Di kediaman rumah Adreno.
Rafael sedang berada di meja makan bersama Ibu dan Ayahnya.
Adreno beberapa kali berbicara kepada Rafael tentang Perusahaan Galaxy Group.
"Kau harus bisa menjatuhkan Perusahaan itu, minimal bagaimana caranya kau mengambil banyak uang dari perusahaan itu guna memperbesar Perusahaan kita sendiri."
Rafael begitu kesal dengan ucapan Ayahnya.
"Ayah. Aku mau bekerja di perusahaan Fico semata untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan kita dengannya. Bukan untuk mencari masalah. Jika Ayah terus memaksaku untuk melakukan itu, maka lebih baik aku mundur!" Rafael segera bangun dari kursi dan melangkah pergi.
"Rafael!"
Mendengar Ayahnya berteriak memanggil Rafael tidak peduli, dia terus melangkah pergi.
Sepanjang perjalanan ke Gedung Galaxy Group, Rafael terus mengumpat. Dia tidak habis pikir kenapa Ayahnya terus mempunyai pikiran picik terhadap Fic. Ini bukan kali pertama Rafael mengetahuinya. Saat dia masih kecil dulu, dia juga sering mengetahuinya siasat demi siasat Ayahnya untuk menghancurkan Keluarga Albarez.
Rafael memang tidak menyukai Fico, apalagi ketika dulu Fico terkenal menjadi pria Temperamental yang hanya mengurung dirinya di dalam rumah. Tapi bukan berarti Rafael akan menjatuhkan Fico. Biar bagaimanapun juga, Fico adalah satu satunya kerabatnya.
Memikirkan itu Rafael menjadi malas untuk pergi ke kantor. Dia menghentikan mobilnya di tepi jalan dan menghubungi Jefri.
"Hari ini aku tidak pergi ke kantor. Katakan kepada Tuan Muda Albarez, Aku ingin pergi ke Kota B menemui Kakek." Selesai menelpon Jefri, Rafael memutar mobilnya untuk pergi Ke Kota B.
Kakek Alfian Berada di kota B. Bukan tanpa tujuan Rafael ingin pergi kesana. Tetapi ada hal serius yang ingin dibahas dengan Kakek Alfian.
Setelah tiba di rumah Kakek, Rafael langsung mengutarakan keluh kesahnya kepada Kakek. Dia tidak ingin lagi bekerja di Perusahaan Galaxy Group, dia tidak mau mengikuti keinginan Ayahnya.
"Ayahmu tidak pernah berubah." Keluh Kakek Alfian.
"Lalu bagaimana menurut Kakek? Sungguh aku ingin bekerja dengan baik, tapi kalau bisa mengandalkan kemampuan ku sendiri, bukan seperti ini! Aku juga cucumu. Kakek juga harus memikirkan aku."
Kakek Alfian terdiam cukup lama. Rafael ini memang berbeda dengan Ayahnya. Walaupun cucunya yang satu ini sangat nakal, tapi sifatnya berbeda dengan Ayahnya membuat Kakek Alfian lebih percaya pada Cucunya dibandingkan pada Putranya sendiri.
"Kakek ada pendapat. Bukan pendapat, melainkan pekerjaan. Tetapi Kakek tidak yakin kamu akan minat dengan bisnis ini."
"Katakan saja Kek! Perusahaan Apapun itu aku akan bersedia."
"Kakek punya Stasiun Televisi. Sebenarnya Ayahmu tahu, almarhum Pamanmu juga tahu. Tetapi tidak ada satupun diantara mereka yang mau meneruskan Stasiun itu. Akhirnya, Kakek meminta seseorang untuk mengurusnya."
"Stasiun televisi?"
"Ya. Jika kamu berminat, Kakek bisa menghubungi orang kepercayaan kakek itu. Menurut laporan yang Kakek terima, Stasiun televisi itu pada tahun ini sudah mulai maju. Kalek yakin, jika kamu mau menjadi pimpinan Direktur atau Direksi disana, maka Stasiun Televisi itu akan jaya."
Rafael berpikir sejenak. Meskipun itu bukan sebuah perusahaan barang atau properti seperti milik Ayahnya ataupun seperti milik Fico, setidaknya itu adalah Stasiun Televisi yang mampu menghasilkan banyak bisnis. Dia bisa menjual banyak Informasi, berita ataupun iklan bahkan film film seluruh dunia.
Rafael tersenyum. "Aku akan menjadi Pemimpin disana. Kakek hubungi saja orang kepercayaan Kakek."
Kakek langsung mendongak seperti tidak percaya. Dulu, pernah Kakek memaksa Putra putranya untuk menjadi pemimpin disana, tetapi baik Adreno maupun Devis tidak ada yang berminat. Kakek pun tertawa senang melihat keseriusan dimata Rafael.
Sementara itu Jefri sudah memberitahukan perihal Rafael yang tidak masuk ke kantor.
Awalnya Fic biasa saja, tetapi ketika Jefri menyebutkan Kota B, tiba tiba dia teringat tentang Erina yang juga pergi ke Kota B. Pikiran Fic mendadak tidak enak.
Tidak biasa biasanya Rafael pergi menemui Kakek. Apa ini ada hubungannya dengan Kepergiaan Erina ke kota itu. Atau jangan jangan, Rafael tahu jika Erina juga sedang pergi ke kota itu?
