BRIANA ALLEIA ORLANDO
" Briana..., Ayo kita makan malam dulu sayang " ucap seorang wanita dengan penuh rasa keibuan kepada seorang gadis kecil berusia tujuh tahun. Gadis kecil yang di panggil itu sedang berdiri menatap keluar jendela dengan gelisah, " Ibu kapan ayah akan pulang? Jawab gadis kecil itu dengan sebuah pertanyaan kepada ibunya.
" sayang ayah akan pulang larut malam ini, ayahkan sudah izin sama Riana tadi lewat telpon " balas sang ibu sambil berjalan kearah gadis kecil cantik yang di panggil Riana itu.
" Ibu kenapa sekarang Ayah jarang ada bersama kita? Apa ayah sudah tidak sayang lagi pada kita? " Tanya Riana sambil menampilkan wajah sedihnya.
" ayah selalu berangkat lebih pagi ke kantor saat Riana belum bangun dan akan pulang saat Riana sudah tidur, ibu apa ayah benar - benar sudah tidak sayang lagi pada kita, dia lebih sayang pada pekerjaannya dari pada kita ibu ".
Melihat anaknya yang murung dan berwajah sedih, sang ibu yang bernama Hana segera memberikan pelukan hangatnya kepada sang putri semata wayang sambil terus mengelus kepala sang anak.
" Riana sayang, kenapa Riana ngomong kayak gitu nak? Sayang, ayahkan kerja untuk kita semua, untuk Riana dan ibu" Jelas Hana kepada sang putri sambil tersenyum hangat.
Hana sangat mengetahui karakter dari anak perempuannya ini, sebenarnya Riana termasuk seorang anak kecil yang sangat jarang menangis ataupun merajuk di usianya yang baru menginjak umur tujuh tahun.
Hal ini disebabkan karena sebuah tuntutan hidup yang di jalani Riana. Hidup sebagai pewaris utama tidak serta merta membuat seorang Briana Alleia Orlando tumbuh menjadi seorang anak yang manja kepada kedua orang tuanya.
Hal ini disebabkan karena pola asuh yang diterapkan oleh sang ayah Nicholas Orlando kepada dirinya. Nicho begitulah orang terdekat memanggilnya, berasal dari keluarga kaya raya nomor satu di Amerika Serikat, Ayahnya Fritz Orlando ( kakek Briana ) merupakan seorang chairman di sebuah perusahaan keluarga yang di beri nama Orlando Company dan yang di pimpin langsung oleh sang putra sendiri, sedangkan sang Ibu Marine Orlando ( nenek Briana ) seorang mantan model kalas dunia pada era 80an dan pendiri dari yayasan sosialita yang berada di bawah naungan perusahaan sang anak.
Nicho bukanlah seorang anak tunggal ia memiliki seorang adik perempuan bernama Nikita Orlando, adiknya Niki merupakan seorang pelukis terkenal yang patut di perhitungkan di dunia seni lukis di era modern saat ini.
Dengan melihat lingkungan keluarga yang di miliki oleh seorang Nicholas Orlando dapat disimpulkan bahwa latar belakang keluarganya benar - benar tidak bisa dianggap remeh, tapi meskipun begitu Nicho dan adiknya tidak di ajarkan untuk bersifat manja ataupun angkuh, mereka berdua memiliki karakter dan sifat yang pas, bertanggung jawab dan elegan.
Bahkan Nicho sewaktu masih duduk dibangku sekolah tidak pernah memperlihatkan sifat nakal ataupun dominan nya ke pada orang - orang, dan sifatnya itu ia turunkan juga kepada Riana putri semata wayangnya dengan Hana, dia ingin putrinya itu mempunyai sikap dan sifat seperti dirinya dan adiknya, mampu untuk menahan emosinya serta mau mempelajari semua hal baru. Nicho juga mengajarkan kepada Riana beberapa macam olahraga untuk bisa ia gunakan saat dewasa nanti, mulai dari berlatih bela diri, berkuda, renang dan memanah.
Lalu bagaimana dengan latar belakang dari Ibu Briana Alleia Orlando?. Hana Orlando mempunyai latar belakang keluarga yang sangat rahasia dan misterius di depan publik. Latar belakangnya hanya diketahui oleh keluarga Orlando, hal ini di buktikan dengan tidak adanya profil lengkap tentang dirinya yang berseliweran di media, baik foto atau apapun itu mengenai keluarganya. Ia hanya di kenal sebagai istri dari Nicholas Orlando CEO dari perusahaan Orlando Company, karena itu Hana dan Riana masih bisa dengan bebas keluar untuk jalan - jalan maupun bersenang - senang diluar rumah tanpa diketahui publik jika mereka adalah istri dan anak dari seorang Nicholas Orlando.
