Chereads / Menikah Kilat Dengan Bos / Chapter 15 - Bab 15. Jangan pergi lagi

Chapter 15 - Bab 15. Jangan pergi lagi

Jefri membukakan pintu kamar. Lalu segera pergi setelah menutup pintu. Menyerahkan semua urusan kepada Fic saja.

Fic membaringkan tubuh Erina dengan hati hati. Fic tidak peduli lagi dengan jantungnya yang berdegup saat harus membuka satu persatu pakaian gadis itu.

Fic berusaha secepat mungkin mengganti pakaian Erina yang basah, dan berusaha untuk menghindari pandangan matanya.

"Erina. Sadarlah." Fic mengusap usap telapak tangan Erina dengan kedua tangannya agar hangat.

Terdengar pintu dibuka. Fic menoleh.

"Tuan. Bagaimana keadaannya?" Jefri sudah melangkah masuk.

"Dia belum sadar."

"Apa perlu memanggil Dokter?"

"Besok pagi saja. Ini sudah terlalu malam. Biarkan Erina beristirahat dulu."

Jefri hanya mengangguk, kemudian melangkah menuju Sofa. Fic yang melihat itu mengikuti.

"Bagaimana?" Fic duduk di hadapannya.

"Beberapa hari lagi, Dokter akan memberi kabar."

Fic terdengar menarik nafas resah. Kemudian dia bertanya lagi mengenai pertemuan Jefri dengan kedua teman Erina tadi. Jefri memberitahu apa yang ia dengar dari Oca dan Melda.

"Nona Erina adalah seorang gadis yang ceria dan sangat tengil. Ku rasa, karena sebuah tekanan yang memaksanya menjadi seorang yang pendiam."

"Seperti dalam keputus-asaan."

"Kau benar Tuan. Lalu bagaimana rencana anda?"

"Aku akan melindunginya mulai sekarang."

"Baiklah. Kalau begitu, aku permisi." Jefri bangun dan melangkah meninggalkan kamar Fic. Fic ikut bangun dan kembali duduk disisi Erina berbaring.

Fic memandangi wajah Erina.

"Rafael." Suara Erina mengigau dengan mata yang masih terpejam.

Fic tertegun saat mendengar Erina menyebut nama Rafael dalam igauan. Dia seperti tidak asing dengan nama itu. Tapi mungkin karena dia lebih fokus pada kondisi Erina, dia mengabaikan nama itu. Namun meskipun demikian, ada rasa aneh seperti jarum yang menusuk ulu hatinya.

"Rafael.. Kenapa kamu pergi? Aku tidak berselingkuh. Aku tidak menjual diri.."

Mata Erina terbuka perlahan kemudian memutar menatap sekeliling.

"Kamu sudah sadar?" Suara Fic terdengar membuatnya menoleh.

"Fic!" Erina langsung mengenali Pria yang di hadapannya itu.Lalu menarik tubuhnya untuk bangun dan bersandar.

"Kamu yang membawaku kemari?" Erina bertanya.

Fic mengangguk. "Aku menemukanmu pingsan di pinggir jalan dalam keadaan basah."

"Terima kasih."

Fic menatap Erina. "Apa yang terjadi? Bukankah tadi kau mengatakan akan pergi ke Rumah Ibumu?"

"Aku tidak tahu kalau mau turun hujan. Jadi Aku memaksakan diri untuk pulang."

"Lalu siapa Rafael?"

Erina langsung mendongak saat Fic bertanya seperti itu.

"Dari mana kamu tahu nama itu?"

Fic membuang nafas kasar, lalu dia berdiri.

"Lain kali, tidak perlu lagi memikirkan orang yang sudah menyakitimu. Untuk apa?"

"Tapi aku tidak sedang memikirkannya!" Bantah Erina.

"Jika tidak, kenapa sampai terbawa mimpi?" Fic melangkah, membuka pintu saat mendengar seseorang mengetuk pintu.

"Susu untuk Nyonya!" Melan sudah berdiri di depan pintu. Fic menerimanya dan kembali menutup pintu.

"Minumlah. Agar tubuhmu hangat." Fic mengulurkan segelas susu dan membantu Erina meminumnya.

"Terimakasih." Ucap Erina, matanya kini tertuju pada bajunya. Dia langsung terkejut dan bertanya kepada Fic.

