Chereads / Menikah Kilat Dengan Bos / Chapter 12 - Bab 12. Hati-hati.

Chapter 12 - Bab 12. Hati-hati.

Fic melirik keluar, melihat Jefri yang masih menunggu seseorang. Melan terlihat berlari menghampiri Jefri, mengulurkan sesuatu pada Jefri yang langsung menyimpannya di balik jasnya. Jefri segera menyusul Fic ke dalam mobil dan tanpa menunggu perintah Sang Sekretaris itu menjalankan mobil.

Sebenarnya jalan ke kantor mereka dan Stasiun Televisi tempat Erina bekerja tidaklah searah, tapi Jefri sengaja menuju tempat Erina bekerja terlebih dahulu.

Sepanjang perjalanan tidak ada suara dari mereka bertiga selain hanya kesunyian. Erina sesekali melirik wajah datar Fic yang seperti acuh tak acuh itu. Begitu banyak keraguan yang menumpuk di hati Erina. Tentang pengakuan Fic yang menyukai dirinya, Erina bahkan tidak percaya sedikitpun. Sikap Fic yang berubah ubah. Tiba tiba dingin, tiba tiba lembut dan kemudian kembali acuh tak acuh.

Jefri Menghentikan mobil lebih jauh dari depan Stasiun Televisi.

"Turunlah. Kami akan menjemput mu lagi nanti. Jadi jangan naik Taksi." Suara Fic terdengar memberi perintah.

Erina hanya mengangguk, menarik kunci pintu mobil dan membuka pintu.

"Erina." Fic memanggil membuat Erina menoleh sebelum sempat bergerak turun.

"Hati hati." Suara Fic terdengar lembut dengan tatapan yang aneh. Erina mengangguk saja tapi saat ia hendak turun tiba tiba dia kembali membalikan badannya. Tanpa diduga oleh Fic, Erina meraih telapak tangan kanan Fic dan menciumnya dengan pipinya.

Untuk sesaat Fic tertegun, merasakan hangatnya pipi Erina. "Kamu juga hati hati."

Sesaat tangan mereka masih terdiam saling menggenggam, tangan kiri Fic bergerak pelan membelai kepala Erina. Lalu menarik tengkuk Erina. Fic mencium kening Erina tanpa di duga oleh Erina.

"Aku akan menjemputmu nanti. Jika pulang lebih awal, kabari saja." Mereka saling tatap beberapa detik, dan Erina akhirnya keluar dari mobil.

Fic menatap langkah kaki Erina sampai menghilang di balik Gerbang. Setitik kristal bening mengalir dari ujung mata pria itu.

"Seharusnya, Anda tidak boleh menangis lagi." Suara Jefri mengejutkan Fic, Fic cepat mengusap Air Matanya.

"Lakukan hari ini juga. Agar aku tidak lagi meragukan Erina."

"Baik Tuan. Tapi aku hanya ingin berpesan,"

"Aku sudah memikirkan apa yang harus aku lakukan. Jadi apapun kenyataannya, Erina tetap istriku. Aku menikahinya dengan keinginan ku sendiri, walau dengan atau tanpa alasan. Jadi kau tidak perlu khawatir."

Jefri terdengar bernafas lega, sebelumnya dia merasa khawatir jika apa yang ditakutkan selama ini kenyataan. Tapi setelah mendengar perkataan Fic, Jefri sekarang merasa tenang. Setidaknya jika tebakan mereka meleset, Fic sudan punya keputusan yang tepat dan tidak akan menyakiti hati seorang wanita lembut seperti Erina.

Jefri membelokkan mobilnya ke arah lain. Mobil itu sekarang menuju Gedung Galaxy Group.

"Kamu bisa pergi sekarang. Semua pekerjaan, akan aku selesaikan sendiri." Ucap Fic saat sudah berada di depan Gedung Galaxy Group.

Fic turun sendiri dari mobil setelah mengucapkan kata hati hati kepada Jefri. Jefri hanya mengangguk dan kembali menjalankan mobilnya.

Mobil itu berhenti didepan sebuah Villa.

Seorang pelayan Pria berlari menyambut kedatangan Jefri.

"Tuan. Nyonya Eli sudah menunggumu." Pelayan itu mempersilahkan Jefri untuk mengikuti langkahnya.

Mereka memasuki sebuah kamar yang cukup besar. Seorang wanita tua tampak duduk disebuah kursi roda , dengan seorang Suster yang mendorong kursi roda menyambut kedatangan Jefri.

"Nyonya Eli." Jefri segera menyambut tangan wanita tua itu.

"Apa kau datang sendiri Jefri?"

"Tuan Fic sedang ada pertemuan yang tidak bisa diwakilkan."

"Tidak mengapa. Lalu bagaimana kabarnya sekarang?"

"Sepertinya, Tuan Fic sudah mendapatkan gairah hidupnya kembali."

"Syukurlah. Setelah lebih dari Sepuluh tahun lamanya dia mengurung diri, Akhirnya dia bisa kembali menatap dunia." Nyonya Eli menarik nafas lega.

"Lalu sekarang bagaimana? Apa jadi?"

"Saya datang untuk itu Nyonya."

Nyonya Eli mengangguk, menoleh kepada Suster pribadinya yang langsung mengerti. Suster itu bergerak untuk mengambil sebuah jarum suntik.

"Maaf Nyonya." Suster sudah mengarahkan Jarum ke arah lengan Nyonya Eli.

"Lakukan saja."

Suster mengangguk, "Tahan Nyonya. Ini akan sedikit nyeri."