****
" Riana... Ayo dimakan makanannya sayang " ucap Hana setelah berhasil membujuk sang anak untuk makan malam bersamanya.
" iya Ibu " jawab Riana sambil menunjukan sedikit senyumannya dan mulai memakan makanannya.
" Sayang sebentar lagi kamu ulang tahun kan? " Lanjut Hana untuk mencoba mengalihkan perhatian anaknya dari rasa sedih.
" hmm " balas Riana dengan anggukan kepala sambil tetap memakan makanannya.
" apa kamu punya keinginan? " tanya Hana dengan senyum yang sangat menyejukkan hati.
" ibu akan mengabulkan permintaan Riana " lanjutnya.
" benarkah!? " tanya Riana dengan mata yang berbinar senang, terlihat jelas Dimata anak itu sebuah kebahagiaan, dan Hana juga bahagia melihat itu sehingga membalas pertanyaan anaknnya dengan sebuah anggukan senang.
" Ibu ayo kita pergi piknik " lanjut Riana dengan perasaan menggebu - gebu.
" piknik, berdua? " Tanya Hana dengan mengakat jari membentuk huruf V, pertanyaan tersebut segera di bantah oleh sang putri dengan sebuah gelengan.
" Ibu kita akan piknik bertiga, dengan Ayah juga " jawab Riana.
" baiklah kita akan pergi piknik bersama Ayah " lanjut Hana, tidak ingin mengecewakan sang anak.
Ibu dan Anak itu melanjutkan makan malam mereka dengan tenang sampai selesai tanpa melanjutkan pembicaraan lagi.
****
Nicho berjalan memasuki rumahnya yang sudah gelap dengan perasaan lelah, ia baru pulang dari kantor sekitar pukul dua pagi. Ia melihat rumahnya sudah dalan keadaan remang - remang dari cahaya lampu teras dan taman ia berjalan menuju kamar utama yang berada di lantai tiga mansion tersebut.
Setelah sampai di dalam kamar ia melihat sang istri tercinta sudah tertidur nyenyak di balik selimut tebal yang ia gunakan, Nicho mulai berjalan perlahan mendekati sang istri tercinta, ia berdiri di samping Hana yang masih tertidur pulas, menatap wajahnya dengan penuh cinta kemudian merunduk untuk mencium kening ibu dari anaknya tersebut, sambil berbisik pelan.
" i love you Honey " ucapnya dengan lirih agar tidak mengganggu tidur dari wanitanya itu.
Setelah melakukan kebiasaannya itu kepada sang istri Nicho segera beranjak menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya untuk bersih - bersih diri karena seharian berada di luar rumah, ia keluar dari kamar mandi dengan menggunakan jubah mandi dan selembar handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya, ia berjalan menuju walk in closed untuk berganti pakaian menggunakan baju tidur.
Setelah dirasa beres Nicho segera keluar kamar menuju kamar sang anak semata wayang.
Nicholas duduk ditepian kasur sambil menatap wajah Briana yang tertidur pulas sambil memeluk bantal guling.
Ia merundukkan tubuhnya untuk mencium kening dan pipi putri kecilnya itu, " i love you sweetie heart" ucapnya masih sambil menatap sang anak.
Nicho segera beranjak untuk kembali ke kamarnya sebelum suara sang putri terdengar memanggil dengan matanya yang sayu.
" Ayah. Ayah sudah pulang? " bisakah ayah menemaniku? " ucap Riana sambil menatap sang Ayah.
" tentu saja sweetie heart " balas Nicho sambil naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Riana sambil memeluknya dengan lembut.
" Apa yang Riana lakukan hari ini? " Tanya Nicho dengan nada yang lembut.
" tidak ada, setelah latihan bela diri Riana dan Ibu langsung pulang kerumah, Ayah ayo kita pergi piknik. Ayah, aku dan Ibu " ucap Riana dengan memeluk sang Ayah.
" boleh, sudah bicara pada Ibu? " balas Nicho.
" hmm, sudah " jawab Riana lagi.
Malam menjelang pagi itu mereka habiskan dengan bercerita hingga tertidur sambil berpelukan dengan perasaan hangat. Tanpa di sadari oleh mereka bahwa Hana berdiri di depan pintu sambil melihat dari celah pintu dengan perasaan menghangat.