"Kau yang mengganti bajuku?"

"Lalu siapa lagi? Pakaianmu basah. Aku tidak mungkin membiarkan orang lain yang melakukannya."

Wajah Erina berat benar memerah mendengar jawaban dari Fic. Malu karena kejadian waktu itu saja belum sembuh, ditambah ini lagi. Tetapi malu itu tiba tiba menurun ketika Erina melihat pergerakan tangan Fic yang menaruh gelas susu di atas meja. Dia melihat luka di tangan Fic.

"Kau terluka?"

Fic tersenyum tipis. "Hanya luka kecil."

"Tapi itu bisa infeksi." Erina langsung bangun dan beranjak.

"Kau mau kemana? Kau masih lemah!"

Erina tidak peduli, dia mencari cari kotak P3K. Erina mendapatkannya dan segera menarik tangan Fic ke atas pahanya

"Aku akan mengobatinya."

"Tidak perlu!" Fic menarik tanganya kembali, tapi Erina kembali mengambil tangan Fic.

"Sebentar saja. Aku takut ini bisa terinfeksi." Erina menahan tangan Fic dengan tangan kiri, sementara tangan kanan sudah memegang Botol Alkohol.

Fic terus memandangi wajah Erina yang sibuk mengobati lukanya. Sampai dia tidak merasakan perih sedikitpun saat Erina menuang Alkohol pada lukanya. Erina membersihkan luka Fic, memberi antiseptik dan membalutnya dengan perban.

"Bagaimana kau bisa terluka?" Erina bertanya.

"Aku meninju Meja Kaca." Ucapan terus terang Fic membuat Erina mendongak.

"Apa kau sering melakukannya?"

Fic terdiam sebentar. "Sesekali, jika aku sedang tidak bisa mengontrol emosi. Aku takut melukai orang. Jadi aku melakukan itu untuk mengurangi Emosi."

Erina langsung bisa menebak, jika pria dihadapannya ini adalah seorang Temperamen, tetapi Erina tidak bisa berkomentar karena Erina sendiri belum tahu, apa masalah hidup Fic yang menyebabkan dia bisa seperti itu. Dan dalam hal ini, Erina mulai ingin mencari tahu. Kendati dalam hati, Erina merasa takut, suaminya ternyata seorang yang temperamen.

"Sudah selesai. Besok luka ini akan mengering." Erina kembali mendongak, mendapati Fic yang masih memandanginya.

"Terima kasih." Ucap Fic, masih saja memandangi Erina.

"Kenapa menatapku seperti itu? Aku sangat merepotkanmu ya?" Erina cepat menunduk saat pandangannya bertemu dengan Kedua mata Fic.

"Apa kau tidak bahagia dengan pernikahan kita?"

Erina tidak menjawab pertanyaan Fic. Karena dia tidak tahu harus menjawab apa. Bahagia? Erina hampir saja lupa, kebahagiaan itu seperti apa rasanya.

Fic menarik nafas, mengusap wajahnya dengan kasar.

"Nona Erina. Bisakah kau melupakan semua orang yang pernah singgah dalam hatimu?"

Erina mendongak kembali. Apa maksudnya? Erina hampir bertanya.

"Aku tidak ingin mendengar lagi, kau menyebut nama pria lain dihadapanku. Walau itu hanya sekedar bermimpi sekalipun. Kau ingin tau kenapa? Karena kau sekarang adalah istriku. Aku tidak suka, istriku memikirkan pria lain selain diriku." Ucapan itu begitu lembut, tetapi penuh dengan tekanan.

"Maafkan aku. Tapi aku sama sekali tidak memikirkan dia. Tadi aku hanya.. hanya sedikit terkejut saja." Erina lalu menceritakan apa yang terjadi disana.

Fic mendengarkan cerita Erina sampai selesai.

"Apa benar dia seorang Direktur di Perusahaan mu?"

Fic menoleh. "Aku tidak tahu."

"Kau tidak tahu? Bagaimana mungkin? Kau pemilik Perusahaan itu kan?"

"Begitu banyak Direktur di Perusahaan itu. Bagian pabrik, pemasaran, keuangan dan lainnya. Semua memiliki Direktur masing-masing. Mana aku sempat mengenalnya satu persatu." Jawab Fic.

"Tapi kau tenang saja, besok Jefri akan mencarinya. Dia Direktur bagian apa." Lalu meraih tangan Erina.

