Chereads / Menikah Kilat Dengan Bos / Chapter 9 - Bab 9. Boneka usang

Chapter 9 - Bab 9. Boneka usang

Kamar yang begitu luas. Ini mungkin seukuran kontrakan Erina. Ranjang tidur yang sangat besar dan lemari lemari besar juga terdapat disana.

Semua barang bahkan meja rias begitu juga dengan Sofanya, tidak ada yang murahan. Semua serba barang kelas atas.

Erina melangkah mendekati Ranjang. Duduk disana dengan mata yang memutar. Dia masih seperti bermimpi berada disini. Akan tinggal seatap bahkan satu kamar dengan seorang Pria.

Erin. Dia suamimu! Sudah sewajarnya!

Erina mengusap wajahnya dengan kasar. Merogoh kunci yang dia dapat dari Fic siang tadi.

"Lalu kunci ini untuk apa?" Erina mengamati. Erina berpikir ini adalah kunci duplikat Mansion dan kamar ini. Tapi untuk apa Fic memberikan padanya, jika Mansion dan kamar ini tidak dikunci?

Erina tidak ingin memikirkan. Malah melirik cincin yang melingkar dijarinya. Erina menyentuh dengan tangan kanan.

"Apa kira kira cincin ini pantas untuk seorang Fico Albarez?" Cincin yang dia beli tidak sesuai dengan keadaan suaminya, Erina menyadari itu sekarang. Tadinya dia mengira Pria yang menikahinya itu hanyalah orang biasa. Memikirkan itu, Erina merasa Fic akan tersinggung dengan model cincin yang ia pilih.

Erina melepas cincin itu dan menaruhnya di dalam kotak bersama pasangannya.

Erina melirik jam, bangun berniat untuk mandi.

Seseorang terdengar mengetuk pintu. "Nyonya. Bolehkah saya masuk?" Terdengar suara wanita. Erina berjalan untuk membuka pintu.

"Selamat sore Nyonya Albarez. Nama saya Melan. Saya adalah pelayan pribadi Anda sekarang." Wanita itu memperkenalkan diri.

Erina hanya tersenyum, tidak tahu harus menjawab apa.

"Saya akan melayani Anda. Apakah anda ingin mandi? Saya akan menyiapkannya."

"Tidak usah." Erina cepat memotong.

"Em maksudnya. Aku hanya belum terbiasa dilayani." Erina menggaruk tengkuknya tanda bingung.

"Tapi Nyonya,"

"Aku akan memanggilmu segera jika membutuhkan sesuatu. Percayalah."

"Baiklah Nyonya. Semua perlengkapan anda ada di lemari." Melan menunjuk sebuah lemari kemudian melangkah keluar. Erina hanya menggeleng. Orang kaya mungkin memang begitu, mandi saja harus dilayani.

Dia kembali melanjutkan niatnya untuk mandi. Tetapi setelah mandi, Erina nampak kebingungan, rupanya dia lupa jika tidak membawa handuk. Dia teringat, jika tidak ada seseorang di kamar itu. Akhirnya Erina memilih keluar dengan hanya menutupi tubuh bagian depannya dengan baju kotornya.

Baru saja dia keluar kamar mandi dan melangkah beberapa langkah.

Ceklek!

Pintu terbuka. Fic melangkah masuk. Erina berteriak kaget, sementara Fic terpaku. Tidak menyangka jika dia akan disambut pertama kali oleh istrinya dengan pose seperti itu.

Erina sangat terkejut melihat kedatangan Fic yang tak terduga dan langsung berlari ke kamar mandi. Tapi mungkin karena kakinya basah, dia terpeleset.

"Awas!" Fic berlari dan tepat menangkap tubuh Erina yang hampir menyentuh lantai.

Wajah Erina benar benar memerah. Bayangkan saja, Tubuh polos Erina berada dipelukan Fic. Sementara baju kotornya yang untuk menutupi bagian tubuh depannya tadi jatuh di lantai berserakan. Tanpa menunggu detik berlalu, Erina langsung bangun dari pelukan Fic, tanpa satu kata pun secepat kilat masuk kedalam kamar mandi.

Tubuh Erina gemetaran. Menahan malu yang menusuk sampai ke ubun ubunnya.

Rupanya bukan hanya Erina, Fic pun terlihat gemetaran. Sepanjang usianya, mana pernah dia melihat tubuh polos seorang wanita. Matanya yang hitam semakin pekat saja, itu entah karena apa hanya Fic sendiri yang tahu. Fic membuang nafas kasar, berusaha untuk menstabilkan jantungnya yang berdetak cukup keras kemudian melangkah mengambil handuk.

Dia mengetuk pintu kamar mandi. Tidak ada jawaban dari dalam, hingga Fic berkata pelan. "Aku mengantar apa yang ingin kamu ambil tadi."

Erina mendengar ucapan Fic, dia memang membutuhkan itu. Lalu setelah berpikir beberapa saat, Erina membuka pintu sedikit. Hanya mengulurkan sebelah tangannya saja. Setelah mendapatkan handuk ditangannya dia langsung menutup pintu kembali. Lama Erina berada di kamar mandi. Hingga Fic kembali bersuara.

