Chapter 8 - Hari pernikahan kami

Aku pikir menyiapkan pernikahan itu mudah, bayangan itu hilang seketika aku mendapati realita yang menukik menghantam tanah hingga tanah itu berlubang cukup dalam.

Dari apa yang aku alami semasa mempersiapkan pernikahan... Saling berbeda pendapat hal biasa selama hampir dua bulan, dari memesan tempat acara refsesi sampai ke tahap kosumsi memerlukan waktu beberapa hari untuk mencapai kesepakatan bersama, mungkin ada yang berpikir bahwa kenapa itu begitu lama, ya... kami harus mengantri tempat untuk acara refsesi karena banyak orang didepan kami yang sudah mulai mengantri, hal paling mudah mungkin mengadakannya di rumah, namun rumah keluarga ku tak memiliki halaman yang luas, aku juga tak mau jadi orang idiot untuk mengadakan acaraku dirumah, dan memaksa untuk memakai jalan umum hanya untuk kepentingan kelompokku, sumpah serapah orang akan jadi makananku dihari pernikahan kami berdua nanti.

Untuk pakaian... gaun pernikahan, kami memesan jauh-jauh hari, di sini hal yang paling lama terjadi, dia dengan ego yang tinggi menekankan untukku mengiyakan pakaian pernikahan yang dia sukai, aku hampir saja habis kesabaran dan berpikir untuk tak melanjutkan pernikahan ini, aku didalam hati berkata "Baru seperti ini dia sudah menjadi-jadi, apa lagi kalau sudah jadi istri pasti aku bisa-bisa makan hati nanti." Pikirku buruk, namun saat itu aku mempertaruhkan semua cipku, dengan kemungkinan blac jack hanya tinggal satu kartu lagi, pikirku dan berharaf kartu yang aku inginkan.

Soal kosumsi dan undangan pernikahan tak banyak mengalami kendala, hanya saja harga yang harus kami bayar sama dengan enam bulan gaji kami berdua, inilah kelemahan dari acara yang diadakan di gedung-gedung serba pakai bisa saja hotel, kita tak bisa membuat kosumsi sendiri, kita wajib membeli atau memesan ketring, kalau saja halaman rumah keluarga kami luas, pasti angaran yang kami keluarkan berkurang lima puluh lebih persen, haaaaa... lelahnya memikirkan pengalaman itu.

Ada yang tak akan pernah aku lupakan, hari H nya aku lupa akan sesuatu, sepatu yang aku siapkan semalaman hilang entah kemana, pada akhirnya aku meminjam sepatu dari pamanku yang rela datang dari daratan pulau utama hanya untuk melihat keponaknya menikah, terimakasih paman baik hati.

Saat dia sudah sah menjadi miliku aku begitu senang, aku sesekali melirik kearahnya, aku pikir dia tak menyadari bahwa aku sedang meliriknya, sembari menyalami tamu yang datang silih berganti, "cantiknya..." ujarku keceplosan, tamu yang mendengarkan itu kaget dan lalu setelah itu tersenyum "Senangnya mendengar suami memuji istrinya" ucap salah satu sembari tersenyum lebar, aku malu sekali saat menyadari bahwa aku keceplosan... Dia yang mendengarkan ucapanku itu hanya bisa terdiam, wajah sedikit memerah, "maaf..." aku meminta maaf kepada dirinya, aku tau dia tak akan marah, bahkan bisa dibilang dia senang dengan ucapanku itu, tapi mengatakan didepan banyak orang itu adalah tindakan bodoh.

Malam harinya setelah selesai dengan acara, aku dan dia menolong keluarga kami untuk mengatur hadiah dan juga sedikit kekacauan yang kami bawa dari tempat acara, sebenarnya tak banyak yang kami bawa, sebab semua dari awal sampai selesai itu tanggungan pemilik gedung, kami cuma terima beres.

Sampai hal yang kami tunggu-tunggu pun terjadi... "Sayang... To to tolong lembut sedikit..." kami pada akhirnya melepas masa-masa lanjang kami berdua.