Chereads / Master of LYNK / Chapter 56 - Bab 3, Chapter 56: Gadis Malang

Chapter 56 - Bab 3, Chapter 56: Gadis Malang

"Nenek Jo?" panggil Aruta dengan suara yang sedikit rendah.

Nenek Jo langsung menoleh kebelakang dan terkejut karena ada Aruta dan Zaka yang melihati.

"Ahh! Kalian berdua? K-kenapa kalian berdua masih bangun? Ini sudah larut malam," ujar Nenek Jo dengan suaranya yang terdengar sedikit tidak jelas karena baru saja menangis.

"Nenek Jo... Apa Nenek tidak apa-apa?" tanya Aruta mulai masuk ke dapur.

Nenek Jo menunduk sebentar seperti memikirkan sesuatu sebelum akhirnya kembali mengangkat kepalanya.

"Kalian Penyihir Juntoshi kan? Sepertinya tidak masalah aku menceritakan cerita ini," ujar Nenek Jo mengusap bingkai foto yang dia pegang.

"Kedua orang ini... Orang yang sangat penting bagiku. John dan Marie namanya. Mereka berdua adalah Orang tua Leta. Mereka sering membantuku saat masih hidup layaknya ibu sendiri. Padahal mereka bukan asli desa ini," ujar Nenek Jo. Nenek Jo menghirup dan menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya melanjutkan, "Mereka memiliki keunikan. Seperti Leta dan diriku. Mereka mampu melihat makhluk-makhluk itu."

"Nenek juga bisa melihat 'mereka'?" tanya Zaka.

"Ya, aku bisa melihat 'mereka'," jawab Nenek Jo. "Tapi untuk John dan Marie, mereka memiliki kelebihan. Mereka bisa menggunakan kekuatan dari makhluk-makhluk itu."

"Begitu ya," ujar Aruta.

"Namun suatu hari, ada bencana besar di desa. Desa kebakaran besar, banyak warga menghilang. Kami seperti diserang sesuatu saat itu. Di tengah kobaran api yang menyala-nyala, Aku berusaha menggendong Leta yang masih sangat kecil dan mencari John dan Marie. Aku menemukan mereka namun, Aku tidak percaya pada penglihatanku sendiri waktu itu. Aku melihat John dan Marie dengan wajah mereka dipegang oleh sosok aneh di dalam kobaran api. Sosok itu menarik John dan Marie kedalam kobaran api. Aku sangat syok waktu itu," ujar Nenek Jo dan terdiam setelahnya.

Setelah diam beberapa saat, Aruta mencoba bertanya, "Lalu, Apa yang terjadi?"

Nenek Jo melanjutkan, "Lalu, sosok itu melompat keluar dari kobaran api menggenggam sebuah pecut di tangan kanannya. Aku terlalu takut untuk melihat siapa sosok itu. Aku hanya bisa menggendong Leta dan memeluknya erat mengira aku akan mati saat itu. Sosok itu mulai melecutkan pecutnya. Namun tiba-tiba seseorang muncul menangkis serangan sosok itu. Orang itu merangkulku dan dalam sekejab, tiba-tiba aku sudah ada di luar desa. Namun aku masih bisa melihat dengan jelas bahwa desa ini dilahap oleh kobaran api pada saat itu. Orang itu melepas rangkulannya dan menghadap ke arah desa. Orang itu adalah pria yang gagah. Membawa pedang dan memiliki mata hijau yang indah. Aku sempat bertanya kepada Orang itu, 'Siapa kau?' Orang itu hanya menjawab, 'Penyihir Juntoshi,' sebelum akhirnya tiba-tiba Orang itu berlari dengan kecepatan tak masuk akal kembali ke dalam desa."

"Apa itu... Pak Wise?" gumam Zaka.

"Tapi... John dan Marie... " Air mata mulai keluar dan suara Nenek Jo mulai tersengkal-sengkal.

Aruta dan Zaka langsung merangkul berusaha menenangkan Nenek Jo.

"hiks... hiks... Kalian berdua mengingatkanku kepada Mereka," ujar Nenek Jo. Nenek Jo mulai mengambil nafas panjang dan menghembuskannya sebelum berkata, "Tapi... tidak baik juga berlarut-larut dalam kesedihan. Maaf Nenek tua ini jadi begini."

"Tidak apa-apa, Nek," ujar Aruta.

Setelah beberapa saat Nenek Jo mulai tenang. Dia pun mulai bertanya, "Omong-omong, kenapa Kalian datang ke desa ini?"

Aruta dan Zaka terdiam sejenak sebelum akhirnya Aruta menjawab, "Teman kami menghilang. Kami kemari untuk mencarinya."

"Hilang?" tanya Nenek Jo sedikit terkejut. "Bolehkah Aku tahu bagaimana rupa teman kalian?" tanya Nenek Jo.

"Gadis kecil, setinggi pundakku. Berambut hitam panjang tidak diikat. Dan menggunakan pakaian yang lumayan serba hitam," jawab Zaka.

