Chereads / Menikah Kilat Dengan Bos / Chapter 16 - Bab 16. Satu piring berdua

Chapter 16 - Bab 16. Satu piring berdua

Pagi sudah merambat ke siang. Walaupun begitu tidak ada satupun yang berani mengetuk pintu Kamar Fic.

Sedangkan Dua orang di dalam sana masih tertidur.

Lalu terlihat Erina mulai membuka matanya perlahan. Dia merasakan Ada sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. Erina menoleh, menyadari jika semalam dia sampai terlelap di dekapan Fic. Erina menyisihkan tangan Fic dan bangun dengan sangat pelan.

Erina memandangi wajah Pria yang masih pulas itu. Wajah itu terlihat polos jika dalam keadaan tidur seperti ini, begitu sangat manis dalam pandangan Erina berbeda sekali saat dia dalam keadaan tidak tidur.

Jangan pergi lagi!

Erina teringat kata kata terakhir Fic sebelum berangkat tidur. Sebenarnya dia sempat bertanya, tetapi Fic sudah tertidur begitu saja. Erina tidak ingin memikirkan hal itu karena menganggap jika Fic hanyalah mengigau.

Erina terkejut saat melihat Jam sudah lebih dari pukul Sembilan. Dia segera beranjak dan pergi mandi. Kali ini dia tidak lupa, membawa sekalian pakaian untuk berganti karena mengingat ada Fic di dalam kamar itu.

Erina cepat membereskan dirinya di depan cermin, namun dia terkejut saat mendengar suara Fic menegurnya. Saat dia menoleh, Fic sudah duduk di tepi Ranjang dengan menatapnya.

"Aku tidak mengijinkan kamu pergi bekerja hari ini." Suara itu datar. Tanpa menunggu jawaban dari Erina, Fic sudah berjalan masuk ke kamar mandi.

Erina tidak ingin membantah dahulu. Dia memilih untuk menunggu Fic keluar terlebih dahulu dari kamar mandi. Ketika melihat Fic sudah keluar dari kamar mandi, Erina yang tadinya ingin segera berbicara langsung memutar tubuhnya.

Fic keluar hanya dengan mengenakan handuk. Itu hanya untuk menutupi bagian tubuh bawahnya saja.

Erina sama sekali tidak berani menoleh sampai Fic benar benar telah memakai pakaian lengkap. Erina sempat memperhatikan pakaian Fic. Ini seperti berbeda dari hari biasa? Erina baru menyadarinya jika Fic berpakaian santai, bukan pakaian untuk bekerja. Apa dia tidak pergi bekerja hari ini?

Itu terserah dia saja!

Dalam hati Erina, dia tetap harus berangkat karena masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan.

"Aku harus bekerja. Beberapa hari lagi kami ada jadwal untuk mengambil sebuah wawancara. Aku harus menyiapkan semua konten,"

"Aku tidak mengizinkanmu." Fic kembali memotong ucapan Erina. Lalu meraih Ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Semalam kau demam. Jadi beristirahat lah dahulu. Itu tidak akan membuat Stasiun Televisi tempatmu bekerja bangkrut."

"Tapi Fic.."

"Kau bisa menelpon Bos mu dan meminta izin." Fic melangkah untuk merogoh tas Erina. Mengambil Ponsel milik Erina dan mengulurkan.

"Hubungi Bos mu atau Jefri yang akan memintakan Izin untuk dirimu.

Erina terdiam, itu terdengar seperti Sebuah ancaman. Jika sampai Jefri yang menelepon Bos, itu sama saja Erina memublikasikan siapa suaminya. Bukan masalah tidak ingin orang lain mengetahui Siapa suaminya, tetapi Erina hanya belum siap.

Erina kemudian mengirim pesan kepada Melda. Meminta Melda untuk menyampaikan kepada Bos, jika dirinya sedang tidak enak badan.

"Apa kau juga tidak pergi bekerja?" Erina bertanya sambil melirik Fic yang sibuk dengan ponselnya. Dia melihat perban di tangan Fic sudah tidak ada.

"Aku ingin menemanimu hari ini." Selesai bicara Fic melangkah keluar kamar.

Hati Erina terasa bergetar mendengar Fic mengatakan akan menemaninya. Erina jadi seperti salah tingkah. Kata kata itu membuat hati Erina berangsur menghangat. Sekian lamanya dia merasakan hidup, baru kali ini Erina mendengar kata kata seperti itu.

Hanya beberapa menit saja, Fic sudah kembali ke kamar dengan membawa nampan makanan. Meletakan nampan itu di atas meja. Erina memperhatikan gerak gerik Fic.

"Ayo kemari lah." Fic menyuruh Erina. Erina hanya mengangguk dan mendekati Fic dan duduk di ujung Sofa.

