Keesokan harinya, Ren yang terbangun pagi-pagi mengeluh karena mengingat hari itu lagi.
"Hah, sialan, kenapa juga aku harus mengingat itu?!" eluhnya.
Lalu dia yang terbangun lebih pagi sebelum jadwalnya memilih untuk memperbanyak latihannya.
Beberapa jam kemudian di kelas. Saat itu sedang terjadi pergantian guru mata pelajaran dam Ren menghampiri Kiba.
"Nee, Kiba-san, saat istirahat nanti bisa bicara sebentar?" tanya Ren.
"Oh, Ren-san? Tentu, tentu, silahkan tanya saja!" jawabnya ceria.
Yah, dia memang orang yang ceria dan terkenal di kelas tersebut. Setelah mengatakan urusannya, Ren menyingkir dari tempat tersebut. Kenapa? Tentu saja karena banyak gadis-gadis yang ingin mengobrol dengan Kiba. Jadi, dia dengan berbaik hati menyingkir dan dia juga memang tidak mau terlibat dengan banyak orang.
Jam istirahat di kantin.
Ren dan Kiba duduk di pinggiran sambil memakan makanan yang mereka beli.
"Jadi, pembicaraan macam apa yang ingin kamu bicarakan, Ren-san?" tanya Kiba.
"Tunggu sebentar," balas Ren.
Kiba yang tidak mengerti ini hanya diam saja. Sementara itu, Ren menatap ke sekeliling, dimana waktu sudah sibuk dan orang-orang telah jatuh penuh dalam obrolan mereka masing-masing lalu Ren melanjutkan perkataannya.
"Ini tentang rumor itu," ucap Ren.
"Oh, rumor yang itu? Aku mengerti, jadi mau tanya apa?" tanya Kiba.
"Soal para korban, apa kamu tahu sesuatu seperti bagaimana keadaan "mengenaskan" para korban itu?" ucap Ren sambil mendekat berbisik.
Sementara itu Kiba hanya mengangguk-angguk mengerti.
"Begitu, aku tahu beberapa. Tunggu sebentar aku cari dulu," balas Kiba.
Lalu dia mengotak atik ponselnya sebentar dan setelah itu menunjukkannya pada Ren.
"Ini semua apa yang aku tahu, ini foto-foto korban yang dulu ada di berita dan ada beberapa yang sempat tersebar ke media sosial, aku masih menyimpannya karena aku pikir itu akan berguna nantinya," ucapnya.
Lalu Ren mengambil alih ponsel itu dan melihat isinya.
"Ini...," gumamnya.
Dia melihat-lihat seluruh foto tersebut, bukan hanya sekali tapi berkali-kali.
"Mungkinkah...," gumamnya sekali lagi.
Lalu dia menatap Kiba dan berucap, "bisakah kamu mengirimkan aku foto-foto itu, Kiba-san?" tanyanya.
"Tentu saja. Kamu punya line kan? Aku akan kirim lewat line, kemarikan ponselmu," jawab Kiba.
Lalu Ren menyerahkan ponselnya dan linenya di add oleh Kiba.
"Sudah aku kirim ya," ucap Kiba.
"Terima kasih, Kiba-san," balas Ren.
"Tidak masalah, ngomong-ngomong mau kamu apakan foto-foto itu?" tanya Kiba, dia agak khawatir.
"Aku pikir aku akan menyelidiki hal ini," jawab Ren singkat.
"Menyelidiki? Maksudmu kasus ini? Jika itu benar, tolong jangan lakukan itu!" ucap Kiba melarangnya.
"Kenapa?" balas Ren bertanya sambil memiringkan kepalanya bingung.
"Itu..., begini Ren-san, dahulu ada beberapa orang yang menyelidiki kasus ini, yang paling terkenal dan terakhir adalah seorang detektif profesional dan beberapa anggota dari kepolisian Tokyo, mereka semua menyelidiki kasus ini dengan sepenuh hati, benar-benar terlihat seperti itu tanggung jawab mereka sepenuhnya untuk menguak kebenaran dibalik kasus tersebut, tetapi mereka semua bernasib sama, tidak, bahkan itu lebih buruk," jawab Kiba.
"Buruk? Buruk seperti apa maksudmu?" tanya Ren sekali lagi.
"Hmm, bagaimana ya bilangnya? Mungkin seperti setelah mereka dibunuh kemudian mayat mereka dirusak? Aku tidak tahu tentang kondisi mayat detektif itu tapi beberapa anggota kepolisian Tokyo yang ikut menyelidiki kasus ini bersama dengan sang detektif bernasib seperti yang aku katakan tadi," balas Kiba.
