Mendengar suara Leta yang sedikit meninggi, Aruta dan Zaka pun langsung menoleh ke belakang. Mata mereka berdua pun sedikit terbelalak. Mereka melihat Junoi-junoi kecil yang sepertinya lemah, sedang bersembunyi di balik pepohonan. Namun bukan itu yang membuat mereka terkejut. Mereka terkejut karena Leta masih bisa melihat mereka.
"Hah? Kau bisa melihat mereka?" tanya Aruta menoleh kembali ke arah Leta.
"Ya, mereka nakal! Mereka sering menggangguku ketika aku sedang berjalan-jalan di sini. Tapi makhluk besar tadi itu lebih parah. Dia sampai mengejarku," ujar Leta.
Zaka pun tertegun dan bergumam, "Itu artinya, energi LYNK Anak ini sudah stabil."
"Leta pulang ke rumah saja ya. Biar tidak diganggu Mereka," ujar Aruta dengan suara lembut dan menepok pundak Leta.
"Ya, Leta juga mulai tidak nyaman lebih lama di sini," ujar Leta. "Tapi Kakak juga harus pergi dari sini. Ah, bagaimana kalau ke rumah Leta? Leta kesepian. Kakak juga boleh menginap! Temani Leta dong," ujar Leta dengan mata yang penuh harapan agar Aruta dan Zaka menerima ajakannya.
"Ah... Tapi apa diizinkan Ayah dan Ibu mu?" tanya Aruta.
"Papa Mama sedang pergi jauh, jadi Leta tinggal sendirian. Makanya Leta mau ada temannya," ujar Leta sedikit menundukkan kepala dan suaranya mengecil. Namun Leta kembali mengangkat kepalanya dan berkata dengan suara yang terdengar lebih bahagia, "Tapi Leta dirawat oleh warga desa. Khususnya Nenek Jo. Dia baik sekali. Bubur kacang hijau-nya juga enak sekali. Kalian harus mencobanya!"
"Hmm, baiklah, bagaimana menurutmu?" tanya Aruta kepada Zaka.
"Boleh. Terima kasih ya Dek Leta," ujar Zaka dengan senyuman hangat.
Kedua mata Leta pun berbinar-binar dan mulutnya tersenyum lebar setelah Aruta dan Zaka menerima ajakannya, "Ya, sama-sama! Leta senang ada dua Kakak super baik yang telah melindungi Leta menjadi teman serumah Leta!"
***
Beberapa saat kemudian, Aruta dan Zaka tiba di rumah Leta. Rumahnya adalah rumah kayu dan memiliki dua lantai. Saat memasuki rumahnya, tetap terlihat seperti rumah kayu biasa. Tidak terlalu mewah namun nyaman dan layak dihuni.
"Di lantai atas ada dua kamar tidur. Kakak-kakak sekalian bisa tidur di sana. Kamar Leta sendiri ada di lantai satu. Anggap seperti rumah sendiri ya," ujar Leta dengan ceria.
Tidak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari pintu rumah yang ada di belakang Aruta dan Zaka.
"Leta, ini nenek," suara seseorang yang terdengar seperti nenek-nenek dari balik pintu.
"Ah, Nenek Jo!" Leta langsung berlari melewati Aruta dan Zaka menuju pintu.
Leta membuka pintu dan seorang nenek-nenek berkaca mata bewarna putih seperti warna rambutnya pun terlihat.
"Wah, siapa dua anak muda tampan ini? Apa kau mendapat teman baru?" tanya Nenek Jo kepada Leta.
Leta pun mengangguk sembari berkata, "Ya! Mereka berdua sangat kuat! Kakak-kakak ini melindungi Leta dari makhluk jahil di hutan."
"Hah? Benarkah?" tanya Nenek Jo dengan wajah yang tampak terkejut. "Oh beruntunglah. Terima kasih banyak Anak muda," ujar Nenek Jo kepada Aruta dan Zaka.
"Hihi, mereka sekarang akan menginap di rumah Leta! Leta jadi punya teman sekarang," ujar Leta.
"Begitu ya. Semoga betah ya ada di rumah ini," ujar Nenek Jo dengan hangat. "Oh ya. Sebagai terima kasih, Aku akan memasakkan makan malam untuk kalian."