"Hmm... Apa dia memiliki teknik LYNK yang berhubungan dengan kematian semacam malaikat pencabut nyawa?" tanya Nenek Jo.

Aruta dan Zaka langsung tertegun ketika Nenek Jo mengatakan itu.

"Eh?! Bagaimana Nenek bisa tahu? Nenek juga tahu teknik LYNK?" tanya Aruta.

"Hehe, jangan remehkan Nenek tua ini. Nenek bisa melihat teknik LYNK kalian hanya dari energi LYNK yang ada di tubuh kalian," ujar Nenek Jo menyeringai. Nenek Jo menatap ke arah Zaka dan berkata, "dari energi LYNK tubuhmu, Kau memiliki teknik manipulasi darah bukan?"

"Eh?! I-iya," jawab Zaka.

"Wow! Nenek Jo hebat!!" ujar Aruta. "Coba lihat aku. Aku belum tahu apa teknik LYNK milikku. Tolong lihat dan beritahu aku," ujar Aruta dengan matanya yang berbinar-binar mengharapkan sesuatu yang hebat.

"Baik-baik. Kau bersemangat sekali," ujar Nenek Jo.

Nenek Jo mulai menatap Aruta. Namun dilihat dari mata Nenek Jo, Nenek Jo sepertinya kebingungan dengan apa yang dia lihat.

"Ada apa, Nek?" tanya Aruta.

"Aku... belum pernah melihat energi LYNK seperti ini sebelumnya. Energi LYNK yang ada di dalam dirimu sangat... 'abstrak'. Abstrak sekali. Maaf tapi Nenek tidak tahu Kau memiliki kekuatan apa," ujar Nenek Jo. "Ini aneh. Meskipun Orang biasa sekalipun yang energi LYNK-nya tidak stabil, energi LYNK mereka masih berwujud dengan sempurna," lanjut Nenek Jo.

"Entah itu kabar baik atau buruk tapi, semoga ini bisa menjadi kelebihan untukmu," ujar Zaka kepada Aruta sembari menepuk pundaknya.

"Begitu ya. Ya, terima kasih, Zaka," ujar Aruta. "Kembali ke topik tadi. Apa Nenek pernah melihat gadis yang kami sebutkan tadi?" tanya Aruta.

"Ya, Nenek sempat lihat. Nenek melihat energi LYNK nya dan mengetahui dia memiliki teknik LYNK, membuat Nenek sedikit memperhatikannya," ujar Nenek Jo. "Nenek melihatnya di area pasar berjalan dengan seorang perempuan. Berambut coklat kalau tidak salah dan tidak diikat juga. Karena teman kalian dan Orang yang di sebelahnya membelakangiku jadi aku tidak bisa melihat wajahnya," lanjut Nenek Jo.

Wajah Aruta dan Zaka mulai berubah menjadi lebih serius.

"Apa Nenek tahu kemana Mereka pergi?" tanya Aruta.

"Maaf, Aku tidak tahu," ujar Nenek Jo. "Tapi bagaimana kalau besok kita selidiki saja? Nenek masih ingat tempat Nenek melihat mereka," lanjut Nenek Jo.

Aruta dan Zaka menarik nafas panjang lagi berusaha menenangkan diri. Aruta pun menjawab, "Baiklah kalau begitu."

***

Di sisi lain, Nicolas sudah kembali di markas Penyihir Kuroyami di tengah hutan yang lebat. Nicolas mulai memasuki gedung itu bersama para bawahannya. Pintu besar di depan gedung itu terbuka, dan Nicolas mulai masuk. Matanya menatap kosong ke depan sembari dia berjalan masuk.

"Kalian beristirahatlah," ujar Nicolas kepada bawahannya.

"Baik, terima kasih banyak," jawab bawahannya dan mulai berpencar meninggalkan Nicolas.

Tidak lama kemudian, seseorang menghampirinya.

"Selamat datang kembali, Tuan Nicolas," ujar orang itu.

"Oh, Henry," ujar Nicolas.

"Apa ada yang bisa kubantu untuk anda?" tanya Henry kepada Nicolas.

"Katakan kepada-'nya', aku ingin bertemu," ujar Nicolas dengan suara rendah yang dingin.

"Siap, laksanakan!" ujar Henry sebelum dia pergi.

Nicolas mulai masuk ke dalam gedung dan berjalan ke arah sebuah pintu kupu-kupu. Dia membuka pintu itu dan sebuah tangga yang menuju ke arah bawah tanah pun terlihat.

Nicolas melanjutkan perjalanannya menuruni tangga itu. Tangga itu cukup panjang dan berbelok-belok. Saat sampai di bawah, Nicolas masih harus berjalan lurus di sebuah lorong yang cukup panjang sebelum akhirnya dia sampai di aula bawah tanah yang super besar. Aula itu sangat besar dan setinggi tiga lantai area bawah tanah itu.

