Chereads / Star Chronicles of Origin / Chapter 34 - Keyakinan

Chapter 34 - Keyakinan

Beberapa hari telah berlalu sejak insiden perkelahian tersebut. Saat ini sudah memasuki akhir pekan dan sudah saatnya Ren bergerak.

Ren menunggu Kiba di stasiun kereta. Tidak butuh waktu lama Kiba pun datang lalu mereka pergi bersama dengan kereta. Beberapa jam kemudian mereka telah sampai di tempat tujuan yaitu Kota Osaka. Lalu, merekapun naik bus untuk ke pinggiran kota tempat keluarga detektif itu berada.

Kurang lebih sepuluh menit dari stasiun, mereka pun sampai di lingkungan tempat tinggal detektif itu.

Ren pun mengikuti Kiba karena Kiba lah yang tahu tempatnya.

"Di sana, Ren-san. Rumah bermodel lama itu,"

Kiba menunjuk ke arah sebuah rumah tradisional yang cukup besar.

"Itu kah? Aku mengerti,"

Ren pun mengangguk mengikuti arahannya. Mereka pun sampai di rumah tersebut dan Kiba mengetuk pintu sebanyak tiga kali.

"Permisi, ini Kiba Suzuki!"

Pintu kayu itu pun dibuka dan tampak seorang gadis yang membukanya. Dia tidak terlalu tinggi dan memiliki kulit yang benar-benar bening serta pupil mata hitam legam.

"Oh, kamu sudah datang, Kiba," ucapnya datar lalu dia melirik ke samping Kiba, ke arah Ren lebih tepatnya.

"Lalu, ini siapa?" tanyanya. Ekspresinya benar-benar datar.

"Ah, ini Ren Kaito-san, dia lah orang yang meminta pertemuan ini," jawab Kiba santai seakan-akan sudah terbiasa dengan sikap datar gadis itu.

"Begitu..."

Lalu dia melirik ke sekitar beberapa kali lalu, berucap,"ayo cepat masuk" dan setelah Ren juga Kiba masuk, pintu itu pun segera di tutup.

"Mari ikuti aku"

Dia pun berjalan menuntun Ren dan Kiba. Gadis itu akhirnya membawa mereka ke ruang tamu yang benar-benar bergaya tradisional alias Jepang lama.

"Tolong tunggu sebentar"

Lalu, gadis itu pergi ke ruangan lain yang sepertinya terlihat semacam dapur.

"Mama, Kiba dan temannya sudah datang," ucapnya yang lagi-lagi tetap datar.

"Oh iya, suruh mereka duduk dulu. Mama sedang siap-siap," jawab seseorang dari dapur.

Lalu, gadis itu pun kembali dan duduk di sofa. Dia menatap Ren dan Kiba dengan aneh.

"Apa yang kalian lakukan? Langsung duduk saja," ucapnya memerintah untuk duduk.

"Ah iya, permisi," jawab Ren sopan diikuti Kiba yang menjawab dengan cara yang mirip lalu mereka pun duduk.

Beberapa menit kemudian, seorang wanita muncul dari arah dapur. Dia membawa nampan berisi teko teh dan beberapa gelas serta biskuit.

"Silahkan dinikmati," ucapnya sambil meletakkan nampan tersebut. Dia menawarkan teh dan biskuit kepada tamunya.

Ren dan Kiba pun saling tukar pandang dan mengangguk, mereka memutuskan mengambil tawarannya sambil mengucapkan terima kasih karena tidak sopan jika menolaknya.

Lalu, beberapa menit itu suasana benar-benar canggung hingga–

"Lama tidak bertemu ya, Kiba-kun," ucap wanita tersebut membuka percakapan.

Lalu, Kiba mengangguk-angguk sambil tersenyum.

"Lalu, siapa ini di sampingmu?" tanyanya. Dia merujuk pada Ren.

Ren pun lalu memperkenalkan diri.

"Nama saya Ren Kaito, Nyonya. Saya berasal dari Indonesia dan kebetulan merupakan siswa baru di SMA Seirei," jawab Ren sopan dan tersenyum.

"Begitu ya, dari Indonesia ternyata," balas wanita tersebut lalu dia memperkenalkan diri, "Nama saya Adagaka Yuri dan di sebelah saya ini adalah putri saya, Adagaka Maki. Dia anak satu-satunya saya dengan sang detektif"

Ren hanya menganggukkan kepalanya untuk merespon perkenalan diri itu.

Lalu–

"Ngomong-ngomong, Ren Kaito-kun, kamu bilang kalau kamu dari Indonesia bukan? Apa mungkin kamu dari militer?" tanyanya.

Putrinya pun merespon–

"Ibuku benar, tolong dijawab! Bagaimanapun ini berbahaya, keluarga kami tidak akan mengambil tanggung jawab apa pun jika terjadi sesuatu pada kalian karena meminta informasi semacam ini," ucapnya.