"Ehehe tidak usah repot-repot," ujar Aruta sungkan.
"Aku memaksa. Nenek tua ini tidak menerima jawaban 'tidak' sekarang," ujar Nenek Jo.
Aruta dan Zaka pun sempat bertukar pandang satu sama lain sebelum akhirnya berkata, "Baiklah, terima kasih banyak Nek."
"Hehe, sama-sama," jawab Nenek Jo.
Zaka pun menarik tangannya berniat untuk menggaruk pipinya yang gatal. Namun ketika Zaka menarik tangannya dari sakunya, pin Penyihir Juntoshi miliknya tidak sengaja terjatuh.
"Aduh pake jatuh," ujar Zaka.
Aruta pun membungkuk dan mengambilkan pin milik Zaka.
"Ah terima kasih," ujar Zaka.
Namun ketika Aruta dan Zaka kembali melihat Nenek Jo, Mereka melihat ekspresi Nenek Jo yang terlihat sangat terkejut. Leta juga ikut bingung melihat ekspresi Nenek Jo.
"Ada apa Nek?" tanya Leta.
"Apa Nenek tahu pin ini?" tanya Zaka.
"Y-ya, Nenek tahu. Kalian Penyihir Juntoshi ya?" ujar Nenek Jo.
"Hehe iya benar," ujar Aruta. Aruta sendiri masih melihat ekspresi Nenek Jo yang masih terkejut. Pupil matanya mengecil dan sepertinya ada sesuatu yang memenuhi pikiran Nenek Jo.
"Uhh... Nek? Apa ada sesuatu mengganggu?" tanya Aruta.
"Oh?" Nenek Jo keluar dari lamunannya dan kembali ke dunia nyata. "Hehe tidak. Penyihir Juntoshi ya. Wajar saja kalian bisa mengusir makhluk-makhluk jahil itu."
"Oh begitu ya," ujar Aruta.
"Nenek bisa tahu tentang Penyihir Juntoshi dari mana?" tanya Zaka penasaran.
"Panjang ceritanya," jawab Nenek Jo sembari melihat ke arah Leta. "Omong-omong, kenapa Kalian tidak membersihkan diri terlebih dahulu, dan Nenek akan menyiapkan makan malam spesial untuk kalian," ujar Nenek Jo kepada Aruta dan Zaka.
"Leta bagaimana?" tanya Leta.
"Tentunya termasuk Kamu Leta. Mana mungkin Kamu tidak boleh memakan masakan Nenek," ujar Nenek Jo kepada Leta.
"Yeay!! Nenek Jo terbaik!" ujar Leta memeluk Nenek Jo.
Di tengah kebahagian itu, Aruta sempat berbisik kepada Zaka. "Junoi-junoi di hutan tadi bagaimana?" tanya Aruta.
"Tenang, aku sudah mengurus mereka semua," ujar Zaka.
Tadi saat Aruta mengantar Leta, Zaka sempat tinggal sebentar di hutan menghabisi para Junoi itu dengan blood spike miliknya.
"Tanganmu bagaimana?" tanya Aruta.
Zaka pun menunjukkan telapak tangan kirinya yang entah bagaimana sudah sembuh dan tidak meninggalkan bekas luka.
"Aman," jawab Zaka.
"Hebat!" ujar Aruta.
***
Malam harinya, Aruta dan Zaka selesai mandi dan menuju ke dapur. Mereka tetap mengenakan pakaian yang sama karena semua pakaian Mereka tertinggal di mobil Mike. Di dapur, sudah tersaji banyak makanan lezat. Nasi, ikan bakar, ayam panggang, dan lodeh yang tersedia di meja makan. Semuanya begitu menggiurkan.
Aruta, Zaka, dan Leta pun langsung menyerbu semua makanan itu. Mereka makan begitu lahapnya. Seekor kucing bermata hijau yang hinggap di jendela juga sepertinya ikut tergiur dengan makanan-makanan itu. Namun tidak lama kemudian, Nenek Jo mengusirnya.
"Hush hush!"
Namun Nenek Jo tidak mengusir begitu saja. Nenek Jo melempar beberapa potong daging ikan dari jendela. Kucing itu pun langsung melahap potongan ikan itu.
