Setelah keluar dari rumah tersebut, Ren dan Kiba berjalan sebentar ke arah halte bus. Mereka hendak menunggu beberapa saat hingga bus datang lalu kembali ke stasiun.
Itulah rencananya. Akan tetapi–
Ren baru saja merasakan sesuatu. Sebuah hawa tak mengenakkan menyerang dirinya.
"Ini...," gumamnya pelan lalu melirik kesana kemari.
Kiba yang merasa aneh dengan sikap Ren memutuskan untuk bertanya.
"Ada apa, Ren-san? Apa ada sesuatu yang menganggumu?" tanyanya tenang.
Ren sedikit mendapat pencerahan dari perkataan Kiba. Jika dia bingung itu artinya Kiba sendiri tidak bisa merasakan hawa aneh ini. Dengan begitu artinya hanya ada satu hal.
"Assasin tingkat tinggi kah? Heh, profesional sejati ya," gumamnya sambil terkekeh lalu dia bangkit dan berkata pada Kiba,"ikuti aku, Kiba-san."
Kiba pun mengikuti Ren dan mereka berjalan ke arah gang sempit yang cukup gelap bahkan jika itu masih siang hari. Apalagi pada kenyataannya gang tersebut adalah jalan buntu.
"Apa maksudnya ini, Ren-san?" tanya Kiba bingung karena mereka berjalan ke gang yang buntu tapi dia tidak mendapatkan jawaban apapun.
Ren telah menghilang.
"A-apa..?" ucapnya tercengang.
Kiba mencari kesana kemari, dia begitu terkejut karena Ren menghilang begitu saja yang bahkan dia sendiri tidak sadari.
Lalu, tiba-tiba–
Saat Kiba berbalik ke belakang untuk mencari Ren, sebuah sosok mengarahkan pisaunya ke arahnya.
"H-hah....?"
Kiba membiru. Dia sangat terkejut dengan serangan tiba-tiba itu sampai dia jatuh terduduk.
Tapi, serangan itu tidak pernah mencapai dirinya.
Dia melihatnya. Ada dua orang yang berusaha menyerangnya, terutama satu orang tadi yang hampir saja menusuk lehernya.
Anehnya mereka berhenti dan melayang di udara. Tentu saja Kiba merasa aneh dengan ini.
Sebuah bug pada Bumi? Itu konyol dan tidak masuk akal sama sekali.
Dia segera menyingkirkan pikiran main-main itu lalu mencoba memfokuskan matanya.
Di sana, dia melihatnya. Kedua orang itu bukan berhenti di udara, lebih tepatnya kalau mereka tersangkut. Itu karena jaring-jaring terbentuk di gang kecil itu, lebih tepatnya jaring baja.
Kiba tahu hal ini, kepastian muncul di pikirannya. Jaring dari benang baja mengarah pada seorang agen yang dikhususkan untuk membunuh seseorang. Tapi, dia tidak mengerti satu hal, kenapa dia diselamatkan?
Kiba terus berpikir dengan cepat selama beberapa saat. Dunia seperti berjalan begitu lambat dalam pikirannya hingga–
"Oh lihat apa ini?"
Suara seseorang bergema di gang kecil yang sempit nan gelap itu. Seorang pemuda muncul. Rambutnya berwarna putih yang seakan-akan memancarkan aura suci dan matanya ungu.
Kiba menyadari siapa orang itu.
"R-ren-san..!"
Dia berniat mendekat dan bertanya kemana Ren tadi tapi–
Dia baru menyadari sesuatu. Di pupil mata Ren terdapat pentagram.
"M-mustahil..penyihir!?" ucap Kiba kaget. Dia secara naluri mundur hingga dia tidak bisa lagi menjauh karena ada tembok.
Dia merasa takut. Tatapan yang dilihatnya itu sangat gelap dan dingin. Bahkan untuk seseorang seperti dia, sangat mustahil untuk menahan tekanan yang datang dari kegilaan di mata itu.
"Ohh! Penyihir ya? Aku baru ingat kalau penyihir adalah sebutan umum untuk pemilik mata bintang," balas Ren lalu dia tertawa.
Sementara itu, Kiba semakin panik. Dia berusaha mencari cara untuk melarikan diri.
Tapi, Ren yang melihat ini, memiringkan kepalanya dengan bingung.
"Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Ren dengan tatapan aneh.
"H-hiek! D-diamlah kamu, dasar Penyihir Bencana!" jawab Kiba panik.
Ren yang mendengar ini tertawa sekali lagi.
"Ahahaha! Penyihir Bencana ya? Yah, itu memang julukan yang diberikan untukku, sih," balas Ren sambil terkekeh. Dia merasa itu lucu dan agak nostalgia.
