum kecil, menatap Leonis sambil terus mengusap kepala Nora. "Terkadang, kita hanya perlu menjaga agar semuanya tetap tenang. Kita akan menghadapi yang lebih berat besok."
Leonis mengangguk, lalu menyelesaikan tugasnya dengan menaruh laporan di meja, siap untuk dikirim esok hari. Mereka berdua berbagi keheningan singkat sebelum Leonis juga pamit untuk tidur.
"Selamat malam, Rika. Jaga Nora ya," ucap Leonis sambil berjalan menuju kamar.
Rika tersenyum, melihat teman-temannya yang sudah kelelahan, dan memandang keluar jendela ke arah langit malam yang sunyi. Besok akan menjadi hari yang berat, tapi dia yakin mereka bisa menghadapinya bersama.