Nicolas melanjutkan perjalanannya hingga dia sampai di depan sebuah ruangan dengan pintu kupu-kupu lagi yang berada di depannya. Nicolas mulai mengetuk pintu itu.

"Tok tok tok."

"Siapa?" suara seseorang dari dalam.

"Ini aku," jawab Nicolas.

"Oh, Nicolas. Masuklah," ujar Orang yang ada di dalam ruangan itu.

Nicolas pun membuka kedua pintu dari pintu kupu-kupu itu dan masuk. Setelah masuk, tangannya yang masih memegang pintu mendorong pintu itu kembali menutup. Ketika dia masuk, seseorang yang menggunakan jubah telah menunggunya dengan tenang di mejanya. Dia menggunakan jubah putih dan tidak memakai penutup kepalanya. Rambutnya bewarna coklat dan memiliki poni yang cukup panjang.

"Jadi, kenapa kau ingin menemuiku?" tanya Orang itu dengan suara yang sama dinginnya dengan Nicolas.

"Hanya memberi laporan," jawab Nicolas.

"Begitu ya. Katakanlah," ujar Orang itu.

"Kami gagal dalam misi ini. Dari penyelidikan, memang ada segel Arabes di desa itu. Kami juga sudah tahu tentang pola aktifitas dari gadis yang kau sebutkan di surat yang kau tulis. Namun saat kami mencoba untuk mencari gadis itu, Penyihir Juntoshi datang. Kami sempat bentrok. Aku berusaha menarik perhatian beberapa dari mereka termasuk kapten mereka namun beberapa bawahanku masih terluka. Sepertinya akan ada konflik serius di desa itu. Dari pada aku mengorbankan bawahanku hanya untuk perkelahian yang tidak ada gunanya, aku memutuskan memerintahkan mereka untuk mundur," ujar Nicolas.

"Begitu ya. Tidak apa-apa. Ini juga hanya misi tanpa klien. Tidak ada yang membayar kita di misi ini," ujar orang berjubah yang ada di depan Nicolas. "Segel Arabes, sebuah objek sihir yang luar biasa kuat yang menyegel penyihir super kuat Arabes. Aku tidak bisa membayangkan betapa kuatnya orang yang mampu membuat objek sihir semacam ini. Objek sihir seperti ini terlalu kuat jika hanya terjadi dengan alami," lanjut orang berjubah itu.

"Kau sepertinya masih berapi-api dengan tujuanmu," ujar Nicolas.

"Tentu saja. Mempelajari objek ini, memanfaatkan kekuatan super besar yang ada di dalamnya, lalu menghancurkan Penyihir Juntoshi dan... Membalaskan dendam ayahku kepada si bajingan Kuroto itu," ujar orang berjubah itu sembari memandangi sebuah Segel Arabes yang dipegang dengan ketiga jari tangan kanannya.

"Kau benar-benar gila, Amazaki."

***

Kembali di tempat Nenek Jo. 

"Dari wajah kalian, sepertinya kalian benar-benar serius untuk menyelamatkan teman kalian," ujar Nenek Jo.

"Tentu saja. Kalau sudah niat membantu, kami harus membantu hingga selesai," ujar Aruta.

"Begitu ya. Bagus bagus. Kalian membuat Aku mengingat John dan Marie lagi. Mereka kalau sudah membantu aduh, sudah tidak bisa dihentikan lagi. Leta benar-benar beruntung memiliki orang tua seperti itu," ujar Nenek Jo.

"Tapi... hiks hiks... kenapa takdir begitu jahat kepada mereka?" ujar Nenek Jo mulai mengeluarkan air mata lagi.

Zaka langsung merangkul Nenek Jo lagi dan Aruta mulai memegang tangannya. 

"Kalau boleh jujur... hiks, Leta tidak tahu bahwa kedua orang tuanya sudah tiada," lanjut Nenek Jo. "Aku merasa, kenyataan ini terlalu menyakitkan untuk anak sekecilnya. Jadi aku hanya bisa berbohong bahwa ayah dan ibu-nya sedang berpergian jauh. Anak sekecil Leta seharusnya menikmati masa indah bersama kedua orang tuanya. Bermain, digendong oleh sang ayah dan tersenyum bersama sang ibu. Sungguh anak yang malang. Aku sudah sangat dibantu oleh John dan Marie. Paling tidak, aku bisa melakukan ini untuk berterima kasih kepada mereka."

"Aku yakin mereka sudah berada di surga sekarang," ujar Zaka.

"Ya, Aku sangat yakin dengan itu. Paling tidak, walaupun mereka memiliki takdir yang cukup kejam, aku berharap mereka memiliki kehidupan setelah kematian yang lebih indah," ujar Nenek Jo.

"Ya. Orang sebaik itu memang pantas untuk berada di surga," ujar Aruta.

Tiba-tiba terdengar suara dari pintu dapur.

"Apa? ayah dan ibu... sudah mati?"

Aruta, Zaka, dan Nenek Jo pun seketika mematung setelah mendengar suara Leta dari arah pintu dapur.