Dia cukup mengingatnya. Di dunia ini sekarang, tidak ada orang yang tidak yang tahu tentang nama itu. Penyihir Bencana. Sesuai namanya itu adalah gelar yang dimiliki Ren sebagai penyihir terkuat selain gelarnya sebagai Raja Naga Pertama, Alpha. Julukan itu dia dapatkan sejak mengancam akan membakar habis seluruh daratan Inggris saat perang berlangsung. Apalagi, hal itu dia ucapkan tepat dihadapan rakyat Inggris yang berakibat pada kejatuhan moral dan ketakutan massal. Akibatnya adalah kerajaan Inggris menyerah dan berada di bawah kendali penuh Ren di balik bayang-bayang sesuai perjanjian rahasia di antara mereka.
Ren kembali menatap Kiba dan berkata,"Ayolah, apa kamu terlalu takut?".
Lalu dia mengalihkan pandangannya ke arah dua orang yang tergantung.
"Yah, sebelum kita bicara, lebih baik untuk menyingkirkan para sampah ini dulu."
Kiba yang mendengar ini begitu terkejut dan berteriak, "Tunggu! Apa yang ingin kamu lakukan pada mereka!?"
"Hm? Apalagi memangnya? Tentu saja pembunuh bayaran harus disingkirkan, kan?"
Ren hanya menjawab dengan acuh tak acuh lalu dia menarik kedua tangannya bersilangan dan semuanya hancur.
Ya, tubuh kedua orang tersebut hancur bahkan tanpa sisa sedikitpun. Mereka tercabik-cabik oleh jaring dari benang baja. Mereka lenyap begitu saja dari dunia.
"Mo-mo-monster...," ucap Kiba saat melihat pemandangan mengerikan itu. Dia benar-benar tergagap.
Ren pun mendekat ke arahnya tanpa mempedulikan ketakutan Kiba. Dia berdiri tepat di hadapan Kiba dan menatap Kiba yang terduduk lemas dengan mata dingin. Mata ungu dengan pentagram itu tidak memiliki rasa kasihan sedikit pun.
"Katakan padaku, wahai anak yang ditugaskan sebagai "mata" pemerintah Jepang," ucap Ren tenang tapi dingin.
Kiba yang mendengar ini secara refleks mengangkat kepalanya dan menatap Ren dengan ekspresi terkejut.
"S-sejak kapan kamu tahu itu...?" tanyanya lemah.
"Sejak awal. Sejak kamu memperkenalkan diri."
Ren langsung menjawabnya tanpa basa basi.
"B-begitu.." balas Kiba tergagap lalu menunduk sedih.
Tetapi, bertentangan dengan prediksi Kiba, Ren hanya menghela nafas berat.
"Aku tidak menyalahkanmu. Aku sendiri tahu kamu tidak punya maksud buruk dengan mendekatiku atau pun soal ingin berteman denganku. Aku tahu bahwa itu semua tulus. Dan aku juga tidak membenci itu," ucapnya lalu dia melanjutkan,"Akan tetapi, jujur saja aku sangat benci diawasi. Tapi yah mau bagaimana lagi, kan? Aku adalah bencana berjalan, jadi mau tidak mau pasti aku akan diawasi. Yah, itu tidak penting. Satu hal yang ingin aku katakan padamu, beritahu ayahmu, Fuka Suzuki agar dia tidak melampaui batasannya, aku akan tutup mata soal pengawasan ini selama dia tidak menganggu privasiku."
Dengan perkataan yang panjang itu, Kiba hanya bisa mengangguk patuh sebagai balasan. Lalu, Ren berucap sekali lagi.
"Oh dan satu hal lagi, ini yang terakhir. Beritahu ayahmu bahwa dalam dua minggu Alpha akan muncul di negeri ini. Pada waktu itu, Alpha akan menjatuhkan Dewa Kematian dan mengembalikan dunia seperti sedia kala. Aku yakin kamu tahu apa artinya itu kan?"
Kiba yang mendengar ini banya membalas dengan meneguk ludah dengan susah payah lalu mengangguk.
"Bagus"
Setelah mengucapkan itu, Ren berbalik dan bersamaan dengan hembusan angin, dia sepenuhnya menghilang. Dia lenyap dari hadapan Kiba seakan-akan dia tidak pernah ada di tempat itu dan meninggalkan Kiba sendirian.
"H-haha..., Aku hampir mati ditangan bencana berjalan...," ucap Kiba lemah sambil memaksakan dirinya untuk berdiri. Dia menopang dirinya sendiri susah payah. Mau bagaimana lagi, dia harus menyampaikan perkataan Ren ke ayahnya sesegera mungkin dan membantu persiapan untuk mencegah kejatuhan negara.