Chapter 3 - Awal hubungan

Semakin Larut, semakin sepi ditempat ini. aku diam tak mau bergerak, aku masih memperhatikan lapangan luas itu, disana aku pernah menyatakan cinta kepadanya, sorak sorai suara membanjiri area yang cukup luas untuk menampung hampir satu ribu orang.

Aku tau bahwa cinta itu bodoh dan tak punya akal, jika dia punya keduanya, aku tak akan bisa melakukan hal yang memalukan seperti itu, tangan halus itu aku genggam sambil aku berlutut bak pangeran yang sedang melamar putri, aku nyatakan cinta kepadanya.

Aku ragu akan hal yang tak bisa aku tebak sebelumnya, apa aku diterima atau tidak, kemungkinan hanya lima puluh, lima puluh.

Aku begitu tak menentu, warna dihadapanku bisa saja menjadi kelabu, atau pun warna cerah menantiku.

Ku lihat wajah ketidak percayaan dari gadis yang aku taksir, dia mengganga, melihat seorang yang pernah menjahilinya berlutut dihadapan dirinya, apa yang dia pikirkan? aku tak tau dan tak mengerti, dia menutupi mulutnya dengan telapak tangan, sekali... sekali saja dia membetulkan rambut menjuntai di sekitar area telinganya.

Dia tertunduk, tanpa memperhatikan lelaki di depannya, dia lalu memalingkan muka di arah kanan, sembari dia berkata penerimaan atas perasaanku yang sudah aku utarakan, aku senang... sungguh senang sekali.

Tanpa aku sadari aku mencium punggung tangannya, aku katakan bahwa dia sudah aku anggap wanita yang akan mendampingi ku di kehidupan dewasa.

Aku cuma mengatakan diantara kami, tanpa orang bisa mendengarkan apa yang aku katakan barusan, dia hanya berucap penyerahan dirinya kepadaku, aku sangat senang di hari itu, aku akan jadikan dia wanita ku seutuhnya, aku serius dan tak pernah berakhir mencampakkannya.

Awal yang indah di bangku SMA, pak guru dan bu guru tersenyum melihat anak didiknya seberani itu, hampir satu bulan disetiap upacara senin, kami berdua selalu dibahas di sela amanat upacara, aku malu apa lagi dia, yang punya ide saja malu.

Aku selalu menjemput dan mengantar dia, orang tuanya sudah hafal akan hal itu, sampai beberapa kali ayahnya menanyakan keseriusanku terhadap putrinya, aku bilang kalau ada yang lebih dari kata serius itulah aku. Hahahaha cukup percaya diri sekali aku ini, orang tuaku tak pernah berbicara mengenai hubungan aku dengan dia, cukup lirikan mata pertanda setujuh dan jalani terus adalah keberhasilan kode yang keluarga kami terapkan, tak pernah membahas. tapi sekalinya membahas itu sudah sangat jauh dari penerawanganku, tak main-main mereka ingin secepatnya mengendong cucu dari anak semata wayang mereka.

Aku hanya berakhir dengan senyum tanpa bisa berkata lebih sedikit.

Aku mulai memahami bahwa cinta tak seenak yang aku bayangkan, kadang ada kala salah paham atau pun kesalahan berpikir mengakibatkan hubungan sedikit jadi rumit, ya... di waktu itu, aku pernah dilihatnya tengah dirangkul wanita yang tak lain adalah teman sekelasku, ini cuma candaan tak lebih ke perasaan apa pun.

Namun... seperti dibayangkan dari pikiran laki-laki terhadap wanita, bahwa tak akan mudah meminta maaf dengan hanya berkata saja, aku tak bisa... aku berakhir menenangkannya dengan cara mencium lembut bibir munggil itu, baru kali ini aku mencium bibir wanita, sungguh lembut dan manis ini berakhir cukup lama, sebab dia dan aku sama-sama tak ingin selesai, aku didalam hati sungguh mencintaimu.