Setelah Ren memberi perintah pengumpulan, tidak perlu waktu lama hanya beberapa menit sampai semua eksekutif berkumpul di ruangan tersebut.
Mereka semua bervariasi dari pria berusia awal 20 tahunan hingga lelaki tua yang tampak seperti akhir 60 an dari wajahnya yang keriput walaupun dia masih tetap gagah.
Mereka semua berkumpul di depan Ren dan duduk bersimpuh di hadapannya dengan wajah menunduk.
"Apa kalian tahu alasan mengapa kalian dikumpulkan disini?"
Ren memulai pertanyaannya dengan menatap para eksekutif dengan jijik sambil menumpu dagunya pada lengannya di sebuah kursi. Dia sebelumnya telah pindah dari sofa karena dia melihat hal-hal menjijikkan di sofa tersebut. Bahkan dia yang tumbuh di medan perang tahu hal itu.
Saat ini dia sedang berpose layaknya seorang raja iblis. Tidak, secara harfiah bagi orang-orang yang melihatnya sekarang, dia memang tampak seperti raja iblis.
"K-kami tidak tahu, Tuan..."
Seorang eksekutif menjawab pertanyaan Ren karena merasa gelisah akibat tidak ada yang mau menjawab.
Mendengar jawaban ini, Ren menatap eksekutif itu dengan tatapan yang penuh niat membunuh dan langsung membuat eksekutif tersebut tersentak dan dia segera menciut ketakutan.
"Dasar orang-orang bodoh"
Ren meludah kasar, dia berusaha menahan amarahnya. Walaupun dia tidak lagi memiliki emosi, dia secara naluriah meniru emosi manusia yang dilihatnya dan menjadikan itu emosinya sendiri. Dia merasa kalau dia tidak meludah, dia akan langsung melenyapkan orang-orang di hadapannya sekarang juga.
Merasa semakin pusing akibat memikirkan banyak hal, Ren mengeluarkan sebuah lencana.
"Lihat ini"
Dia memberi perintah sambil meletakkan lencana itu di meja di sebelahnya.
"I-itu..!?"
Orang-orang itu sadar dan secara naluriah menahan nafas mereka.
Apa yang mereka lihat bukanlah sebuah lencana biasa melainkan sebuah lencana berlapis emas dan perak dengan bentuk naga di tengahnya. Apalagi yang paling mengejutkan adalah adanya lambang angka satu dalam angka romawi di atas naga tersebut.
Mereka langsung paham alasan mengapa pemuda di hadapan mereka mengeluarkan lencana tersebut. Itu adalah lencana yang hanya dimiliki oleh raja naga. Dan angka satu di lencana itu menunjukkan posisinya sebagai yang pertama. Artinya, mereka sedang berhadapan dengan raja naga pertama itu sendiri.
"Mu-mustahil, Alpha....!?"
Mereka semua tercengang dengan wajah pucat pasi. Bukan hanya para eksekutif itu, tapi para penjaga yang tangannya hancur serta para gadis di sekeliling ruangan itu seketika tersentak dan jatuh berlutut setelah mendengar perkataan para eksekutif yang ketakutan.
"Kenapa? Apa kamu tidak percaya? Kamu tidak berpikir akan ada orang bodoh yang berani menduplikasi lencana ini, kan?"
Ren membalas keterkejutan yang diiringi dengan suara ketidak percayaan dengan suara bernada dingin sebanding dengan dinginnya es di kutub, ekspresi yang muncul di wajahnya menunjukkan kegelapan.
"H-hiek!? Ma-maafkan saya! Saya tidak bermaksud meragukan Anda, Alpha-sama!!"
Eksekutif yang menunjukkan ketidakpercayaan itu langsung membiru dan membanting kepalanya berulang kali ke lantai sebagai permitaan maaf.
Ren yang melihat ini memasang ekspresi aneh dan mengambil kembali lencananya.
"Yah sudahlah, cukup basa-basinya. Sekarang dengarkan aku baik-baik"
Suara yang keluar nadanya tajam dan memancarkan kuasa mutlak sehingga sekarang tidak ada lagi yang meragukan kehadiran mutlak seorang pemuda di hadapannya.
"Pertama, jawab pertanyaanku dengan jujur. Apakah Yakuza saat ini mengalami degradasi moral yang parah?"
Ren bertanya dengan acuh tak acuh tapi tetap mempertahankan nada tajam pada suaranya.
"Ka-kami tidak mengerti apa yang Anda maksud, Alpha-sama..."
Para eksekutif itu menjawab dengan ketakutan yang mengelilingi diri mereka. Bahkan untuk menjawab saja, mereka harus memaksakan diri agar lidah mereka tidak tergigit tiba-tiba. Mereka merasa seperti ada sebilah pedang di hadapan tenggorokan mereka yang siap merenggut nyawa mereka kapan saja.
"Jangan berpura-pura bodoh, dasar bajingan hina. Yah sudahlah, aku lanjut ke pertanyaan selanjutnya, apa kalian tahu apa yang sudah kalian perbuat?"
Ren membalas jawaban itu dengan penghinaan dan melanjutkan pertanyaannya.
Akan tetapi, apa yang dia dapatkan adalah jawaban ketidaktahuan diiringi oleh gelengan kepala para babi bodoh itu.
"Hahhh..., kalian benar-benar sengaja membuatku marah ya?"
Ren yang mendapatkan jawaban tidak jelas merasakan amarahnya melonjak dan langsung berdiri sambil mengacungkan pedangnya ke arah para eskekutif. Dia memanggil pedang itu dari kehampaan sebelumnya dengan gerakan secepat kilat.
"Ka-kami benar-benar tidak mengerti apa maksud Anda!!"