Walau bagaiamanpun juga, Rafael dan Erina pernah mempunyai hubungan. Memikirkan itu, tiba tiba mata Fic menggelap.
"Kita berangkat ke kota B sekarang." Fic segera mengajak Jefri untuk pergi kesana juga.
Ini sudah hampir sore hari. Begitu semangatnya rombongan Erina yang sudah berhasil mewancarai seorang CEO asal Yorlandia yang sedang mempunyai bisnis maju di negara ini.
Raut lelah dari Tim Erina bahkan tidak nampak dan terbayar sudah. Mereka kini menuju Sebuah Cafe untuk sekedar beristirahat dan memesan cemilan sebelum pulang ke penginapan.
Erina duduk menikmati hidangan bersama Oca dan Melda. Ada Kak Awan seorang pria tim mereka juga yang menyertai mereka.
Erina tidak memperhatikan seorang pria di sudut sana yang dari tadi sudah menatapnya tajam sejak dia dan kawan kawannya memasuki Cafe.
Erina merasa ingin kebelakang. Lalu berpamitan kepada teman temannya.
Namun saat dia melewati sebuah meja lain, tangannya dicekal seseorang.
Erina menoleh dan terkejut setelah mengenali siapa orang itu.
"Rafael?" Dia tidak menyangka akan bertemu dengan Rafael disini.
"Kenapa kamu ada di sini? Apa kau sedang mencari mangsa?" Tanya Rafael dengan tatapan asing bagi Erina.
"Aku sedang bekerja." Erina menarik tangannya lalu melangkah cepat meninggalkan Rafael.
Erina menemukan Toilet dan menyelesaikan urusannya. Ketika Erina keluar dari Toilet, seorang pria berjalan sempoyongan masuk ke dalam Toilet dan menatapnya.
Erina hanya menunduk dan cepat keluar. Tapi Pria itu tiba tiba merangkul pinggang Erina dan menarik tubuhnya sampai membentur tembok.
"Halo sayang. Kau cantik sekali." Pria itu mengukung tubuh Erina.
"Apa yang kau lakukan? Lepas!" Erina mendorong tubuh Pria itu tapi dia kewalahan.
"Bagaimana jika kamu menemaniku sayang. Aku benar benar menginginkan mu!"
"Tolong lepaskan aku. Kau salah orang!"
Pria itu tertawa dan mengeluarkan sejumlah uang.
"Bagaimana jika segini?"
Erina terbelalak saat pria itu menaruh uang itu ke dalam telapak tangannya. Dan itu bertepatan dengan Rafael yang melihatnya dari luar.
Mata Rafael memerah melihat Erina menggenggam uang dari pria itu.
Erina benar benar sudah berubah. Dia bahkan rela menjual dirinya ditempat umum seperti ini demi uang. Sesenang itu kah dia dengan uang sekarang?
Rafael mengepalkan tangannya dan pergi meninggalkan mereka.
Erina terpaku sejenak. Dia berpikir jika Rafael sangat membencinya, bahkan tidak peduli lagi padanya saat orang lain bahkan melecehkannya. Tidak terasa air mata Erina jatuh.
"Sayang.. Jangan menangis. Aku akan membuatmu bahagia. Ikutlah denganku. Kita akan bersenang senang." Suara pria itu mengejutkan Erina.
"Kau Gila ya? Aku ini Reporter! Bukan wanita murahan!" Erina menjatuhkan uang dari tangannya.
"Terserah, kamu mau reporter atau apa. Aku menginginkan mu. Ayo ikut!" Pria itu memaksa untuk menarik tangan Erina.
Erina langsung mendorong tubuh Pria itu dengan kuat dan hendak berlari keluar. Tapi pria itu mencekal kaki Erina membuat Erina jatuh dan sebuah tamparan mendarat di pipi Erina.
"Dasar Jalang! Liar juga ternyata kamu ya? Ah.. Tapi aku suka!" Pria itu mengakat wajah Erina yang sudah tersudut di tembok dan hendak menciumnya.
"Tolong…Tolong aku…!" Erina berteriak sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya untuk menghindari mulut pria itu.
BRUG….!
Tubuh pria itu tiba-tiba terpental kebelakang dan meringis menahan pinggangnya yang terasa mau patah akibat bantingan cukup keras yang dilakukan seseorang padanya.
Belum sempat dia berdiri, sebuah kaki mendarat di kepala dan perutnya.
"Pergi! Atau aku akan menghajar mu lebih dari ini!"
Pria itu langsung bangun dan pergi dari sana saat melihat seorang pria menatapnya dengan tatapan bengis dan membuatnya merinding.
"Fic!" Erina baru menyadari jika orang yang sudah menolongnya itu adalah Fic.
Erina memeluk Fic dan menangis tersedu.
"Aku takut Fic."
"Tidak apa apa. Ada aku. Jangan menangis." Fic membelai rambut Erina dengan lembut.
"Mari kita pulang." Fic mengangkat tubuh Erina dan menggendongnya untuk keluar.
Di Ujung sana Rafael yang baru saja berlari seketika berhenti ketika melihat Fic keluar dari toilet sambil menggendong Erina. Fic berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.
Sebenarnya tadi Rafael mendengar Erina berteriak. Awalnya dia tidak ingin peduli. Tetapi dia merasa khawatir dan takut terjadi apa apa pada Erina dan dia memutuskan untuk kembali ke sana untuk memastikan keadaan Erina.
"Fico? Kenapa dia bisa berada disini dan membawa Erina?"