Walaupun terlihat datar dan kasar, Ren dapat melihat kalau nada suaranya penuh kekhawatiran. Dia bisa menebak sedikit mengenai itu. Bagaimana pun juga, Kiba pernah berkata bahwa ada beberapa orang di masa lalu yang berniat menyelidiki kasus ini, tetapi malah menemui kematian mereka sendiri.

"Jika kalian tidak yakin dengan keselamatan hidup kalian sendiri, tolong lupakan kasus ini dan anggap saja kalian tidak pernah berbicara mengenai hal ini. Aku yakin "Dewa Kematian" milik Nanase Hanamitsuji akan membiarkan kalian hidup lebih lama," ucap gadis tersebut melanjutkan ucapan sebelumnya. Itu benar-benar peringatan yang keras.

Mendengar peringatan ini, terutama keberadaan "Dewa Kematian" yang disangkut pautkan pada sepupunya membuat Ren tidak senang.

"Nona Maki, apa Anda benar-benar percaya kalau "Dewa Kematian" itu ada?" tanya Ren dengan nada dingin.

"Apa maksudmu?" jawab Maki sambil mengeriyitkan alis tak senang.

"Saya bertanya, apa Anda benar-benar percaya terkait hal itu?" tanyanya lagi.

"Apa maksud pertanyaanmu itu!? Tentu saja aku percaya! Kalau tidak bagaimana kamu bisa menjelaskan kematian ayahku!?" jawabnya sambil menggebrak meja. Dia benar-benar marah bahkan air mata telah menetes dari mata indahnya.

"Maki.., tolong tenang, kamu tidak boleh marah begitu," ucap mamanya sambil memeluk Maki untuk menenangkan diri putrinya itu.

Kiba yang mendengar ini hanya bisa menghela nafas berat.

"Ren-san, tolong jangan terlalu keras padanya," ucap Kiba untuk menegur Ren.

"Maaf, aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya tidak senang kalau orang-orang mengaitkan peristiwa tragis ini dengan Nanase Hanamitsuji," balas Ren. Dia merasa agak sedikit bersalah. Lalu, dia melanjutkan perkataannya.

"Memang begitu kan kenyataannya!? Kalau tidak kenapa ayahku bisa mati karena gadis itu!? Kenapa!? Jawab aku!!" jawab Maki emosional. Ibunya masih terus menenangkannya.

Melihat kondisi yang semakin rumit, Kiba memutuskan mengambil alih dan berbicara langsung ke intinya.

"Begini, biar saya langsung ke intinya. Tujuan kami ke sini ingin melihat foto-foto jasad detektif, apa boleh?" tanyanya lalu Maki mengangguk.

"Aku tidak akan bertanggung jawab, lho," ucapnya sambil masih sedikit terisak, mungkin dia mengingat masa lalunya yang pahit lalu meminjamkan ponselnya ke Kiba. Di sana terbuka galeri, tepatnya sebuah album foto dan berisi foto-foto ayahnya.

"Silahkan, Ren-san"

Kiba lalu menyerahkan ponsel tersebut pada Ren dan Ren melihatnya satu persatu dengan saksama. Hanya perlu beberapa menit setelah dia melihat berkali-kali beberapa foto yang ada di album foto tersebut dia dapat menarik sebuah kepastian.

"Para bajingan itu, jadi mereka benar-benar dalangnya!?" gumamnya kesal. Dia menggertakkan giginya seakan-akan giginya saling beradu dan dia menghela nafas berat.

Lalu, dia menyerahkan ponsel itu lagi.

"Bagaimana, Ren-san? Apa kamu mendapat sesuatu setelah melihat foto-fotonya?" tanya Kiba.

"Sudah cukup. Ayo pergi, Kiba-san. Aku sudah yakin akan satu hal," ucapnya lalu berdiri dan perlahan pergi diikuti Kiba yang kebingungan.

Sebelum meninggalkan pintu, dia melirik sebentar ke belakang.

"Terima kasih atas jamuan ramahnya beserta informasinya. Berkat kalian, aku yakin akan satu hal hari ini dan akhirnya aku bisa melenyapkan para sampah itu tanpa rasa tidak enak ditenggorokanku," ucapnya lalu dia melanjutkan "Dan ngomong-ngomong untuk menjawab pertanyaan tadi, aku memang berasal dari militer. Jadi kalian tidak perlu mengkhawatirkan aku sedikitpun"

Setelah itu, Ren dan Kiba benar-benar pergi dari rumah tersebut meninggalkan gadis itu dan ibunya yang kebingungan terkait pernyataan Ren. Tetapi, satu hal yang pasti, di mata gadis tersebut, dia melihat harapan di diri Ren.