"Aku menunggumu di meja makan, jadi cepatlah!"

Erina tidak menjawab, kemudian mengintip perlahan. Setelah memastikan Fic tidak ada di ruangan itu, Erina pun keluar. Meskipun Fic sudah tidak ada, tetapi rasa malunya masih mengalir keras. Bukankah mereka sudah menikah? Seharusnya perkara seperti ini tidak harus membuatnya malu. Erina mencoba menghibur diri.

Dia menghampiri lemari yang ditunjuk Melan tadi.

Brak!

Gila! Pekik Erina dalam hati. Semua isi lemari itu adalah pakaian wanita. Begitu lengkap dengan merek ternama. Ada gaun untuk berpesta juga, tas sepatu bahkan baju santai dan baju tidur. Erina memilih baju santai yang sesuai dengan kesehariannya. Karena dia tidak terbiasa mengenakan baju tidur walaupun malam hari atau hendak tidur sekalipun.

Dia tidak merias wajahnya, hanya mengenakan pelembab saja. Padahal diatas meja rias sudah tetata rapi semua kebutuhan wajah wanita. Dan ini adalah merek ternama. Erina bahkan belum pernah sanggup membelinya walaupun pernah sekali waktu bermimpi untuk memilikinya.

Erina menyisir rambutnya yang masih terlihat basah. Lalu suara Melan sudah terdengar memanggil.

"Tunggu sebentar." Erina melangkah membukakan pintu.

"Mari silahkan Nyonya. Tuan Fic sudah menunggu." Erina hanya mengangguk dan mengikuti Melan dari belakang. Matanya berputar meneliti setiap yang ia lewati. Beberapa ruangan lengkap dengan kamar terlihat sangat megah.

Banyak kamar disini. Mengapa Fic sengaja menyuruhnya satu kamar dengannya? Erina lagi lagi tersadar, jika mereka sudah menikah bukan? Artinya Fic sungguh menghormati pernikahan mereka. Erina berpikir demikian, sebenarnya hanya ingin menghibur kegelisahannya saja. Erina juga tidak ingin berburuk sangka.

Mereka sudah sampai di meja makan. Terlihat Fic duduk seorang diri. Dihadapannya, meja sudah penuh dengan berbagai makanan.

"Duduklah." Fic yang melihat Erina sudah datang menyuruh. Melan menarik kursi di hadapan Fic.

"Silahkan Nyonya." Erina duduk dengan begitu canggung. Sama sekali tidak berani menatap wajah Fic. Rupanya Dia masih menyimpan begitu banyak malu dengan kejadian dikamar tadi.

Seorang pelayan menuang makanan ke dalam piring mereka. Fic mulai menyuap, Melirik Erina yang masih terdiam.

"Apa kau tidak menyukai masakan ini? Kalau begitu, biar pelayan menggantinya."

"Eh, tidak usah. Aku suka." Erina langsung menyantap makanan dihadapannya. Dia sebenarnya sangat lapar, tadi masih belum bisa menguasai malu. Akhirnya Erina makan dengan begitu lahap. Dia sempat melirik Fic yang terus menatapnya.

Erina cepat cepat menunduk kembali dan tidak berani mengangkat wajahnya sampai selesai.

Erina mengambil tisu untuk membersihkan mulut. Menatap piring Fic yang hanya berkurang sedikit, tidak seperti piringnya yang kosong.

"Dimana Cincinmu? Kenapa melepasnya?" Fic bertanya saat tidak lagi melihat cincin di jari Erina.

"Em.." Erina menjawab dengan sedikit gugup.

"Maafkan aku. Aku merasa jika kamu tidak akan menyukai Model cincin yang aku pilih."

"Pakai saja. Apapun pilihanmu, aku akan menyukainya."

Erina mengangguk.

"Pergilah ke kamar dulu. Aku masih ada pekerjaan." Erina kembali mengangguk dan segera berlalu dari dapur.

Erina kembali ke kamar. Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Lalu Erina menatap boneka miliknya tadi. Dia lupa meletakkan Bonekanya begitu saja di atas Ranjang. Erina mengambilnya, dengan wajah sedih dia menatap boneka itu lalu menyimpannya di lemari.

"Maafkan aku Panda. Aku takut jika dia melihatmu, kamu akan dibuang karena kamu sudah jelek. Aku tidak mau kehilangan kamu teman! Kamu disini dulu ya?"

Boneka itu terlihat sudah usang dan kotor. Padahal Erina sangat rajin mencucinya. Mungkin karena usianya yang hanya terpaut sepuluh tahunan dengan Erina.

Erina menatap boneka usang itu. Hanya itu kenangan masa kecil yang dia punya, meskipun Erina sendiri tidak tahu dari mana Boneka itu berasal. Tapi menurut Ayahnya, hanya boneka itulah yang ditemukan bersama Erina. Menjadi saksi sekaligus kunci masa lalu Erina seperti apa dan berasal dari mana.