Uwaaah! Aku masih ngatuk, aku bangun dari tidurku pukul sembilan pagi, dia sudah bangun sedari lama, membantu ibu membersikan rumah, Ah sekarang aku sudah mendapatkan pendamping hidupku, Kami tinggal dirumah orang tua hampir lima bulan, sebelum pindah ke perumahan yang kami kredit dari uang gaji kami berdua, ya... di jangka sepuluh tahun tanpa subsidi apa pun, ada pun jangka waktunya bisa berpariasi tergantung maunya kita, ada bahkan dua puluh tahun lamanya.
Kami baru mendapatkan keturunan di usia pernikahan yang memasuki lima tahun, bukan karena kami menundanya, itu dikarenakan Tuhan masih belum mau memberi rizkinya kepada kami.
Aku sebenarnya tak pernah ambil pusing, bagi ku mau ada anak atau tidak sama saja, aku masih tetap menyukai wanita ini, yang pusing adalah dia dan kedua pasang orang tua kami, maklum saja umur sudah tua begitu, kalau tidak cepat-cepat mengendong cucu, keburu meninggal mereka.
Aku masih saja terus memeluk istriku ini, Kadang ucapan cinta saja tak cukup untuk melukis indahnya hariku bersamanya, Kehampaan yang dimiliki berubah jadi bintik-bintik kecil diruang hitam pekat, berwarna cerah, saat aku perbesar rupanya galaksi yang menyimpan berlemiaran bintang dengan tata surya nya masing-masing, begitu indah.
Sampai pada akhirnya kebahagianku bertabah, disaat dia hamil, mendapat kabar bahagia itu aku langsung sujud syukur, seminggu setelahnya aku bersendekah kepada anak yatim piatu, orang-orang tua, janda-janda.
Tuhan memang ada... pikirku, kalau Tuhan tak ada hancurlah semua tatanan ini.
Beranjak bulan ketujuh masa kehamilannya, kami mengadakan tujuh bulanan, aku haraf-haraf cemas bulan ini, sebab kadang tujuh bulan adalah puncak dari kehamilan, Aku selalu memperhatikan setiap kelakukannya, maklum saja istriku ini orangnya super aktif, kalau tak dijaga takutnya akan membahayakan kandungan didalamnya.
Di hari lahirannya, aku begitu cemas, aku berdoa kepada Tuhan agar Istri dan anakku selamat, kalau hanya dari salah satunya, aku berharaf istriku bisa selamat.
Aku korbankan sisa masa mudaku untuk mendapatkannya, mana mungkin aku tak menangis kalau dia pergi dariku.
Sembari memegang tepalak tangan kecilnya, aku tak kuasa melihat dia kesakitan, saat itu selesai... aku terjongkok sekujur tubuhku hampir lemas semua, aku lihat dia, keringat dan air mata kesakitan itu aku sapu dari wajah munggilnya, pukul empat sore baik orang tuaku dan mertua menjenguk, melihat cucu mereka yang kecil berjenis kelamin perempuan, Pukul enam pagi dia sudah diperbolehkan pulang, aku menyiapkan mobil, mengendarai mobil, aku hanya berkendara dikecepatan empat puluh kilometer, sesempainya dirumah ibu mertua sudah menunggu diteras rumah, selama beberapa hari kedepan ibu mertua dan ibu ku saling bergantian merawat istri dan juga merawat anak kami, maklum saja aku tak bisa memandikan bayi yang baru lahir ditambah lagi aku harus tetap bekerja.
Anak yang kecil itu berangsur-angsur tumbuh menjadi lucu, mainan orang terdekatnya, ciuman dipipi hal biasa dia dapatkan.
Sifatnya tak ada yang dia ambil dari ibunya, dia lebih senang diam tanpa harus kesana-kemari, jika dia berkata nonton tv artinya dia akan fokus menonton acara kesukaannya sampai acara itu selesai tanpa pernah bosan.
Dia juga anak yang cukup pintar, saat orang-orang ingin memberikan uang jajan dia bilang lebih baik membelikan makanan yang dia inginkan dari pada di beri uang, ya... kadang uang itu tak cukup untuk membeli makanan yang dia inginkan.