Chapter 11 - Bercerita kembali

Aaah pagi lagi-lagi datang, memulai hari dengan cara biasa, aku melakukan rutinitas sebagai orang tua tunggal, Anak-anak yang selesai aku pandikan, membuat sarapan untuk kami bertiga, lalu setelah itu aku bersiap-siap untuk berangkat kerja.

"Nanti makan malamnya disini aja nak, lagi ibu masak banyak makanan." Ucap orang tua yang aku panggil ibu itu, wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini.

"Baiklah." sebelum aku berangkat kerja, aku tak lupa mencium pipi kedua anak ku, "Ayah kerja dulu ya, jangan nangkal."

Aku tak tau apakah aku bisa meneruskan hidupku yang membosankan ini selagi melihat anak ku yang terus tumbuh dan berkembang, aku adalah seorang ayah bagi mereka, namun aku juga adalah seorang manusia yang lemah bagi diriku, cahaya pagi, dan sore nampak sama dimata ku, jingga gelap, redup dan tampa gairah untuk ku bersemangat memulai atau melewati hari pekerjaan tak khayal seperti tempat pelarianku dari sakit, pedihnya kesendirian tampa pendamping hidup, berkas-berkas yang menumpuk di meja kerja komputer dengan banyak file kerja menarik tuas tangan, menjatuhkannya ke keyboard dengan huruf tak beraturan.

Ruangan berAC dingin namun ini sudah biasa untuk ku, "Ah--- sedikit lagi." mata ku menjadi lelah, saat aku memalingkan diri dari komputer itu membuat objek menjadi dua, mamun jika aku beristirahat sejenak penglihatan ku menjadi normal kembali, "Habis bulan harus ke dokter mata pak, jangan di biarin, sebelum terlambat." Ucap teman kerja ku, berlogat daerah asalnya yakni pulau Bangka, dia juga sama seperti ku, bukanlah orang asli daerah ini, cuma yang membedakannya ialah waktu tinggal kami, dia baru sekitar 5 tahunan datang ke sini, di pindah tugaskan oleh pusat, anak dan istrinya pun ikut serta bersamanya, "Oh iya pak!" Aku turut terkejut dengan suara yang tiba-tiba meninggi itu, dari jauh seseorang datang mengenakan pakaian rapi atasan putih, bawahannya panjang berwarna hitam pekat, sepatu hitam mengkilap, itulah pak Ijal biasa kami memanggilnya, nama aslinya adalah Ansadro artinya Anak Suparman dan Ros, udah namanya aneh pangilannya juga gak nyambung dengan mananya, ditambah lagi beliau adalah orang paling berisik di kantor ini, "Pak, kita sudah menemukan yang kita cari-cari!" Aku menanggapi itu setelah dia berdiri di sampingku, tangan kanannya berada di meja, menopang tubuhnya, "Semua sudah aku beri kabar, hanya bapak yang belum." Ucapnya, "Guru untuk program pertukaran budaya sudah ada, Namanya..." Sedikit berpikir, mungkin dia lupa dengan mana orang yang dia sebut itu, "Hikari kalau gak salah." sambung pak Kadir, masuk membawa pesanan dari kami, Kopi hitam sedikit gula milik ku, akan menemani ku bekerja sampai sore nanti, "Hikari? Wanita?" Aku bertanya, pak Ijal mengangguk, "Siapa yang akan jadi pembimbing selama 6 bulan kedepan?" Tanya ku lagi, semua langsung menunjuk ke arahku, "maksudnya... Aku?"

"Ya, tentu saja."

"Tapi aku tak bisa berbahasa jepang."

"Tenang saja, dia fasih berbahasa Indonesia, Sebab ayahnya orang Indonesia, dia bilang sedari kecil dia sudah di ajari bahasa Ayahnya, Tak masalah!" Ujar beliau lalu mengacungkan jempol ke arah wajahku, "Jangan lupa perkenalkan budaya kita kepadanya kawan, budaya pemalas kita."

"Dan budaya jam karet." sambungku selepas itu kami tertawa bersama, Setelah agak santai datanglah kepala dinas "Sudah ada contoh." ucap pak ijal.