Delapan tahun berlalu semenjak kejadian itu. Kini Aruta dan Juriko telah menginjak umur enam belas tahun. Kakek Hans sendiri sudah meninggal tahun lalu. Sempat sedih sih, namun Aruta dan Juriko tak terlalu berlarut-larut dalam kesedihan itu. Kini mereka pindah ke sebuah apartemen di sebuah kota bernama Kota Berial. Kota yang cukup besar.
Di belakang kota itu terdapat sebuah gunung bernama Gunung Jevier. Gunung itu terkenal misterius. Ada cerita dimana beberapa pendaki melihat sebuah mansion tua di gunung itu. Namun saat mereka ingin masuk, tiba-tiba ada suara aneh yang muncul di belakang mereka. Mereka pun terkejut dan langsung menoleh ke arah belakang mereka. Namun tak ada siapapun yang ada. Ketika mereka menoleh kembali ke arah mansion, mansion itu menghilang tanpa jejak entah kemana padahal beberapa detik sebelumnya, mansion itu berada tepat di depan mata mereka.
Tetangga Kota Berial sendiri yaitu Kota Batavia. Kota Batavia adalah ibu kota dari Luthuria. Kota itu begitu besar dan banyak sekali gedung-gedung megah yang berdiri. Bahkan menjadi salah satu kota termegah di dunia. Kota itu juga termasuk Kota yang sangat tua. Kota itu sudah berdiri dari ratusan tahun yang lalu.
Kini mereka adalah anak SMA biasa di sebuah SMA bernama SMA Starmind. Aruta hanya ikut dengan klub basket sedangkan Juriko bergabung dengan klub perpustakawan.
Suatu hari, Aruta dan Juriko sedang berdua di apartemen. Aruta sedang memainkan game ps sedangkan Juriko sedang bermain hp.
"Hey Juriko. Sekarang waktumu memasak makan malam," ujar Aruta sembari memainkan game ps nya di ruang tamu.
"Oke oke," ujar Juriko bangkit dan mulai berjalan ke arah dapur.
Juriko mulai mempersiapkan makan malam di dapur. Masakannya cukup sederhana. Hanya sebuah sup wortel biasa. Namun Aruta cukup menyukainya.
Beberapa saat kemudian... ding dong. Bel pintu berbunyi. Aruta bergegas menaruh kontroller-nya dan menuju pintu. Saat Aruta membuka pintu, dia melihat kedua teman SMA-nya sudah berada di balik pintu itu. Vins dan Uika namanya.
"Oh Vins dan Uika ya," sapa Aruta dengan senyuman lebar.
"Yo Aruta! Kami mau mampir sebentar," ujar Vins.
"Baiklah. Ayo masuk," ajak Aruta.
Vins dan Uika memasuki kamar apartemen itu. Uika duduk di depan tv Aruta yang sedang menampilkan sebuah game. Aruta mulai duduk di sebelahnya. Aruta dan Uika pun berbincang-bincang di depan tv itu.
Di sisi lain, Vins melihat Juriko yang sedang memasak di dapur. Vins pun langsung menghampirinya.
"Hai Juriko. Sedang memasak makan malam?" tanya Vins.
"Iya nih lagi bagianku masak makan malam," jawab Juriko mulai memasukkan bahan-bahan ke dalam panci.
"Begitu ya." Vins mulai membuka tas nya dan mengambil beberapa lembar kertas berisi beberapa catatan pelajaran. "Ini catatan yang kau minta," ujar Vins memberikan kertas-kertas itu kepada Juriko.
"Ah terima kasih ya," ujar Juriko menerima kertas-kertas itu.
Vins mulai berjalan ke arah ruang tamu.
"Hei Uika. Katanya kamu mau pulang lebih cepat," ujar Vins kepada Uika.
"Oh iya." Uika baru ingat.
"Yah cepat banget," ujar Aruta.
"Kenapa kalian tidak beristirahat disini dulu saja?" tanya Juriko dari dapur. "Apa kalian buru-buru?"
"Kami kosong sih sebenarnya," ujar Vins.
"Yaudah, kita main di sini dulu yuk," ajak Uika kepada Vins.