****
Hari yang di tunggu - tunggu Riana telah tiba, ia akan pergi piknik bersama kedua orang tuanya tepat di hari ulang tahunnya yang ke delapan tahun. Ia memakai pakaian yang sama dengan sang Ibu. Hana, yaitu dress pantai berwarna biru langit dengan motif bunga daisy yang sangat cantik, tak lupa dengan sepatu flat berwarna putih tulang dan topi pantai yang senada dengan warna sepatunya. Sedangkan Nicho menggunakan kemeja berwarna biru langit dengan celana berwarna putih tulang senada dengan sepatunya.
" Aku sudah siap " teriak Riana saat menuruni tangga menuju meja makan.
" jangan berlari sayang " tegur sang ayah Nicho.
" maaf Ayah, Riana terlalu bersemangat " jawab Riana dengan memelankan jalannya menuruni tangga.
Sang ibu Hana hanya tersenyum lembut melihat kepatuhan Riana kepada suaminya itu, " anakmu terlalu bersemangat, maklumi saja " ujar Hana sambil menyiapkan perbekalan.
" anak kita honey " sambil memperingati sang istri dengan suara yang lembut.
" iya kamu benar, bahkan dia memperingati aku untuk tidak menambah pekerjaan di kantor " lanjutnya lagi sambil terkekeh kecil.
" Iya, itu karena aku dan Riana sangat sulit untuk meminta waktumu " balas Hana sambil melihat ada yang kurang atau tidak di perbekalan mereka nanti.
" woah, Ibu makanannya banyak sekali! " Ucap Riana saat berada di samping Hana yang masih mengecek dengan teliti makanan yang sudah disiapkan.
" iya dong ini kan hari spesial kamu " jawab sang ibu sambi tetap menata makanan yang akan di bawa.
" boleh Riana bantu? " tanya Riana.
" terima kasih sayang, tapi ini sudah mau selesai kok, Riana tunggu ajah dengan Ayah, yaa " jawab Hana sambil mengelus pelan kepala putrinya itu.
" okeh " balas Riana dengan nada ceria dan senyum yang tidak pernah luntur dari bibirnya, Riana berjalan meninggalkan ibunya yang masih sibuk dengan perbekalan mereka menuju sang Ayah yang terlihat sibuk dengan ponselnya. Riana hanya duduk diam disamping sang Ayah yang sedang berbalas pesan dari seseorang yang tidak ia ketahui siapa.
Setelah beberapa menit membalas chat dari seseorang Nicholas menatap Riana yang duduk di sebelahnya, ketika tatapan mereka bertemu Riana segera memberikan senyum merekahnya yang sangat mirip dengan Ibunya itu.
" sayangnya Ayah, apa kamu bahagia hari ini?, Tanya Nicholas menatap wajah Riana yang begitu bahagia. Tapi sebelum mendapat jawaban dari sang putri handphone yang berada di genggamannya berbunyi sehingga membuat atensinya teralihkan untuk beberapa saat, ia melihat nama si penelpon dan segera menjawabnya.
" bagaimana? Oh oke, aku akan bawa Riana keluar " setelah mematikan telepon, Nicho segera menghampiri Riana yang duduk dengan tatapan bingung kearah Nicho.
" Riana, ayo ikut Ayah sebentar " katanya dengan meraih tangan Riana.
" Ayah kita mau kemana? " tanyanya kepada Nicho.
" melihat hadiah mu "
"hadiah? dari Ayah? " tanya Riana.
" iya " jawab Nicho dengan senyuman di wajahnya.
Ariana dan Nicho telah sampai di hadapan sebuah mobil besar yang berisi sesuatu di dalamnya.
" buka kuncinya " perintah Nicho kepada orang kepercayaannya.
" baik tuan " jawab Levin, orang kepercayaan sekaligus asisten pribadi dari Nicho.
" wah Ayah itu anak harimau putih " teriak Riana dengan riang gembira.
" Riana suka? " tanya Nicho dengan perasaan bangga karena bisa membuat bahagia putrinya itu.
" emm, suka " jawab Riana dengan penuh antusias.
" aku akan berinama Blue " lanjutnya lagi.
" Blue? "
" iya Ayah, itu karena warna matanya " Nicho dan Levin yang mendengar perkataan itu hanya tersenyum.
" segera pindakan Blue ke tempatnya " ujar Nicho yang di tujukan untuk Levin, dan segera di lakukan oleh sang tangan kanan.
" baik tuan " balas Levin.
