Chapter 30 - The Adamnadula Crusade(part 5)

Setelah kematian Sorcerer dari Thousand Sons dan penghancuran seluruh Chaos Relic, kondisi planet yang sebelumnya kacau balau akibat pengaruh Warp mulai berangsur pulih. Alam fisik yang sempat diputarbalikkan oleh energi Tzeentch kini kembali stabil. Langit yang tadinya berwarna ungu dan hitam dengan kilatan energi Chaos, perlahan-lahan berubah menjadi biru keabu-abuan, sementara tanah yang retak akibat kekuatan Warp mulai menyatu kembali, menumbuhkan flora asli planet tersebut.

Dante, dengan tubuh penuh luka dan kelelahan, duduk di atas tumpukan armor dari Rubric Marine yang dia dan pasukannya telah taklukkan dalam pertempuran sengit sebelumnya. Armor Rubric Marine, yang dulunya dipenuhi dengan energi psikis yang mengikat jiwa mereka, kini tak lebih dari cangkang kosong yang tertinggal. Suara dentingan armor yang hancur dan serpihan yang jatuh memenuhi suasana hening di sekitarnya.

Sementara Dante duduk, melihat hasil akhir dari peperangan brutal yang mereka menangkan, dua sosok mendekat—Kesh dan Allarach. Mereka datang dengan napas yang masih tersengal-sengal, tanda bahwa pertempuran masih segar dalam ingatan mereka. Armor keduanya kotor, dilumuri darah daemon dan cultis yang menyembah Tzeentch, bercampur dengan debu dan kotoran dari medan perang yang kini sepi. Kesh, dengan helmnya yang kini dipegang di tangan, mengangguk hormat kepada Dante, sementara Allarach mengamati sekeliling dengan kewaspadaan, seolah-olah mencari tanda bahaya yang masih tersisa.

"Sepertinya pesta pembukaan sangat merepotkan," kata Dante, duduk di atas tumpukan armor Rubric Marine dengan nada yang sedikit melelahkan namun penuh kepuasan.

Kesh, yang sedang membersihkan darah daemon dari armor-nya, melirik ke arah Dante dan berkata sambil tersenyum, "Kau sendiri...," ujarnya menunjuk ke armor Dante yang kotor dan penuh bekas pertempuran.

Dante mengangkat bahu dengan santai. "Mau bagaimana lagi... resiko pekerjaan. Armor pasti kotor," jawabnya, nadanya ringan meski tubuhnya jelas menunjukkan tanda-tanda kelelahan.

Allarach, yang jarang berbicara, tiba-tiba tertawa kecil. "Hahahahaha, benar... mau bagaimana lagi," tawanya dengan suara dalam yang sedikit menggelegar.

Dante tersenyum tipis, sedikit terkejut mendengar tawa Allarach yang jarang terdengar. "Heh... tidak biasanya kau tertawa, Allarach," katanya, memiringkan kepalanya sambil menatap rekannya.

Allarach mengangguk perlahan. "Kalau sesekali tidak masalah," katanya singkat dengan nada tenang.

Setelah momen ringan tersebut, Dante kembali ke sikap seriusnya. "Apa ada laporan?" tanya Dante, memfokuskan perhatian pada status pasukannya.

Kesh melirik ke data pada helmnya yang telah terhubung dengan Vox Com. "Jumlah korban minimum dari Task Force 413 secara total," jawabnya, nada suaranya menunjukkan sedikit kelegaan.

Dante mengangguk. "Kalau dari Chapter Master Sentikan?" tanyanya, ingin memastikan status keseluruhan pasukan.

"Belum ada laporan," jawab Kesh dengan cepat.

Dante kemudian membuka saluran Vox yang terhubung dengan Inquisitor Yamada. "Inquisitor Yamada, bagaimana Red Scorpion Chapter?" tanyanya, suaranya tegas.

Di sisi lain Vox, suara lembut namun penuh wibawa dari Inquisitor Yamada terdengar. "Ah, Lord Custodes, senang mendengar suara Anda. Di sini hanya lima Space Marine yang gugur," jawabnya, dengan nada yang penuh hormat namun tetap profesional.

