Ren memandang para gadis dengan tegas dan memerintahkan mereka untuk bicara. Pada akhirnya, mereka satu persatu mengungkap kisahnya.
Ringkasnya, gadis-gadis SMA ini memiliki beberapa alasan. Ada yang membutuhkan uang untuk memenuhi gaya hidup(tentu saja ini memang tipikal anak SMA sekali). Ada yang membutuhkan uang untuk uang saku dan membeli hal-hal tertentu jika diperlukan. Ataupun, tentu saja ada beberapa gadis yang memang bekerja ditempat semacam ini karena terpaksa. Gadis-gadis itu membutuhkan uang karena keadaan ekonomi keluarga mereka, dan tidak ingin menyusahkan keluarganya jika ingin meminta uang lebih.
Ren yang mendengar berbagai cerita dan merangkumnya hanya membalas cerita itu dengan anggukan ringan. Lalu, setelah seluruh cerita gadis-gadis SMA itu berakhir, dia hanya bisa menghela nafas berat. Lalu, dia akhirnya bersuara.
"Aku mengerti keadaan kalian, terutama jika itu menyangkut ekonomi keluarga, tapi aku yakian kalian tahu kalau perbuatan kalian ini melanggar hukum, kan?"
Ren menatap para gadis SMA yang duduk bersimpuh dihadapannya dengan tatapan serius. Sayangnya, mereka tidak bisa menjawab pertanyaan Ren, mungkin karena mereka tahu perkataan Ren benar.
Lalu, Ren berbicara lagi.
"Aku tidak tahu seberapa besar perbedaan budaya jepang modern yang aku pelajari dengan budaya di kehidupan nyata, dan aku juga tidak begitu mengerti karena aku berasal dari negara yang beriorentasi budaya "Timur" serta berasal dari militer, tapi tetap saja aku tahu satu hal, dan itu adalah apa yang kalian lakukan itu tidak bermoral, paham?"
"Aku tidak habis pikir pada kalian. Kenapa kalian mau melakukan hal sehina ini? Kalian diam saja saat dilecehkan oleh bajingan tua bangka itu? ....atau jangan bilang kalau kalian menikmatinya?"
Ren bertanya dengan enggan dan menatap mereka dengan jijik. Dia berusaha berempati, tapi kalau gadis-gadis ini menikmati kejahatan(pelecehan) yang dilakukan pada diri mereka maka Ren tidak bisa berbuat apa-apa.
"T-tidak! Tentu saja itu tidak mungkin!
Seorang gadis diantara mereka akhirnya berteriak. Dia menyangkal tuduhan Ren. Tapi, dia langsung tutup mulut.
"Apa? Kenapa kamu berhenti bicara? Lanjutkan perkatanmu itu"
Disaat Ren memberi perintah tegas, gadis itu tersentak dan langsung membuka mulutnya lagi sambil wajahnya semakin memucat.
"Ma-maaf, saya tidak bermaksud meninggikan suara saya dihadapan Anda..."
Gadis itu semakin menundukkan kepalanya dan hendak menangis, tapi—
"Aku tidak peduli. Lanjutkan saja perkataanmu tadi"
"A-ah, s-saya mengerti"
Lalu gadis itu melanjutkan perkataannya. Dia menyangkal pernyataan Ren soal mereka yang menikmati pelecehan yang dilakukan pada diri mereka. Mereka sendiri merasa jijik dengan hal ini, dan mengutuknya. Dia juga berkata walaupun ada perbedaan budaya antara Indonesia dan Jepang, tetap saja perbuatan semacam ini salah.
Mendengar perkataan ini, Ren memutuskan untuk membalasnya dengan tegas.
"Lalu jika kalian tahu hal ini salah kenapa kalian masih mau diperlakukan seperti itu?"
Tidak ada yang menjawab. Mereka semuanya diam ditempat dan menundukkan kepalanya dengan menyesal.
"Hah, baiklah untuk kali ini saja, aku akan sedikit membantu kalian. Pertama, kalian keluarlah dari tempat ini dan aku akan membantu kalian untuk mencari pekerjaan, tentu saja diterima atau tidaknya itu tergantung pada usaha kalian"
Setelah Ren mengatakan hal tersebut, wajah para gadis menjadi ceria dan memberikan senyuman pada Ren.
"Jadi, kemampuan macam apa yang kalian punya?"
Ren sendiri memiliki sebuah ide, tapi tetap saja dia perlu mengonfirmasi satu hal, dan itu tentu saja itu kemampuan gadis-gadis ini.
Lalu, gadis-gadis itu menjawab satu persatu. Yah, kira-kira apa yang mereka bisa lakukan adalah sejenisis pekerjaan rumahan dan melayani pelanggan.
Mendengar jawaban ini, Ren terkekeh dan bergumam,"bingo!"
Kemampuan gadis-gadis ini kira-kira sesuai harapannya. Dia tidak berekspetasi lebih, tapi hal ini seharusnya cukup.
Lalu, Ren mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang. Hanya dalam beberapa detik, telepon itu diangkat oleh pihak lain.