"Aduh jangan masuk rumah sembarangan ya. Terakhir kali kau masuk, kau memecahkan piring di sini," ujar Nenek Jo sebelum menutup jendela.
Nenek Jo pun menuju ke arah kompornya dan sebuah panci panas ada di atas kompor itu mengeluarkan uap panas yang berbau super lezat. Nenek Jo membuka tutup panci itu dan semerbak bau super lezat pun semakin kuat dan menyebar ke ruangan.
"Nenek memasak bubur kacang hijau di sini. Siapa yang mau bubur kacang hijau?" tanya Nenek Jo.
"Aku!!" ujar Aruta, Leta, dan Zaka bersamaan.
Setiap dari mereka pun mendapat satu mangkuk penuh dengan bubur kacang hijau panas. Aruta mulai mengambil sesendok bubur kacang hijau itu. Menyebulnya sebentar lalu memasukkan ke mulutnya. Rasa manis dari bubur kacang hijau itu pun menghiasi setiap sudut mulut Aruta.
"Hmm... manis, hangat, di makan saat malam hari. Sungguh nikmat," ujar Aruta menikmati bubur kacang hijau yang ada di dalam mulutnya.
"Bubur kacang hijau Nenek Jo tidak ada duanya," lanjut Leta.
Namun baru Aruta dan Leta menelan makanannya, tiba-tiba Zaka berkata, "tambah satu mangkuk lagi Nek," sembari menyodorkan mangkuknya yang sudah bersih tidak ada sisa.
"Cepatnya!!" ujar Aruta dan Leta terkejut.
"Tidak apa, tidak apa. Buburnya masih banyak kok. Anak muda memang harus banyak makan ya," ujar Nenek Jo tersenyum.
***
Saat tengah malam, tiba-tiba Aruta terbangun lagi karena ingin buang air kecil. Teringat kejadian di penginapan tempo hari yang lalu, Aruta pun membangunkan paksa Zaka untuk menemaninya. Aruta mengguncangkan badan Zaka dengan keras hingga membuat Zaka terbangun.
"Aduh kenapa sih?" tanya Zaka yang terbangun.
"Ayo temani aku ke kamar mandi!" ujar Aruta berusaha meredam suaranya karena sudah malam hari.
"Hey kamu ini Penyihir Juntoshi udah biasa ketemu Junoi kok masih takut sama yang namanya hantu?" tanya Zaka kepada Aruta.
"Sudahlah cepat temani aku," ujar Aruta. "H-hey cepat, aku... akan mengompol sebentar lagi."
"Hoy!! yasudah iya iya ahh!"
Beberapa saat kemudian, Aruta pun selesai buang air kecil di kamar mandi. Sedangkan Zaka dengan setengah sadar menunggu Aruta di depan kamar mandi.
"Fiuh lega~" ujar Aruta.
"Ugh ayo kembali ke kasur. Oahh," ujar Zaka sembari menguap.
Namun tidak lama mereka berjalan, tiba-tiba mereka mendengar suara tangisan. Tangisan itu begitu lirih namun sangat jelas dan menusuk di kesunyian malam hari. Nyali Aruta pun seketika ciut dan langsung menempel di belakang Zaka.
"H-hi... rumah ini berhantu?" tanya Aruta ketakutan di belakang Zaka.
"Hah... ayo kita cari tahu," ujar Zaka langsung berjalan menuju ke sumber suara itu.
Di sisi lain Aruta sempat tertinggal dan segera menyusul Zaka.
Saat semakin mendekati sumber suara itu, Mereka pun melihat dapur yang masih menyala dan tangisan lirih berasal dari dalam dapur itu.
"Hi... hantunya di dapur?" tanya Aruta kepada Zaka.
Zaka pun berwaspada dan mulai mengintip perlahan ke dalam dapur. Aruta juga ikut mengintip ke arah dapur. Mereka pun terkejut saat melihat Nenek Jo yang ada di dalam dapur. Di tangan Nenek Jo, terdapat sebuah foto. Terdapat seorang laki-laki dan perempuan di foto itu. Aruta dan Zaka pun bingung apa yang terjadi.
"Nenek Jo?"