Melihat Ren yang marah, para eksekutif segera lari ketakutan. Tapi sayangnya sebelum mereka bisa kabur, mereka akan dan sudah pasti mati.
Ren menghela nafas penuh rasa jijik melihat para babi yang hendak melarikan diri. Lalu, dia menyarungkan kembali pedangnya dan—
"Atas nama raja naga pertama, Alpha, diriku sendiri, sesuai hukum mutlak raja naga berdasarkan perjanjian pasca perang, saat ini, di sini, di tempat ini, aku nyatakan kalian bersalah yang secara sah melanggar hukum dan menetapkan kalian sebagai kriminal lalu atas nama diriku, aku akan menjatuhkan hukuman mati untuk kalian semua, dasar para kriminal sampah"
Setelah mengatakan itu, dia menarik sedikit pedangnya dari sarungnya lalu menutupnya lagi.
Dan—
*Klang
Terdengar suara tulang terpotong lalu—
Kepala para eksekutif terpenggal, melayang dan langsung jatuh ke lantai. Leher yang terpisah dari kepala itu segera mengucurkan darah merah deras seperti air mancur.
Ren hanya menarik sedikit pedangnya dari sarungnya lalu menutupnya lagi tapi dalam interval waktu yang sangat-sangat singkat itu, dia telah menjatuhkan hukuman mati dengan tangannya sendiri.
Para penjaga dan para gadis yang melihat ini semakin menundukkan kepalanya. Bahkan sekarang mereka benar-benar dalam posisi bersujud untuk memohon belas kasihan pada Ren.
Ren yang tidak mempedulikan itu langsung kembali ke kursinya dan duduk menumpu dagunya dengan lengannya seperti semula.
"Hah, dasar binatang sialan..."
Ren menatap mayat-mayat para eksekutif dengan jijik dan mencela. Bagi Ren, mereka itu hanyalah bajingan bodoh yang tidak pantas hidup.
"Aku tidak mempermasalahkan kriminalitas kalian yang menjalankan prostitusi berkedok Lady Companion ataupun kriminalitas lainnya yang kalian lakukan disini karena bagaimanapun juga ini adalah dunia malam yang diselimuti awan gelap..."
"...akan tetapi, tetap saja jangan biarkan anak-anak dibawah umur masuk ke tempat hina semacam ini apalagi kalian sampai membiarkan mereka bekerja disini. Kalian hanya memanfaatkan kesulitan yang dihadapi anak-anak itu untuk memuaskan hasrat diri kalian sendiri, dasar orang-orang rendahan.."
Ren terus mengeluh sendiri dan mereka yang mendengar ini menelan ludah. Mereka tidak bisa membalas apapun karena bagaimanapun juga mereka jelas melanggar hukum negara dan apalagi dihadapannya sekarang adalah raja naga yang merupakan hukum itu sendiri berdasarkan perjanjian pasca perang. Berdasarkan perjanjian pasca perang tersebut, dalam kondisi khusus yang diatur sesuai pandangan raja naga masing-masing, mereka dapat memberlakukan hukumnya sendiri dan menjatuhkan hukuman, lalu perintahnya sendiri adalah mutlak dan hal ini berlaku di seluruh wilayah negara yang kalah dalam perang saudara di Indonesia. Sebuah perjanjian untuk menekan pihak yang kalah dalam perang saudara dan memastikan masa depan bangsa Indonesia tetap cerah.
Dia lalu melenyapkan mayat para eksekutif dengan sihirnya sehingga bekasnya pun tidak ada.
"Hah..."
Ren mendengus kasar. Dia menekan pelipisnya, merasakan sakit kepala hebat datang menerpanya akibat kejadian ini. Lalu, dia menatap para penjaga.
"Hey para penjaga sialan, panggil seluruh petinggi organisasi kalian yang berada di Tokyo sekarang juga. Aku akan menunggu dalam dua jam paling lama, pastikan semuanya datang atau kalau tidak kalian akan mati di tanganku"
Ren memberi perintah pada para penjaga itu dan mereka langsung bergegas pergi sambil menahan rasa sakit di lengan mereka. Lalu, Ren mengalihkan pandangannya ke hadapan gadis-gadis yang masih bersujud padanya dimana beberapa ada yang mengalami sesak nafas karena terus menangis akibat ketakutan. Dia lalu menghilangkan rasa sesak mereka dengan sihirnya. Dia merasakan rasa kasihan pada gadis-gadis ini. Bagaimanapun juga, tidak perlu sampai sesak nafas begitu hanya karena ketakutan.
Lalu, dia menutup pintu ruangan tersebut sehingga kegelapan menerpa seisi ruangan dan memasang penghalang kedap suara.
"Kalian semua kemarilah, duduk bersimpuh di hadapanku"
Mendengar perintah itu para gadis secara naluriah mendekati Ren dan duduk bersimpuh di hadapannya, walaupun ruangan gelap gulita mereka tidak bertabrakan satu sama lain.
"Angkat kepala kalian"
Ren memberi perintah tegas lalu para gadis segera mengangkat kepala mereka di dalam kegelapan.
Terakhir, dia menggunakan sihirnya untuk menciptakan bola cahaya kecil sebagai lampu untuk ruangan tersebut. Dengan adanya bola cahaya itu, wajah para gadis akhirnya terungkap. Wajah mereka memerah dan jelas terlihat bekas tangisan disana-sini. Suara mereka sudah pasti serak dan rambut mereka terlihat acak-acakan dan nampak kusut.
"Sekarang mari kita bicara..."
Ren berbicara sambil menatap gadis-gadis malang tersebut dengan tatapan simpati. Bagaimanapun juga, dia merasa kalau dia harus mendengarkan cerita mereka.