Setelah keluar dari kamar ayahnya, Ren kembali ke ruang keluarga dan duduk di sofa. Dia merentangkan kakinya dengan sikap yang santai sambil menonton TV. Dia mengambil satu per satu cemilan yang ada di dalam toples di meja ruang tersebut hingga—
Sae memanggilnya dari kejauhan.
"Ren, sudah saatnya makan malam. Ikuti aku"
Ren yang mendengar ini langsung melirik ke arah jam. Benar saja sudah jam tujuh malam. Sepertinya cerita tentang kisah kedua orang tuanya dahulu memang memakan banyak waktu.
"Aku mengerti," jawab Ren lalu segera mengikuti Sae menuju ruang makan.
Di ruang makan. Makanan-makanan kelas atas dihidangkan, mulai dari hidangan seafood, hidangan khas barat serta beberapa hidangan khas Jepang.
"Gila..., keluarga kaya memang beda ya...," ucap Ren dengan ekspresi terkejut melihat banyaknya hidangan yang tersedia serta betapa mewahnya itu.
"Jangan berkata begitu.., kamu sering memakan ini bukan?" tanya Sae.
"Tidak. Tentu saja tidak. Menurutmu bagaimana mungkin seorang prajurit memakan makanan mewah semacam ini disaat negara mereka sedang berperang?" jawab Ren, dia merasa aneh dengan pertanyaan Sae.
"Huh? Bahkan dengan sejumlah besar uang yang aku berikan? Bukankah itu seharusnya cukup untukmu makan mewah setiap hari?" tanya Sae kebingungan.
"Memang benar, tapi aku tak sebodoh itu. Aku tak sudi makan mewah disaat rekan-rekanku hanya makan seadanya, lagipula dengan kondisi negara sedang berperang ekonomi menjadi tak stabil, sulit untuk mengimpor bahan-bahan makanan kelas atas. Dan juga aku lebih memilih menyumbangkan sebagian besar uang yang diberikan untuk "mereka yang membutuhkan"," jawab Ren.
"Heh, benar juga kamu memang orangnya seperti itu, sama seperti mendiang ayahmu," balas Sae lalu tersenyum.
Lalu Mizumi memasuki pembicaraan.
"Ayo, ayo, sudahi pembicaraan kalian. Mari kita mulai makannya," ucapnya memotong obrolan Sae dan Ren.
Sae dan Ren hanya membalas dengan anggukan lalu—
""""Selamat makan""""
Mereka yang berada diruangan tersebut segera memulai makan malamnya. Bukan hanya anggota keluarga utama tapi juga para pelayan serta para penjaga yang sedang tak bertugas sementara mereka yang sedang bertugas akan dibawakan makan malam nanti.
Ren mengambil beberapa hidangan dan meletakkannya di piring berisi nasi. Lalu, disaat dia hendak memakannya tiba-tiba—
"Aku pulang!!"
Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari arah luar ruang makan. Di sana seorang gadis berdiri dengan tatapan aneh dan menusuk. Ya, tatapan itu tertuju ke Ren.
"Ren Kaito-san..? Kenapa kamu ada di sini?" tanyanya dengan tatapan aneh.
"Oh sial..." ucap Ren sambil memalingkan wajahnya. Sebuah daging yang hendak dia makan tadi terjatuh kembali ke piringnya.
Lalu—
"Nanami! Dari mana saja kamu!? Sudah jam berapa ini!" ucap Suzumi sambil mendekati gadis tersebut. Terlihat bahwa dia marah.
"Eh!? Maaf nenek! Hari ini aku ada kegiatan klub jadi tidak bisa langsung pulang," jawab gadis tersebut sambil berusaha mengelak dari amarah Suzumi.
"Kegiatan klub apa yang sampai jam tujuh malam!? Kamu itu pelayan, kamu harus ada di rumah untuk melayani keluarga Hanamitsuji!" ucap Suzumi, dia semakin marah.
Ren yang melihat pertengkaran ini hanya bisa menghela nafas kecil lalu bertepuk tangan.
"Sudah, sudah, cukup sampai disitu amarahnya. Tolong jangan dilanjutkan, amarah itu nanti merusak cita rasa makanan yang ada," ucap Ren. Dia menghentikan amarah Suzumi sebelum meledak lebih jauh dan membuatnya pusing.
"Dimengerti, Ren-sama. Nanami, kamu selamat kali ini karena Ren-sama, jangan kamu ulangi lagi!" ucap Suzumi dengan tegas lalu dia kembali duduk.
Gadis tersebut yang baru saja lepas dari amarah Suzumi menghela nafas lega dan mengusap dahinya yang penuh keringat akibat gemetar ketakutan.
"Ayo duduk," ucap Ren pada gadis tersebut. Jika dia belum duduk, makan malamnya tidak bisa dilanjutkan.
Gadis tersebut pun duduk.
Tapi—
Dia masih tetap menatap Ren dengan aneh. Ren yang muak dengan tatapan ini memilih bertanya.