"Hmm oke," jawab Vins.
"Baikah! bagaimana kalau kita bermain ps?" tanya Aruta mengangkat kedua stik ps yang ada di kedua tangannya.
"Baiklah!!" ujar Vins dan Uika.
"Tunggu dulu," ujar Vins kembali merabai tas-nya. Dia pun mengeluarkan begitu banyak camilan. "Aku bawa camilan banyak nih!"
"WOAHHH!! Baiklah, ayo kita nikmati malam ini!!!" ujar Aruta bersemangat.
Di sisi lain, Juriko hanya tersenyum sembari melanjutkan memasak. Setelah beberapa saat, akhirnya Juriko sudah sampai pada tahap akhirnya masakannya yaitu menunggu sampai matang. Sembari menunggu, Juriko mulai pergi ke ruang tamu.
Setibanya di ruang tengah, Juriko duduk dan kembali bermain ponsel sedangkan Aruta dan lainnya masih bermain ps. Aruta sadar dengan Juriko yang sedang bermain ponsel.
"Oi Juriko, ayo gabung sini," ajak Aruta.
"Enggak dulu ah," jawab Juriko.
Pikiran jahil Aruta mulai muncul dan memikirkan cara memanas-manasi Juriko.
"Kau tidak mau ikut apa karena kau tak bisa mengalahkanku minggu lalu?" tanya Aruta dengan senyum jahil.
"Tentu tidak! aku hanya tidak serius waktu itu," ujar Juriko dengan suara tinggi.
Melihat Aruta, Vins dan Uika juga mulai berniat untuk membuat panas Juriko.
"Oh ya? kalau begitu buktikan dong," ujar Uika.
"Enggak ah, males," ujar Juriko.
"Hmm~" Vins mendekati Juriko dengant tersenyum. "Sepertinya aku ingat lusa kemarin kau juga tidak bisa menang denganku. Apa kau takut?" tanya Vins dengan senyuman jahil dan ekspresi mengolok.
"Sudah kubilang aku tidak serius waktu itu!" ujar Juriko dengan suara lebih tinggi dari sebelumnya.
"Wajahmu sampai merah saat itu. Apa benar kau tidak serius?" tanya Aruta semakin memprovokasi Juriko.
"Hehmmh (Juriko menggerutu kesal) Baiklah! akan ku lawan kalian masing masing satu ronde. Jangan nangis ya dek kalo kalah!" ujar Juriko.
"Nah gitu dong!" ujar Aruta.
Juriko mulai bermain melawan Aruta dan yang lain. Juriko melawan masing-masing orang satu ronde. Dan pada akhirnya dia tak memenangkan satu ronde pun.
"Oh cuma segini ternyata," ejek Uika.
"Baiklah, aku akan serius," ujar Juriko. Juriko merubah posisinya dari awalnya duduk menjadi jongkok. "aku tak yakin kalian bisa mengalahkanku saat aku mode jongkok gini," ujar Juriko yang masih sedikit kesal.
Juriko kembali bermain dengan teman-temannya namun Juriko masih tak kunjung menang. Seolah menang hanyalah mitos untuknya.
"Sialannn," gumam Juriko kesal.
"Hmm tadi kau bilang mau serius. Cuma segini ternyata seriusmu. Gak jauh beda ternyata dengan mode biasa," ejek Aruta.
"Sialan kau. Ayo satu ronde lagi!" tantang Juriko dengan kekesalannya yang masih membara.
Setelah ronde selesai, Juriko masih belum memenangkan satu ronde pun.
"Lagi!" tantang Juriko lagi.
Juriko masih belum menang.
"LAGII!!" teriak Juriko.
Dan Juriko lagi-lagi kalah.
"LAGIIIII!!!!" kekesalan Juriko semakin berapi-api.
Aku tak perlu menuliskannya seharusnya kalian tahu kelanjutannya lah ya.
Juriko terus mengulang ulang permainan hingga hari sudah sangat gelap. Akhirnya Juriko pun menang melawan Aruta, Vins, dan Uika. Juriko bukan menang karena dirinya semakin hebat, melainkan karena Aruta dan lainnya sudah kelelahan.