"Kau ingin aku melakukan apa setelah aku menemukannya?"

"Tidak Fic. Jangan!"

"Kenapa? Kau masih mencintainya?"

Wajah Erina langsung terlihat kesal. Dan menggeleng saja.

Fic tersenyum. "Berani sekali dia mengajak istriku berselingkuh!"

Erina tahu jika Fic sedang marah, tiba tiba dia takut Fic akan melakukan sesuatu yang berbahaya.

"Dia hanya belum tahu siapa suamiku. Jadi, biarkan saja dulu."

"Tidak bisa! Dia sudah mengganggu milikku." Erina kembali melihat wajah Temperamental Fic seperti pertama kali bertemu pria ini. Itu membuat Erina khawatir.

"Fic! Sudahlah. Lagian Aku tidak meladeninya!" Erina menarik kuat tangan Fic.

"Argh… Sakit!" Fic meringis. Erina baru sadar jika tangan Fic yang ditarik, itu yang terluka.

"Astaga! Maafkan aku, maafkan aku." Erina segera mengangkat tangan Fic dan meniup niupnya. Fic tersenyum melihat itu, ada rasa nyaman yang begitu banyak dia rasakan bersama dengan Erina seperti ini.

Fic mengangkat satu tangannya untuk menyelipkan rambut Erina di balik telinga. Tetapi, ketika tangannya menyentuh kulit Erina dia terkejut.

"Kamu panas?" Fic langsung mengangkat wajah Erina, meletakkan telapak tangannya pada kening dan leher Erina.

"Kau demam Erina!" Tiba tiba wajah Fic berubah pucat. Dia langsung berdiri dan berteriak memanggil Jefri. Erina sampai terkejut melihat tingkah Fic seperti itu.

"Fic! Jangan berteriak! Aku tidak apa apa."

"Tidak apa apa bagaimana? Kau demam!"

"Ini hanya demam biasa, mungkin karena kehujanan!"

"Jefri ..! Kenapa kau lama sekali!"

"Fic. Ini sudah malam. Jefri pasti sudah tidur. Sudah ya? Aku bisa meminum Paracetamol. Itu akan menurunkan panas." Erina menarik tangan Fic.

Grep! Tiba tiba Fic memeluk Erina. Memeluk dengan begitu erat.

"Aku takut Erina. Aku takut kau kenapa napa." Fic masih belum melepaskan pelukannya.

Erina sebenarnya bingung, kenapa Fic sepanik itu hanya karena dia demam biasa. Ini kan wajar saja jika seseorang terkena hujan. Tapi melihat ekspresi wajah panik penuh khawatir Fic, Erina merasa ingin menenangkannya.

"Tidak apa apa. Tunggu sebentar. Aku akan meminum obat." Erina ingin beranjak.

"Tidak Perlu. Aku akan mengambilkannya untukmu." Fic melepaskan pelukannya, kemudian meraih kotak obat yang masih ada di atas meja dan mencari obat penurun panas.

Fic mengambil segelas air putih dan memberikan kepada Erina. Erina langsung meminum obat itu.

"Tidurlah. Kau harus beristirahat." Fic menata bantal dan menyuruh Erina berbaring. Erina menurut saja.

Fic menarik selimut untuk Erina.

"Aku ingin menemanimu. Boleh?" Tanpa persetujuan dari Erina, Fic sudah membaringkan tubuhnya di samping Erina.

Erina berusaha memberontak ketika Fic memeluknya. "Fic.."

"Biarkan saja Erina. Aku hanya ingin menjagamu. Tidurlah. Pejamkan matamu." Fic meraup wajah Erina dengan telapak tangannya, kemudian melanjutkan pelukannya.

Erina tidak bisa lagi bergerak. Tubuhnya kembali kaku seperti malam pertama dia menginap disini. Dekapan Fic begitu kuat. Namun Erina merasakan sesuatu yang aneh. Pelukan Fic kali ini berbeda dari yang kemarin. Erina sedang berperang dengan berbagai perasaan. Rasa takut, ragu, tapi ini nyaman dan hangat.

"Jangan pergi lagi. Ku mohon jangan pergi lagi." Terdengar suara Fic begitu pelan. Tetapi Erina bisa mendengar dengan jelas.

"Jangan pergi lagi? Apa maksudmu?"