"Ada apa? Kenapa menatapku dengan tatapan aneh seperti itu?" tanya Ren.
"Um, kamu Ren Kaito-san kan? Siswa baru di sekolahku?" tanya gadis tersebut.
Suzumi yang mendengar gadis tersebut memanggil Ren dengan honorifik -san marah.
"Nanami! Panggil dia dengan Ren-sama! Kamu harus bersikap sopan dan hormat padanya!" ucapnya.
"Sudah,sudah," balas Ren menenangkan Suzumi.
Gadis itu semakin merasa aneh dengan amarah neneknya. Kenapa neneknya marah dengan pertanyaan macam itu?
"Tadi kamu bertanya tentangku kan? Ya benar namaku Ren Kaito. Aku siswa baru, lalu kenapa?" tanya Ren.
"Um, kenapa kamu ada disini? Apakah nona Nanase mengundangmu kesini? Tapi setahuku nona Nanase sedang pergi dengan tuan Suzu, jadi kenapa..?" balas gadis itu.
"Hm, menurutmu kira-kira kenapa?" jawab Ren dengan nada sedikit menggoda.
"Eh..? Entahlah...? Aku tidak tahu, kurasa..??" balasnya ragu-ragu.
Sae yang melihat ini hanya bisa menghela nafas atas kelakuan Ren.
"Sudah cukup, Ren. Tolong jangan memainkan perasaan seorang gadis seperti itu," ucapnya.
"Hey, jangan berkata seolah-olah aku ini buaya darat yang suka memainkan hati gadis-gadis. Aku ini berhati murni!" balas Ren tak senang.
"Kalau begitu perkenalkan dirimu dengan benar," ucap Sae memerintah.
"Ya,ya.." balas Ren dengan agak malas.
Lalu, dia bangkit dari kursinya dan memperkenalkan dirinya.
"Perkenalkan namaku Ren Kaito. Ya benar Ren Kaito tapi itu tanpa nama keluarga. Nama lengkapku aslinya adalah Ren Kaito Hanamitsuji, salam kenal kurasa? Tadi kamu memanggil Suzumi-san dengan "nenek" kan? Jadi, kamu mungkin mempunyai hubungan keluarga dengannya dan berkerja disini."
Gadis itu begitu terkejut dengan perkenalan diri Ren.
"Eh..? Hanamitsuji..? Mustahil, bagaimana mungkin..?" ucap gadis tersebut tak percaya.
"Ceritanya panjang, dia memang seorang Hanamitsuji, nanti akan aku ceritakan setelah makan malam berakhir," ucap Sae lalu dia melanjutkan perkatannya,"perkenalkan dirimu, Nanami."
Gadis tersebut yang baru pulih dari rasa terkejut segera beraksi.
"Ah maafkan atas ketidaksopanan saya, Ren-sama! Nama saya Nanami Asuka!" ucapnya sambil membungkukkan badannya penuh hormat, dia merasa tidak sopan memanggil anggota keluarga utama seperti itu.
"Ah ya, tak masalah, tidak perlu bersikap formal padaku. Aku ini bukan orang yang kaku, lagipula posisiku di keluarga ini cukup rumit, jadi santai saja dan bersikaplah seperti biasa," ucap Ren tenang dan santai.
"Ngomong-ngomong kamu Asuka ya? Apa kamu cucu Suzumi-san dan Yuji-san?" tanya Ren penasaran.
Gadis itu hendak menjawab tapi Yuji mendahuluinya.
"Benar, Ren-sama. Nanami adalah cucu kami. Putra kami, Makoto Asuka dan istrinya Miyuki Asuka meninggal dalam sebuah kecelakaan dua belas tahun yang lalu. Nanami yang saat itu masih berusia tiga tahun menjadi yatim piatu dan hidup sendirian. Oleh karena itu, kami membawa Nanami ke rumah ini dan mendidiknya menjadi pelayan. Sejak saat itu dan sampai saat ini dia menjadi pelayan pribadi nona Nanase," ucap Yuji, dia menjelaskan terkait keberadaan Nanami dirumah ini.
"Begitu ya, aku turut berduka atas kematian mereka. Yah, intinya aku paham dan aku tak peduli dengan formalitas. Jadi, santai saja padaku, Nanami," ucap Ren.
Lalu—
"Oh, aku juga nanti akan memberitahumu tujuanku datang ke sini," ucap Ren sambil memulai makan malamnya.
"Eh.., soal apa..?" tanya Nanami.
"Kasus yang menimpa Nanase," jawab Ren singkat.
Nanami yang mendengar ini langsung bereaksi dan hendak bertanya tapi Ren langsung menghentikannya.
"Cukup sampai disitu. Aku tahu kamu mau bertanya banyak hal, tapi tolong selesaikan makan malam ini dahulu. Aku akan menjelaskannya nanti," ucap Ren dengan nada memerintah.
Nanami yang tidak memiliki ruang untuk berdebat hanya bisa menurut dan memulai makan malamnya sambil tetap memakai seragam sekolahnya karena dia belum sempat menggantinya.