Dante menghela napas kecil. "Kalau begitu, kita akan bertemu kembali di zona aman di luar angkasa," katanya, suaranya terdengar lebih lega, meski masih tetap fokus pada tugas.

Setelah memastikan semuanya, Dante kembali bertanya, "Ada laporan dari Black Templar?"

"Sama seperti Angel Sanguine," jawab Kesh, mengkonfirmasi bahwa situasi Black Templar serupa dengan pasukan lainnya—korban minimal dan kemenangan di tangan.

Dante berdiri perlahan, merapikan helmnya di sisi pinggang. "Ya sudah... segera panggil Thunderhawk kemari," perintahnya dengan nada yang tegas namun tenang, siap untuk memulai fase selanjutnya dari misi mereka.

Sebuah Thunderhawk tiba dengan raungan mesinnya yang menggelegar, membuat debu dan puing-puing beterbangan di sekitar medan perang. Pintu ramp terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Chapter Master Kyoshiro yang segera keluar, armor Delta Blade Chapter-nya berkilau meskipun sedikit tergores dari pertempuran sebelumnya. Dengan langkah tegas, dia menghampiri Dante, bersama dua Custodes yang setia mengikuti di belakangnya.

"Sudah saatnya kita kembali," kata Kyoshiro, suaranya penuh wibawa namun ramah.

Dante mengangguk singkat, lalu menoleh ke Kesh dan Allarach yang berada di sisinya. Tanpa banyak bicara, mereka bertiga segera naik ke Thunderhawk tersebut, bergabung dengan Kyoshiro dan kedua Custodes yang sudah bersiap untuk kembali ke Aquila Wings.

Di dalam Thunderhawk, suasana terasa lebih tenang setelah pertempuran brutal yang baru saja mereka lalui. Kesh dan Allarach duduk diam, memeriksa senjata mereka, sementara Dante duduk dengan tenang, matanya berkilat penuh pertimbangan. Pikiran Dante sibuk dengan banyak hal, mulai dari keberhasilan misi, korban yang gugur, hingga langkah-langkah berikutnya yang harus mereka ambil untuk memulihkan planet ini dan menahan ancaman Chaos di masa depan.

Setelah beberapa saat, Thunderhawk mendarat dengan mulus di hangar Aquila Wings, kapal induk besar milik armada mereka. Tanpa membuang waktu, Dante segera menuju ke ruang kendali. Di dalam ruang kendali yang luas, berbagai layar holo menampilkan situasi medan perang, pergerakan pasukan, dan status misi yang berjalan. Dante dengan langkah mantap mendekati holotable besar di tengah ruangan.

Saat dia tiba, wajah para Chapter Master yang turut serta dalam kampanye ini, termasuk Chapter Master Kyoshiro, Chapter Master Sentikan, dan beberapa lainnya, muncul di layar holo di sekitarnya. Inquisitor Yamada juga muncul, berdiri tegak dengan wajah yang serius namun tenang, sementara beberapa Marine dari Red Scorpion Chapter terlihat di belakangnya.

"World of Victorium sudah sepenuhnya terbebas dari pengaruh Tzeentch," kata Dante dengan nada tegas. Matanya melirik ke arah holo-peta di depannya yang memperlihatkan galaksi luas, penuh dengan dunia-dunia yang masih dikuasai oleh kekuatan Chaos. "Berikutnya adalah Vacoris II."

"Vacoris II? Kita belum punya Staging Point di sana," jawab Chapter Master Sentikan dengan nada serius, mengangkat alisnya. Wajahnya terpampang di layar holo, menandakan kekhawatiran taktis yang mendalam.

"Kalau begitu, kami yang akan mengurus masalah ini," kata High Marshal Helbrech, suaranya penuh keyakinan, seolah keputusan sudah dibuat. "Kalian bersiap saja untuk turun." Setelah menyampaikan itu, koneksi Helbrech langsung terputus, menandakan bahwa dia sudah dalam perjalanan untuk memimpin Black Templars ke permukaan planet tersebut.