"Halo, ada apa? Kenapa kamu meneleponku semalam ini, Alpha? Ah—maaf, maksudku Ren"
Suara seorang wanita awal 30 tahunan. Dia adalah Suzuki Lilia, kepala sekolah ditempat Ren bersekolah saat ini.
"Maaf menganggu Anda, kepala sekolah. Saya ingin meminta bantuan Anda"
Lalu, Ren menceritakan apa yang terjadi dengan singkat tapi jelas.
"Hm begitu, aku benar-benar tidak menyangka kalau kamu mempunyai koneksi dengan organisasi seperti Yakuza.."
Lilia lalu menghela nafas dan lanjut bicara.
"Baiklah, aku mengerti ceritamu. Jadi, bantuan macam apa yang kamu perlukan?"
Setelah mendengar konfirmasi ini, Ren bertanya padanya.
"Kalau tidak salah satu teman Anda, Sato-san, membuka restoran di Tokyo, kan?"
"Itu benar, lalu?"
"Bisakah Anda membantu saya dengan membiarkan gadis-gadis ini bekerja di restoran tersebut?"
"Ah, jadi begitu. Aku paham sekarang apa maksudmu, tapi bagaimana dengan keterampilan mereka? Aku ingin membantu tapi jika mereka tidak berguna maka akan sulit bagiku membantunya"
"Tidak masalah, saya sudah bertanya pada mereka semua tentang apa yang mereka bisa lakukan. Lalu mereka menjawab sekitaran pekerjaan rumahan dan melayani pelanggan"
"Begitu, aku pikir itu sesuai, Sato juga sedang membuka beberapa cabang baru di tempat lain walaupun masih di Tokyo karena restorannya selalu ramai, jadi aku yakin dia akan terbantu dengan beberapa pekerja part-time tambahan. Ren, aku akan mengirimkan alamatnya padamu dan berikan alamatnya pada mereka, mereka bisa meminjam namaku untuk konfirmasinya. Tentu saja, diterima atau tidaknya mereka, itu sepenuhnya ada di tangan Sato"
"Tentu, saya mengerti. Terima kasih atas bantuan Anda, kepala sekolah. Maaf telah merepotkan Anda dengan menelepon di jam istirahat seperti ini"
"Tidak masalah"
Lalu, percakapan berakhir dan Ren melihat pesan di aplikasi line yang dikirimkan oleh Lilia, disana tertulis sebuah alamat.
Ren lalu menuliskan alamat itu disebuah kertas dan menggandakannya dengan "sihir" lalu meletakkannya satu per satu di tangan setiap gadis.
"Pergilah ke alamat itu dan katakan kalau kalian direkomendasikan oleh seseorang bernama Lilia, tunjukkan kemampuan kalian pada seorang pria berusia awal 30 tahunan bernama Sato. Tergantung apa yang kalian bisa, mungkin kalian akan diterima untuk bekerja di restorannya karena dia juga butuh cukup banyak pekerja tambahan dan anak SMA seperti kalian yang bekerja secara part-time akan sangat membantu"
Para gadis lalu melihat telapak tangan mereka dan memang benar di kertas itu tertulis sebuah alamat. Mereka tidak kuasa menahan kesedihan mereka dan menangis.
"Te-terima kasih, Alpha-sama! Terima kasih!"
Mereka menangis bersamaan karena mendapat bantuan dari seseorang yang tidak akan pernah mereka harapkan untuk membantu.
"Ya, ya. Tapi, tetap ingat untuk fokus pada sekolah kalian. Belajar dan sekolah adalah hal yang utama. Ingat itu baik-baik, dan jangan mempermalukanku dan kenalanku kalau kalian sudah diterima bekerja di restoran itu dengan melakukan hal-hal yang tak perlu dan tak pantas"
Para gadis yang mendengar ini berkata serempak,"Ya, kami mengerti, kami tidak akan mengecewakan Anda, dan tidak akan kembali ke tempat semacam ini, Alpha-sama!!"
Lalu, mereka segera membungkuk untuk berterima kasih dan pergi dari ruangan itu dengan senyum ceria penuh kebahagian. Hati mereka yang sebelumnya gelisah akhirnya menemukan harapan dan cahaya baru.
Dan, yang terakhir dari orang-orang itu adalah "dia". Seorang gadis berusia 12 tahun menurut perkiraan Ren sedang duduk dipojokkan ruangan sambil menekuk lututnya sejajar dadanya dan menundukkan kepalanya. Umur 12 tahun, artinya anak ini masihlah seorang bocah yang baru saja memulai kehidupan SMPnya. Ren lalu mendekati gadis itu, dia berjongkok dan menyetarakan posisinya dengan gadis itu dan berkata,
"Hanya kamu yang tersisa di ruangan ini. Aku akan mendengarkan ceritamu secara pribadi. Jadi, ayo bicara"
Ren menatap gadis itu dengan tatapan simpati walaupun perasaan itu hanyalah tiruan. Lalu, gadis itu merespon perkataan Ren dengan mendongakkan kepalanya. Saat itu, mata hitamnya bertatapan dengan mata ungu Ren tanpa adanya emosi sedikitpun. Mereka bertatapan sangat dekat sehingga di pupil mereka dapat memantulkan mata lawan bicara dan mereka bisa saling merasakan hembusan nafas masing-masing.