Chereads / Overpower di Dunia Lain / Chapter 7 - Tambang Emas Pertama

Chapter 7 - Tambang Emas Pertama

"apa udah mendingan dinginnya?" Aku mengangguk pelan, melihat matanya sambil pura-pura melihat keadaan sekeliling yang baru saja kami lewati. Ada 6 pejalan kaki dan

beberapa petualang berlalu lalang. Lampu-lampu jalan yang terang menyorot kami dari atas dengan terang seolah penasaran akan perasaan kedua pribadi itu, dan terkadang kedip-kedip.

Beberapa pedagang sedang menawarkan dagangannya dan angin berhembus dengan lembut. Pemandangan yang biasa sebenarnya tetapi karena gerimis membuat suasana terlihat berbeda.

Gerimis menderas, kami segera berlindung ke kedai makanan terdekat dan menyantap hidangan di tempat itu.

"sepertinya masih gerimis, apa mau langsung?" arin bertanya dengan tatapan bersemangat karena ingin segera pulang ke penginapan.

Tanpa banyak bicara, aku membuat payung menggunakan skillku, aku baru terpikir membuat payung sekarang karena tadi masih agak canggung karena sikap arin yang lebih tidak biasa itu.

Aku menarik tangan Arin untuk menerobos hujan dan mencium bau tanah yang terkena hujan, kami pun pulang ke penginapan dengan sedikit terburu-buru karena gerimis makin membesar.

Petir menyambar selintas, disusul gemuruh guntur memenuhi langit. Awan hitam terlihat memenuhi atas kepala sejauh mata memandang.

Bergumpal-gumpal, terlihat begitu suram. Terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Entahlah. Aku selalu suka hujan. Semakin lebat, semakin seru. Aku membayangkan awan-awan gelap itu dan berdiri di antaranya berdua bersama arin, wanita yang belum lama kukenal ini. Wanita cantik yang penuh pengertian ini.

Setiap kali hujan aku selalu memaksa bermain di luar sewaktu masih di bumi. Sesekali Mama mengizinkan dan menawari. Itu permainan kedua yang kukenal, setelah petak umpet yang berakhir membosankan. Aku berlari melintasi rumput yang basah, menggoyang dahan pohon mangga yang menjatuhkan airnya dari daun, menduduki lumpur, melempar sesuatu, menendang sesuatu, dan tertawa gembira. Itu selalu seru.

"bukannya kaya anak kecil lari-lari dibawah hujan begini" arin berlari memegang tangan sebelahku yang tengah memegang payung sambil tertawa.

"lalu aku bisa apa kalo hujan begini? Malah lebih seru karena aku selalu suka hujan rin" aku menjawabnya dan tertawa sambil menyeka wajahku yang terkena air hujan.

"ah baru aja kamu mandi tadi kan" ia senyum dengan wajah cantiknya itu yang putih memerah kedinginan karena basah air hujan.

Tak lama kami berdua sampai di penginapan, aku mengulangi rutinitasku yang tadi yaitu mandi lalu arin menyusul sesudahku. Air dunia lain memang nikmat. Rasanya berbeda dengan bumi. Hujan memang selalu semenyenangkan itu.

Setelah memakai baju kering aku duduk di Kasur yang empuk sambil mencoba mengeringkan rambutku. Tak lama setelahnya arin keluar dari kamar mandi mengenakan handuk. Aku bisa melihat paha nya yang putih dan rambut basahnya yang Panjang terurai. Ia berjalan mendekatiku perlahan seakan menggoda dan aku gugup sendiri karena malu.

"nim baju aku" ia meminta bajunya dan menyodorkan tangannya karena semua barangnya diletakkan semua di penyimpanan dimensiku sebelumnya.

"oh iya tentu" aku tidak berani menatap matanya dan langsung membuka penyimpanan dimensi lalu langsung memberikan barangnya.

"kayaknya matamu ngga bisa fokus ya" dengan senyum menggoda ia mengatakannya seolah sudah tau akan reaksiku ini.

"cepat pakai bajumu, sebelum mataku keluar" aku menjawab sembari memejamkan mata.

Tak lama setelahnya ia berpakaian tidur dengan normal, ia langsung naik ke Kasur dan menarik selimutnya sambil menatapku yang tengah duduk di sampingnya.

"mau sampai kapan kamu duduk disana begitu, ngga mau tidur? Udah tidur sini" ia mempersilahkan sambil menepuk Kasur tempatku disebelahnya.