"Begitu, apa kamu tahu pihak yang mungkin mengetahui kondisi mayat detektif ini?" tanya Ren.
"Itu..., mungkin keluarganya aku rasa," balas Kiba tak yakin.
"Aku mengerti, keluarganya ya..., bisakah kamu mengantarku menemui mereka?" tanya Ren lagi.
"Uhh, aku memang mengenal mereka sih tapi apa kamu yakin Ren-san? Ada kemungkinan kamu bernasib sama seperti mereka," balas Kiba sekali lagi memperingatkan.
"Tenang saja, aku tidak akan mati semudah itu. Kamu sendiri tahu aku sendiri berasal dari Indonesia kan? Menurutmu apakah anak yang tumbuh bersama dengan peperangan akan mati semudah itu?" ucap Ren santai.
"Yah aku tidak berpikir begitu sih, tapi ya sudahlah kalau kamu benar-benar serius mau bagaimana lagi. Aku akan coba hubungi putri sang detektif dulu ya," balas Kiba lalu dia mulai mengotak atik ponselnya lagi. Dia menchat putri dari detektif tersebut.
Lalu, beberapa menit kemudian bunyi muncul di ponsel Kiba, itu tandanya ada balasan dari chat yang dia kirim.
"Oh? Dia bilang tak masalah, kita bisa menemui mereka akhir pekan nanti, tetapi dia bilang dia tidak mau menanggung resikonya, bagaimana menurutmu, Ren-san?" tanya Kiba.
"Oh? Cepat sekali! Tentu tak masalah, kita temui dia akhir pekan," jawab Ren cepat.
"Baiklah, aku akan kabari kamu lagi nanti," balas Kiba.
Lalu, beberapa gadis mendekati mereka dan yah mereka mau meminjam Kiba.
"Aku duluan ya, Ren-san," ucapnya lalu dia pergi sambil mengobrol dengan para gadis.
Sementara itu, Ren yang ditinggalkan sendiri dan telah menghabiskan makanannya pergi ke atap sekolah diam-diam. Dia memutuskan menelpon seseorang yang dia pikir butuh izinnya untuk beraksi.
"Halo, Gubernur Jenderal," ucapnya dingin, dia bukan lagi Ren, tetapi memakai sisi gelap dari Alpha, Raja Naga Pertama.
"Oh? Alpha, ada apa?" balas Gilbert, dia tahu bahwa ini sisi gelap dari Alpha jadi dia tidak memanggilnya Ren.
"Aku akan beraksi di Jepang beberapa minggu lagi, bisakah kamu mengendalikan informasi yang akan beredar nanti?" tanyanya.
"Hm, apa ini berhubungan dengan kasus yang menjerat sepupumu?" balas Gilbert.
"Ya, aku telah melihat foto para korban yang ada dan semuanya memiliki kesamaan, mereka semua memiliki bekas luka sayatan di leher. Kamu tahu apa artinya itu kan?" ucap Alpha.
"Merekakah dalangnya?" balas Gilbert tenang.
"Aku pikir bukan mereka, tetapi mereka di sewa untuk itu. Yah, sepertinya aku harus memusnahkan mereka karena meremehkan peringatanku dulu," ucap Ren lalu Gilbert membalasnya.
"Jadi maksudmu ada orang menjadi dalang dibalik kasus ini, orang yang menyuruh mereka melakukan kejahatan itu? Boleh aku tahu siapa?" tanya Gilbert.
"Tunangan Nanase, Fubuki Suzu. Dia adalah satu-satunya orang yang masuk dalam perhitunganku, tentu saja aku akan melakukan beberapa konfirmasi terakhir untuk memastikan keputusanku benar atau tidak," jawab Alpha.
"Begitu, aku mengerti kondisimu. Aku akan memberimu izin tapi berhati-hatilah, jangan sampai identitas dirimu sebagai Ren Kaito diketahui," balas Gilbert memperingatkan.
"Tentu, kamu kira aku ini siapa?" jawab Alpha sambil tersenyum kecil lalu dia menutup panggilan tersebut.
Dia menatap langit dari atap itu dan bergumam,
"Kalian sendirilah yang menginginkan ini, jangan salahkan aku kalau kalian lenyap dari dunia ini."
Lalu, dia kembali ke sisi Ren dan pergi dari atap sekolah.