"Sangat tebal dan pekat," ujar Leta.
"Huh?" Nenek Jo ikut bingung.
"Apa apa Nek?" tanya Aruta.
"Jejak energi LYNK yang pekat, itu artinya mereka bersama junoi. Seberapa pekat, Leta?" tanya Nenek Jo kepada Leta.
"Sangat amat pekat. Tapi jejaknya rapi dan lurus," jawab Leta.
Nenek Jo semakin terkejut mendengar jawaban Leta.
"Apa artinya?" tanya Zaka.
"Junoi seharusnya memiliki jejak energi LYNK yang cukup tidak beraturan, Karena seluruh tubuh mereka adalah perwujudan dari energi LYNK dan mereka tidak mampu menstabilkan begitu banyaknya energi LYNK di tubuh mereka. Tapi jejaknya... teratur?" ujar Nenek Jo kebingungan.
Aruta dan Zaka mulai memandangi satu sama lain.
Tidak lama kemudian Leta berkata, "Ayo kita ikuti jejak ini."
"Ya, tapi aku merasakan hal yang tidak beres," ujar Zaka.
Zaka berfikir sejenak dan akhirnya berkata, "Nenek Jo, Leta, sepertinya kalian lebih baik tidak ikut dengan kami lebih jau. Lagipula ini urusan kami. Kalian sebenarnya tidak perlu repot-repot terlibat dengan kami."
"Tidak perlu sungkan begitu. Memangnya kenapa kita tidak boleh ikut?" tanya Nenek Jo.
"Kemungkinan apa yang ada di depan kita adalah hal yang sangat berbahaya," ujar Zaka dengan ekspresi wajah yang sangat serius.
"Memangnya bahaya apa?" tanya Aruta.
"Aku akan menceritakan kepadamu nanti. Tapi maaf, aku tidak bisa menjawabnya di depan Nenek Jo dan Leta," jawab Zaka.
"Begitu ya. Tapi jika memang seberbahaya itu, aku setuju dengan Zaka," ujar Aruta.
"Tapi Leta kan mau bantu!!" ujar Leta dengan suara tinggi.
"Tapi ini berbahaya Leta," ujar Aruta berlutut dengan satu kaki di hadapan Leta.
"Tapi Leta mau bantu! Leta mau bantu! Leta mau bantu! Leta mau bantu! Leta mau BANTUU!!!" paksa Leta menerkam wajah Aruta dan menjambaki rambut Aruta.
"Aduh-duh-duh-duh, hentikan Leta! itu sakit," ujar Aruta berusaha melepas Leta yang sudah menempel di kepalanya seperti lem.|
Di tengah-tengah Leta yang masih menjambaki rambut Aruta, Zaka menghampiri Leta.
"Dek Leta," panggil Zaka.
Leta pun berhenti sejenak dan menoleh ke arah Zaka walau tangannya masih memegangi rambut Aruta.
"Apa kau bisa memberi tahu kemana jejak itu pergi?" tanya Zaka.
"Oh? BISA!!" jawab Leta dengan matanya yang berbinar-binar.
"Kak Zaka dan Kak Aruta minta tolong ya," ujar Zaka.
Leta mulai melepas rambut Aruta dan menutup matanya. Menghirup nafas panjang dan langsung membuka matanya lagi dengan lebar. Bola matanya berubah menjadi warna kuning terang bercahaya ketika dirinya membuka matanya.
"Woah," Aruta terkagum.
Setelah beberapa saat akhirnya Leta berkata, "jejak itu sepertinya memasuki kota Vortex, tapi aku tidak tahu kemana jejak itu bersambung. Terlalu jauh dan di Kota Vortex juga ada sangat banyak jejak yang berhamburan."
"Begitu ya, baiklah. Terima kasih banyak ya," ujar Zaka.
"Sama-sama," ujar Leta tersenyum. Namun kebahagiaan Leta tidak bertahan lama. Dia mulai menundukkan kepala sejenak lalu menaikkan kepalanya lagi dan berkata, "Tapi Leta bisa membantu lebih dari ini. Leta masih bisa membantu. Bawa Leta bersama kalian! Leta berjanji tidak akan merepotkan kalian."
"Maaf Leta, kami tidak bisa membawamu," ujar Zaka.
"Tapi-" sebelum Leta mengakhiri kalimatnya, Nenek Jo memegang salah satu pundak Leta.
"Sudahlah Leta. Kak Zaka dan Kak Aruta melarangmu ikut pasti ada alasan tersendiri. Kembalilah bersama Nenek saja," ujar Nenek Jo sembari memegang pundak Leta dengan lembut. Nenek Jo lalu menoleh ke arah Aruta dan Zaka dan berkata, "Nak Zaka, Nak Aruta, kalian hati-hati ya di jalan ya. Hati murni kalian dengan tujuan mulia untuk menyelamatkan teman kalian, nenek yakin sebesar apapun rintangan di depan kalian, kalian pasti bisa melewatinya."