" Riana. Ayo nak kita akan pergi ke pantai sekarang "
" baik Ayah " anak dan Ayah itu segera berjalan untuk memanggil Hana didalam rumah, yang terlihat sudah siap.
****
Setelah melakukan perjalanan beberapa jam menuju pantai akhirnya mereka sampai di sebuah pantai yang ada di Washington DC, setelah turun dari mobil dan berjalan cepat menuju pantai yang sudah di beritahukan sang ayah jauh - jauh hari, senyum Riana luntur seketika, karena sejauh mata memandang pantai ini hanya terisi oleh dia dan kedua orang tuanya serta beberapa pengawal yang berjaga di beberapa spot di belakang mereka. Hana yang mengetahui perubahan mood pada putrinya langsung menghampiri.
" Riana kenapa nak? " tanya Hana sambil berjongkok di depan sang anak.
" Ayah menyewa tempat ini, jadi tidak ada orang selain kita ibu " jawab Riana dengan nada murung.
Riana berharap akan banyak orang di pantai pada hari ini, karena hari ulang tahunnya kali ini bertepatan pada hari Minggu dimana semua orang pasti sedang libur bersama keluarga. Jadi menurut Riana pantai ini pasti tidak mungkin sepi di hari Minggu, tapi ternyata sang Ayah menyewa seluruh tempat di pantai ini untuk mereka, padahal Riana sangat berharap jika pulang dari sini ia akan mendapat teman.
" Riana... Ayah sayang pada Riana dan Ibu makanya Ayah menempatkan keselamatan kita di nomor satu, Ayah hanya ingin melindungi kita nak " ujar Hana yang paham betul kenapa Nicholas melakukan semua ini.
" Ibu tidak bisa kah kita muncul bertiga di depan banyak orang? " tanya Riana.
" tidak bisa " jawab Nicho tegas menyela pembicaraan ibu dan anak itu.
" kita tidak bisa melakukan itu Riana " lanjutnya lagi.
" honey tolong tinggalkan kami " pinta Nicho pada sang istri, yang segera di turuti oleh Hana.
" Riana... Apa yang dikatakan ibumu tadi benar, Ayah melakukan ini semua untuk melindungi kalian " ucap Nicho sambil mengganti posisi Hana yang berjongkok di depan Riana.
" kenapa? Apa karena Ayah memiliki banyak musuh yang mengincar posisi Ayah? Seperti yang selalu Ayah katakan pada Riana " ujar Riana.
" iya itu juga benar, kamu adalah anak Ayah, dan Ayah tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada kamu dan juga Ibu "
" baiklah Ayah Riana ngerti " ujar Riana yang tidak mau membuat hati Ayahnya sedih, ia berusaha untuk mengerti saja skema pengaturan dari keluarga Orlando ini, lagi pula sang Ayah sudah benar - benar bisa meluangkan waktu untuknya dan Ibu itu sudah cukup bagus, karena biasanya meski di hari Minggu sang Ayah tetap bekerja dari rumah sampai berjam - jam lamanya. Riana berusaha untuk mengembalikan moodnya yang sempat hilang dan Nicho yang menyadari itu segera memberi Riana pelukan.
" nak, terima kasih sudah mengerti posisi Ayah, Ayah janji kalau penjahat - penjahat itu sudah tidak ada kita akan pergi keluar kemanapun Riana mau pergi, tanpa menyewa tempat. Oke? " Ucap Nicho sambil tetap memeluk Riana.
" em, iya. Maafkan Riana Ayah " balas Riana dengan ekspresi yang kembali ceria, Nicho yang menyadari hal itu semakin marah kepada orang - orang yang mengincar keselamatan keluarganya. Nicho segera menggendong Riana.
" ayo Ibu sudah menunggu " ujar Nicho sambil berjalan kearah sang istri berada.
Hari itu Nicho dan keluarga kecilnya menghabiskan waktu bersama dengan merayakan ulang tahun sang anak di tempat itu hingga sore hari sampai keluarga kecil Nicho beranjak untuk segera pulang, Nicho mengendarai sendiri mobil yang ia tumpangi bersama keluarganya. Sedangkan para pengawal mengikuti dari belakang dengan mobil yang berbeda.
Di tengah perjalanan kedua mata Nicho tidak henti - hentinya menatap Riana yang tertidur dengan lelap melalui kaca depan mobil. Ia benar - benar senang dan bersyukur karena telah berhasil menepati janjinya kepada sang anak.
" kamu bahagia honey? " tanya Hana yang sedari tadi memperhatikan suaminya tersenyum.