"Sehabis sarapan, aku akan membawamu ke rumah sakit."

"Aku sudah sembuh." Erina buru buru memotong ucapan Fic.

"Benarkah?" Tangan Fic menjulur untuk memeriksa kening Erina.

"Tapi ini masih sedikit panas."

Merasakan sentuhan telapak tangan Fic kali ini membuat Erina sedikit tegang. Apalagi ketika Tangan itu berpindah ke lehernya. Erina refleks menarik mundur tubuhnya.

Itu membuat Fic terkejut dan menarik tangannya.

"Maaf. Aku hanya mengkhawatirkan keadaanmu."

"Iya. Tidak apa apa. Terimakasih sudah mau peduli denganku."

Mendengar kata terimakasih dari Erina, Fic langsung bisa menebak jika kehidupan Erina sebelum ini pasti mengalami banyak kesulitan.

"Tidak perlu mengucapkan terima kasih. Itu sudah menjadi kewajiban ku. Sekarang, Kau adalah tanggung jawabku."

Mata Erina berkaca kaca, Erina bisa merasakan jika ucapan Fic ini terdengar tulus.

"Aku boleh bertanya?"

"Ya."

"Apa kamu benar-benar menyukaiku?" Sebenarnya bukan itu yang ingin ditanyakan oleh Erina. Dia ingin kembali bertanya, kenapa Fic mau menikahinya. Sementara pria lain meninggalkannya karena gosip dirinya.

/

"Ya."

"Kamu tidak akan membenciku, meskipun nanti gosip tentang diriku itu ternyata benar? Selama ini aku tidak pernah tau, sudah terjadi apa saja pada diriku. Aku terlalu takut untuk mencari kebenarannya."

Fic sudah mengerti maksud Erina, Fic tidak pernah memperdulikan bagaimana Erina sebelum ini. Mau gosip itu benar atau hanya fitnah, Fic yakin jika Erina adalah korban.

Fic menggeser duduknya, sedikit lebih mendekat. Lalu meraih dagu Erina. Fic mengangkat wajah Erina hingga mereka saling menatap.

"Kita bertemu sekarang, bukan dulu. Aku sama sekali tidak peduli dengan masa lalumu seperti apa. Kau sekarang istriku, dan aku ingin, itu berlaku selamanya. Jadi, lupakan semua masa lalu." Mata hitam Fic semakin pekat, menatap kedua bola mata indah Erina semakin dalam.

Jari Fic menyentuh bibir Erina. Lalu dia menunduk untuk mencium bibir Erina.

Beberapa detik kemudian Fic menarik tubuhnya kembali ke posisi semula. Dia menunduk sambil mengusap bibirnya.

"Maaf." Lalu segera meraih piring di atas meja.

Wajah Erina sangat memerah. Dia baru tersadar jika tadi mereka berciuman meskipun itu hanya beberapa detik, tetapi itu mampu membuat jantung Erina berdegup tak beraturan.

Ini adalah ciuman pertama mereka, sehingga membuat keduanya terlihat begitu canggung.

Fic berusaha sekuatnya untuk memenangkan jantungnya yang tidak stabil karena ciuman tadi, lalu melirik Erina yang masih menunduk.

Fic menyendok makanan dan mengarahkan ke mulut Erina.

"Kamu harus makan, setelah itu kau juga harus minum obat."

Erina mendongak, membuka mulutnya perlahan. Namun saat suapan yang kedua kalinya, Erina mencegah.

"Biar aku sendiri. Tanganmu masih sakit kan?"

"Oh iya. Kamu benar. Tanganku masih sakit." Fic memberikan piring kepada Erina. Namun dia tidak lantas mengambil piring makanannya sendiri. Dia menatap Erina yang sedang mengunyah. Sampai Erina menoleh kepadanya.

"Kamu tidak makan?"

"Tanganku masih sakit. Suapi aku juga." Suara Fic terdengar merengek manja.

"Suapin?' Erina bertanya seperti belum percaya dengan keinginan Fic. Apa dia sedang ingin bermanja?

Erina mengangguk.

"Baiklah." Lalu hendak mengambil piring makanan Milik Fic, tapi Fic mencegah.

"Ini saja." Fic menunjuk piring yang masih di tangan Erina.

Erina baru mengerti sekarang, jika pria di hadapannya ini rupanya ingin makan satu piring berdua dengannya.

Tiba-tiba Erina merasa sangat canggung, walau demikian tangannya bergerak untuk menyendok makanan miliknya dan menyuap ke mulut Fic.

"Kamu juga." Fic berkata sambil mengunyah.

Erina menunduk, sudut bibirnya tertarik tipis membentuk senyuman. Ini adalah pengalaman pertamanya sepanjang hidup, makan satu piring berdua dengan orang lain.