"Ya, terima kasih banyak Nenek Jo," ujar Zaka. "Kalau begitu, kami duluan ya. Terima kasih sudah mengizinkan kami menginap kemarin."
"Tidak usah dipikirkan. Kalau begitu Nenek dan Leta juga akan kembali. Hati-hati ya," ujar Nenek Jo.
Aruta bersama Zaka mulai berjalan meninggalkan Nenek Jo sembari melambaikan tangan. Setelah Aruta dan Zaka menjauh, Nenek Jo bersama Leta juga kembali ke rumah.
***
Di perjalanan menuju kota Vortex, Aruta dan Zaka sempat berbincang-bincang.
"Untung jarak Kota Vortex dan desa tidak terlalu jauh. 30 menit berjalan sepertinya tidak terlalu masalah," ujar Aruta sembari terus berjalan. "Omong-omong, kenapa kau melarang Nenek Jo dan Leta tidak ikut?" tanya Aruta.
"Oh iya, aku hampir lupa memberitahumu," ujar Zaka. "Dahulu beberapa tahun setelah kejadian di Kota Vortex, terjadi tragedi di desa itu. Ceritanya persis seperti yang Nenek Jo ceritakan saat kita menginap kemarin. Namun jika dilihat dari sudut pandang Penyihir Juntoshi saat itu, Kami mendapat laporan bahwa ada aktifitas teknik LYNK bernama 'Starlight Clown' di desa ini. Saat itu Pak Wise yang ditugaskan untuk memeriksa. Namun saat Pak Wise tiba, desa itu sudah menjadi lautan api. Seperti yang Nenek Jo sudah ceritakan juga, Pak Wise menyelamatkannya dari pengguna teknik LYNK itu. Namun saat Pak Wise kembali masuk ke desa, pengguna teknik LYNK itu menghilang tanpa jejak. Tidak hanya itu, banyak sekali warga desa yang hilang juga saat itu. Dan tidak lama kemudian, pemadam kebaran pun tiba," jelas Zaka.
"Begitu ya," ujar Aruta.
"Mendengar dari penjelasan Leta tadi, sepertinya ini berkaitan. Namun juga ada kemungkinan bahwa ini bisa menjadi lebih buruk. Makanya aku melarang Leta ikut tadi," ujar Zaka.
"Baiklah. Tapi mau seberapa bahayapun, Raven masih rekan kita dan memerlukan kita. Kita harus datang kepadanya!" ujar Aruta meningkatkan semangat diri sendiri.
***
Di sisi lain, Nenek Jo sedang bersama Leta kembali ke rumah. Nenek Jo bergandengan tangan dengan Leta selama perjalanan. Di tengah perjalanan, Nenek Jo sempat berbicara dengan Leta.
"Leta," panggil Nenek Jo.
"Iya, Nek?"
"Kau mirip sekali dengan ayah dan ibumu ya. Selalu memaksa kan bantuan. Tapi itu bukan hal buruk. Nenek justru senang sekali kamu bisa meneruskan sifat baik dari kedua orang tuamu. Orang tuamu benar-benar senang memiliki anak sepertimu," ujar Nenek Jo.
Nenek Jo mengeratkan genggaman tangannya di tangan Leta dan berkata, "Leta, aku yakin ayah dan ibumu sangat senang walau mereka tidak bisa menunjukkannya di depanmu sekarang. Namun jika bisa, Nenek tidak bisa membayangkan seberapa lebarnya senyuman ayah dan ibumu. Tapi mau dimanapun ayah dan ibumu, nenek sangat yakin mereka akan selalu berada di sebelahmu, Leta. Selalu mendukungmu walau kau tidak bisa melihat mereka."
Leta terdiam sejenak. Matanya berkaca-kaca namun bukan karena sedih. Leta merasa sangat bersyukur memiliki orang tua sehebat dan seberharga mereka. Leta merasa ada benarnya omongan dari Nenek Jo.
"Ya, mungkin Nenek benar," ujar Leta. "Menjadi orang yang bermanfaat, suka membantu, dan memiliki senyuman yang tidak pernah pudar. Itu yang ayah dan ibu inginkan," gumam Leta. Leta juga tiba-tiba teringat dengan Aruta dan Zaka yang membantunya di hutan.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di depan rumah. Nenek Jo mulai melepas gandengan tangannya dari Leta dan mengeluarkan kunci rumah.
"Leta tunggu sebentar ya," ujar Nenek Jo.
Nenek Jo mulai menuju ke depan pintu rumah dan membuka kunci rumah.
"Baiklah Leta. Bagaimana kalau Nenek Jo membuatkan sesuatu untuk kau camil?" tanya Nenek Jo menoleh ke arah Leta yang sebelumnya ada di belakangnya. Namun saat Nenek Jo menoleh, tiba-tiba Leta hilang entah kemana.
"Loh, Leta?"