Nyonya Eli meringis saat Suster memasukan jarum suntik ke dalam nadi darahnya dan mengambil beberapa tetes darah Nyonya Eli. Selesai melakukan pengambilan darah, Suster memberikan jarum suntik itu kepada Jefri.

"Nyonya, terima kasih atas kerjasamanya. Saya harus cepat kembali."

Nyonya Eli mengangguk. "Sampai kan kepada Fico. Apapun hasilnya, jangan membuatnya kembali terpuruk. Seharusnya, dia bisa lebih ikhlas daripada aku."

Jefri mengangguk, "Anda tidak perlu khawatir. Tuan Fic sudah menemukan jiwanya kembali."

"Aku juga berharap, kalian bisa mempertemukan aku dengan gadis itu."

"Tentu saja." Jefri kemudian keluar dari kamar itu. Kembali diantar oleh Pelayan pria sampai ke mobilnya.

Erina sudah duduk manis di depan laptopnya. Mengulik tombol keyboard dengan begitu lincah. Dia menyusun File dan beberapa konten. Ini adalah pekerjaan yang tertunda beberapa waktu lalu saat dia harus mengambil cuti yang ternyata hanya sia sia.

"Erin." Melda datang menghampiri dan langsung duduk disampingnya.

Itu tidak lantas membuat Erina berhenti memainkan jari jemarinya.

"Kamu tadi, datang diantar siapa?"

Erina masih fokus tanpa menoleh sampai Melda mengatakan jika tadi melihatnya menuruni mobil mewah, beberapa temannya yang lain juga melihat.

"Apa suamimu orang kaya?"

Kali ini Erina menoleh, "Apa kau melihatnya?"

"Tidak sih? Tapi Mobil itu, aku seperti pernah melihatnya."

Erina langsung gugup, menutup laptopnya dan berdiri.

"Jangan membahas itu." Erina langsung melangkah meninggalkan meja.

"Apa ada yang kamu sembunyikan dariku?" Melda menyusul. Erina hanya menggeleng.

"Tapi kenapa aku mencurigaimu ya?"

"Sudahlah. Siapapun Suamiku, aku beruntung ada yang mau menikahiku."

"Eh iya kau benar. Baiklah. Jangan bersedih." Melda menepuk nepuk halus punggung Erina.

"Tapi, suamimu orang kaya, atau sopir orang kaya?"

Erina melotot.

"Hehe. Baiklah baiklah. Aku hanya penasaran."

Erina terdiam, merasa bahwa dirinya jahat sudah membohongi Melda. Padahal apapun yang terjadi padanya selama ini dia tidak pernah menyembunyikan pada Melda dan Oca.

"Aku boleh mengenalnya?"

Sekali lagi Erina melotot. Lalu melihat Oca masuk. Erina cepat cepat berpamitan untuk keluar sebentar. Padahal dia hanya tidak ingin diberondong pertanyaan oleh mereka.

"Bagaimana?" Oca bertanya pada Melda yang hanya menggeleng.

"Aku tidak berani mengatakan apapun pada Erina."

"Sebaiknya jangan. Nanti kita semua akan kehilangan pekerjaan." Sahut Oca.

"Lalu bagaimana?" Melda meminta pendapat.

"Kita temui saja. Aku juga penasaran, kenapa sekretaris Galaxy Group ingin bertemu dengan kita. Siapa tau dia naksir aku kan? Tidak masalah dia seorang sekretaris. Dia sangat keren, tidak jauh beda dengan Presdirnya. Hihi.."

"Kamu ini. Mimpimu terlalu tinggi!" Melda memukul kepala Oca.

"Aduh! Sakit bodoh!"

Sementara Erina sudah kembali, dia hendak ke ruangan bos, ingin sekedar melihat hasil Editor mengolah pekerjaannya kemarin. Beberapa temannya datang menghampirinya.

"Erina! Ini benar tasmu?" Satu orang bertanya sambil mengangkat tas Erina.

"Menurutmu? Mana mungkin aku membawa tas milik orang lain?"

"Wah! Ini tas harganya sangat mahal. Yang benar saja!"

"Aku tidak tahu harganya. Suamiku yang belikannya."

"Hah! Suami kamu?" Yang lain seperti tidak percaya.

"Berarti Suami kamu bukan orang biasa."

"Artinya benar! Mobil yang mengantar Erina tadi pagi, adalah suaminya!" Satu orang berseru.

"Erina. Kamu beruntung sekali. Lepas dari Agam yang kaya itu, dapat yang lebih kaya!"

Erina tidak ingin mendengar celoteh mereka lagi.

"Minggir lah! Aku masih banyak urusan!" Erina mendorong beberapa teman yang masih mengerumuninya. Meninggalkan mereka yang masih melanjutkan bisik bisik.

"Belum tentu, siapa tau suaminya hanya sopir orang kaya itu." Satu orang kembali berbicara.

"Iya, kamu benar. Dan tas mahalnya itu di dapat dari hadiah Bos Suaminya."

Ada juga yang menyangka jika Erina punya main dengan Bos suaminya,apalagi saat berita tentang Agam yang memutuskan Erina, disertai tersebarnya Foto Erina tidur bersama Pria Tua dengan Uang menumpuk di atas tubuhnya.

"Kalau benar begitu, betapa rendahnya harga diri Erina. Padahal dia adalah Reporter kebanggaan Stasiun kita. Tapi tingkahnya sangat menjijikan."

"Iya. Bagaimana mungkin Bos terus mempertahankan orang seperti dia!" Beberapa orang tidak berhenti mengumpat Erina.