" em, sangat, aku sangat - sangat bahagia. Kita sangat jarang seperti ini, menghabiskan waktu bersama " jawab Nicho dengan menatap sekilas pada sang istri.
" kamu benar, bahkan kita tidak bisa seperti ini di depan publik, yahh itu semua karena... " ujar Hana dengan tatapan sendu.
" sutt, jangan menyalakan dirimu, itu semua kemauan aku untuk melindungi mu dan anak kita " tukas Nicho cepat untuk memotong pembicaraan sang istri yang akan menyalahkan dirinya sendiri.
Hana hanya mampu tersenyum mendengar perkataan yang diucap kan Nicho sambil menatap sang suami penuh cinta. Setelah sekian jam perjalanan akhirnya mereka semua sampai di rumah dalam keadaan selamat, Nicho segera menggendong sang anak yang masih tertidur untuk membawa nya ke kamar, setelah meletakan tubuh Riana dengan hati - hati diatas tempat tidur ia segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan tidak lupa juga ia mengucapkan selamat malam seperti yang ia di malam - malam sebelumnya.
Di kediaman Nicho jam sudah menunjukan pukul 12:30 malam, dan semua penghuni rumah sudah terlelap dengan nyaman.
Disaat semua tertidur lelap tiba - tiba saja terdengar suara bom yang memekakkan telinga dan membuat bangunan bergetar dengan hebat, Nicho dan Hana segera terbangun dengan rasa terkejut yang luar biasa, mereka segera berlari keluar dari kamar mereka untuk mengecek apa yang terjadi sebenarnya.
Belum selesai rasa terkejut yang dialami sepasang suami istri itu mereka kembali di kejutkan oleh keadaan yang ada di depan mata. Dimana di lantai dasar sudah menjadi lautan api yang berkobar sehingga menutup akses jalan keluar.
" apa yang terjadi? " tanya Hana ditengah rasa terkejutnya, tapi seperti tersadar ia segera berlari menuju kamar Riana yang berada di lantai yang sama dengan kamarnya yaitu lantai tiga.
Setelah sampai di depan kamar sang putri Hana segera membukanya tapi ternyata pintu kamar itu terkunci ia sangat dan segera memanggil sang anak.
" Riana!! Buka pintunya nak! " Hana sungguh panik melihat anaknya terkunci di dalam kamarnya, sedang ia melihat api semakin besar berkobar.
" Ibu!! Tolong Riana, aku tidak bisa membuka pintunya " teriak Riana sambil memukul - mukul pintu.
Hana yang mendengar perkataan anaknya sangat terkejut, ia segera memanggil suaminya untuk membantunya mendobrak pintu kamar Riana.
" Nicholas!! Mendengar teriakan yang berasal dari istrinya itu Nicho segera berlari kearah kamar Riana dan melihat Hana yang berdiri tepat di depan pintu kamar anaknya.
" apa yang terjadi?, Dimana Riana? Kita harus segera pergi dari sini " Riana terkunci didalam " ujar Hana, tanpa pikir panjang Nicho segera menendang pintu dengan kuat hingga dalam sekali tendangan engsel pintu terlepas dan terbuka, ia segera meringsek masuk dan mengendong anaknya, sedangkan Hana dengan gerakan cepat membuka jendela kamar dan melihat di bawah langsung berhadapan dengan kolam renang dewasa.
Nicho segera melihat sang anak yang berada di pelukannya, ia melihat mata Riana yang memancarkan ketakutan, ia segera kembali memeluk putrinya semakin erat.
" tidak apa - apa sayang, semua akan baik - baik saja jangan takut, Ayah akan melindungi Riana " ujar Nicho menenangkan sedangkan Hana juga memeluk Riana yang berada di pelukan suaminya.
" Riana, Ayah dan Ibu sangat mencintai Riana " ungkap Hana, setelah itu Nicho Segera menjatuhkan sang anak melalui jendela kamar yang ada di lantai tiga menuju kolam renang yang ada di bawah.
Setelah melihat anaknya yang sudah mulai berenang kepinggir Nicho dan Hana bersiap untuk terjun tetapi sebelum itu terjadi, kembali terdengar bom susulan secara beruntun di lantai dua dan tiga, Riana yang melihat kejadian itu tercengang dengan tubuh yang bergetar hebat dengan rasa syok yang hebat Riana jatuh pingsan di pinggir kolam renang.
" Ayah, tolong aku... " sebelum ia benar - benar kehilangan kesadarannya ia berucap dengan sangat lirih.