"Ahaha aku lebih hebat dari kalian sekarang! AHAHAHA!!" Juriko tertawa puas.
"Iyain aja dah," gumam Vins. Vins dan Uika berdiri dan berpamitan karena hari sudah gelap dan mereka harus pulang. Aruta dan Juriko pun berterima kasih kepada mereka. Ketika Vins dan Uika pulang, Aruta dan Juriko mulai membersihkan bungkus camilan yang berserakan di ruang tengah.
"Oi Juriko, lain kali mainnya pake taruhan ya," ujar Aruta kembali tersenyum usil.
"Sialan kau." Tidak lama kemudian, Aruta mulai mencium bau aneh.
"Hmm? Juriko, apa kau mencium bau gosong?" tanya Aruta.
"Bau gosong ya... tunggu dulu, gosong?!" Juriko terkejut.
Mereka berdua mulai bertatapan satu sama lain.
"Kau tadi sudah selesai memasak kan?" tanya Aruta namun Juriko tak menjawab.
Mereka berdua langsung berlari ke dapur dan melihat kompor yang masih menyala. Terlihat panci yang ada di atas kompor itu menghitam gosong. Juriko langsung melompat dan mematikan kompor itu.
"Hey panci luarnya saja sudah begini. Bagaimana dengan dalamnya?" tanya Aruta.
Juriko mulai membuka tutup panci itu dan terlihat masakan yang Juriko masak sudah tidak terlihat seperti makanan lagi. Aruta mendekat dan melihat hal yang sama.
"Ehh... sepertinya ini lebih mirip arang dari pada makanan," ujar Aruta.
"Ahh gara gara kamu ngajak aku main sih tadi!" ujar Juriko menyalahkan Aruta.
"EHH?! aku?" Aruta bingung karena tiba-tiba dia yang disalahkan.
"Aku akan beli bahan makanan di luar. Kau bersihkan sana pancinya," ujar Juriko.
"Kenapa aku juga ikut kena?" tanya Aruta.
"Sudahlah. Daripada tidak aku masakkan makan malam," ancam Juriko.
"Huh... iya iya," Aruta mengiyakan dengan berat hati.
Juriko bersiap siap pergi sedangkan Aruta sedang membersihkan panci gosong itu.
Juriko pergi ke supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan. Wortel, tomat, dan lain-lain. Beberapa saat kemudian, Juriko selesai berbelanja dan berjalan pulang. Sudah cukup larut saat Juriko pulang.
Juriko berjalan pulang melewati daerah perumahan. Jalan raya perumahan itu sepi sekali. Tidak ada kendaraan lewat, bahkan hanya Juriko yang berjalan di jalan itu. Orang-orang di daerah itu mungkin lebih nyaman di dalam rumah. Beberapa lampu rumah juga masih menyala. Paling tidak cahaya dari lampu itu dapat menemani Juriko.
"Daerah ini sepi sekali ya," gumam Juriko.
Juriko mulai melewati sebuah gedung sepi. Gedung itu begitu gelap dan tak berpenghuni. Benar-benar terbengkalai.
Tidak lama setelah Juriko mulai melewati gedung terbengkalai itu, dia mendengar suara aneh yang berasal di sebuah gang kecil di depannya tepat di samping gedung tua di sebelahnya. Suara itu seperti ada seseorang yang sedang memberantakan barang-barang yang ada di gang itu.
Juriko mulai mendekat, dan suara itu semakin jelas. Juriko mulai mengintip gang itu dan matanya seketika terbelalak.
Dia melihat seorang anak perempuan yang mondar-mandir sembari menyerukan nama yang sepertinya nama anjingnya. Kaki anak itu sekali dua kali mengenai barang-barang yang ada di gang itu karena gang itu memang dipenuhi barang-barang bekas.
Tapi bukan itu yang membuat Juriko terkejut. Dia melihat sebuah makhluk berbadan ulat, berkepala banteng, dan memiliki banyak sekali kaki manusia yang menjadi kaki makhluk itu. Makhluk itu sedang bergelantungan tepat di atas gadis kecil itu.
"A~ku... la~par," ujar makhluk itu dan sepertinya gadis itu tak menyadari makhluk itu.