"karena kemarin kamu udah, apa sekarang boleh aku yang minta dipeluk karena dingin?" aku bertanya sambil berbaring dan bercanda lalu langsung menarik selimut dan berlindung di hangatnya selimut penginapan.

Tanpa sepatah kata pun arin langsung mendekapku dengan erat dari belakangku, membalikkan badanku dan meletakkan kepalaku di dadanya yang cukup besar itu, sangat nikmat dan hangat kurasakan jurangnya itu yang dalam. Hangat kurasakan, seolah dingin ini tidak ada apa-apanya, empuk sekali. Aku pun langsung memejamkan mataku dan memeluknya.

Petir menyambar di tengah malam. Suara guntur mulai terdengar menggelegar sampai masuk ke sela-sela jantungku. Hujan turun semakin deras. Udara terasa lebih dingin dan lembap. Dan aku, melewati malamku dengan seorang wanita serta saling terlelap di pelukan masing-masing ini dengan perasaan bahagia yang tiada duanya. Indahnya malam ini.

Malam yang Panjang terlewati begitu saja. Hari berganti dan kami memutuskan akan pergi bersama. Aku memberitahu arin bahwa kemarin aku sudah membuat surat izin untuk usaha dagangku sendiri dan memberitahunya bahwa tujuan selanjutnya yaitu mencari sumber daya alam berharga di benua ini, aku memberitahunya bahwa aku memiliki skill pencarian untuk mendeteksi logam mulia yang tersembunyi di bawah tanah dan tujuan selanjutnya berada di hutan gelap timur laut. Tambang emas pertamaku. Tunggu aku.

Entah mengapa arin menerima begitu saja, aku tak tahu lagi apa yang ada di pikirannya. Kukira dia akan lebih agresif karena tiba-tiba aku mendirikan usaha dagangku sendiri tanpa memberitahunya. Yang membuatku lebih kaget lagi yaitu karena arin tak mengeluh sedikitpun dengan tujuan utamaku itu. Saat aku bilang ingin menuju hutan gelap timur laut pun begitu, ia menerima begitu saja seolah hal biasa dan sudah seharusnya.

Aku sampai tak tahu lagi mau bilang apa padanya, setiap patah kata yang keluar dari mulutku mengenai tujuan perjalanan ini ia selalu mengiyakan seolah tak peduli apa

yang hendak kami lakukan asalkan bisa bersama. Bila benar begitu justru aku yang malah merasa terbebani karena arin dengan sangat percaya padaku ini, sedangkan aku hanya memikirkan diriku sendiri. Tapi apa benar ini yang ia inginkan sejak awal. Aku jadi lebih bertanya-bertanya dengan tujuannya sebenarnya ikut dalam perjalanan.

"rin, kamu perlu apalagi?" dengan wajah sok polos aku bertanya untuk memastikan apa ada yang ia butuhkan lagi untuk perjalanan.

"mmmm, udah semua kok" ia menjawab sambil mengikat rambutnya.

"ok, aku suka rambutmu yang di iket gitu hehe" aku mencoba mencairkan suasana yang agak canggung itu.

"wleeeee" ia hanya menjulurkan lidahnya sembari masih mengikat rambut panjangnya.

"kayaknya aku bisa liat pipimu memerah" aku masih mencoba menimpali agar percakapan ini terus berlanjut.

"ngga kok, mana adaaaa" ia mengalihkan pandangannya dariku dan memberikan semua barangnya kepadaku untuk disimpan di penyimpanan dimensi.

"udah siap terbang lagi?"

"siap dong, justru ini bagian yang aku suka hehe"

"rambutmu pasti bakal acak-acakan lagi nanti"

"makanya ini aku coba iket biar ngga terlalu acak-acakan. Aku jadi inget pengalaman terbang pertamaku sama kamu. Karena aku gatau apa-apa rambutku sampe acak-acakan pas sampai di tujuan"

"hahaha"

Sebelumnya aku sudah mencoba mencari tahu lokasi tambang emasku lewat peta dan jalur tercepat lewat skill 'melihat segalanya' dan aku berhasil menemukannya. Perkiraan tiba dengan terbang kurang lebih 2 hari dengan kecepatan maksimal.

Mereka pun pergi melanjutkan perjalanan menuju hutan gelap timur laut dengan perasaan yang penuh akan keingintahuan yang besar.