Dante menghela napas sejenak, masih memikirkan kemungkinan yang lebih besar. "Aku masih penasaran, Lord Guilliman bilang akan membawa bala bantuan...."

Sebelum dia bisa melanjutkan, suara Captain Nina dari konsol kendali terdengar. "Lord Dante, ada transmisi masuk, dan...."

"Dan apa?" tanya Dante, sedikit curiga dengan jeda di kalimatnya.

"Ini dari Honor of Macragge," jawab Captain Nina, suaranya terdengar tegang, mengetahui siapa yang akan berbicara.

Dante menatap ke layar dengan intensitas yang meningkat. "Sambungkan langsung ke sini agar semua bisa melihat Lord Guilliman," perintahnya.

"Laksanakan," jawab Captain Nina.

Dalam hitungan detik, wajah karismatik dan penuh wibawa Roboute Guilliman, Primarch dari XIII Legion, muncul di layar holo, dipancarkan dari kapal kebanggaan Ultramarines, Honor of Macragge.

"Di sini Honor of Macragge, High Lord Regent Roboute Guilliman, Primarch dari XIII Legion," suaranya dalam dan tegas, menggema di seluruh ruangan.

"Lord Guilliman, kami mendengar Anda dengan sangat jelas," kata Chapter Master Sentikan, menganggukkan kepalanya dengan penuh hormat.

Dante, tetap tenang seperti biasanya, berkata, "Lord Guilliman."

Guilliman membalas salamnya singkat. "Di mana High Marshal Helbrech?" tanyanya.

"Sepertinya memimpin Black Templar turun ke permukaan Vacoris II untuk mengamankan Staging Point bagi invasi," jawab Inquisitor Yamada, yang berdiri dengan sikap tenang namun penuh konsentrasi di ruangan itu.

Guilliman mengangguk, tetapi raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang lebih besar. "Inquisitor, aku mendapat peringatan dari Emperor of Mankind secara langsung bahwa salah satu dari saudaraku sedang menuju kemari."

Pertemuan tiba-tiba menjadi hening, ketegangan di udara semakin terasa.

"Apakah Vulgrim?" tanya Dante, mencoba memecahkan kebisuan dengan pertanyaan pertama yang terlintas di pikirannya.

Guilliman menggeleng pelan. "Sepertinya bukan. Si ular terlalu malas untuk mengirim anak-anaknya untuk sesuatu yang dianggap tidak penting."

"Kalau begitu mungkin Daemon Primarch Angron?" tanya Inquisitor Yamada, suaranya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.

"Kemungkinannya ada," jawab Guilliman, nadanya dingin. "Tapi ada hal lain yang harus kita pertimbangkan."

Dante mendengarkan dengan saksama, merasa ada sesuatu yang lebih dalam. "Atau...." gumamnya, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja diungkap.

Guilliman menatap layar dengan penuh perhatian. "Kau punya pendapat, Custodes Dante?" tanyanya, memanggil perhatian seluruh ruangan.

Dante menatap ke layar dengan keyakinan yang mendalam. "Aku merasa yang akan datang adalah Lord of Iron."

Guilliman terdiam sejenak, memikirkan implikasi kata-kata Dante. "Perturabo?" gumamnya. "Itu masuk akal. Dia selalu punya rencana tersendiri."

"Walaupun mereka sesama penghianat, mereka punya agenda yang berbeda," lanjut Guilliman, wajahnya menunjukkan pemahaman mendalam tentang saudara-saudaranya yang telah jatuh ke pelukan Chaos.

"Kita harus siap," kata Dante dengan tegas. "Kalau Perturabo benar-benar terlibat, maka ini bukan sekadar pertempuran biasa. Kita mungkin menghadapi taktik yang lebih rumit dari apa pun yang kita duga."

"Setuju," jawab Guilliman. "Kalau begitu, persiapkan invasi ke Vacoris II. Jangan sampai kita lengah."