Setelah sampai di kantin sekolah, mereka berdua memesan makanan lalu duduk bersama di sebuah meja di tepi ruangan kantin. Tentu saja itu kemauan Ren, dia tidak mau terlihat mencolok dan lagipula memang sudah hampir penuh kursi-kursi di tengah ruangan.
"Bagaimana menurutmu suasana kantin ini, Ren-san? Oh, ngomong-ngomong namaku Nanase Hanamitsuji, maaf baru memperkenalkan diri," ucapnya.
"Tidak masalah, suasana kantin ini ya? Menurutku bagus, cukup hidup dengan banyak pembicaraan sesama siswa," balas Ren.
"Begitu ya, syukurlah kalau kamu menyukainya," ucap Nanase sambil tersenyum.
"Apa kamu selalu ke kantin, Hanamitsuji-san?" tanya Ren.
Mendengar pertanyaan Ren, ekspresi Nanase berubah sedih.
"Tidak...," jawabnya pelan.
Ren yang melihat ini hanya bisa mengerutkan alisnya, dia merasa ada sesuatu yang salah disini.
Lalu, tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka.
"Oh, siapa ini kalau bukan gadisku tersayang, Na-chan," ucapnya.
Nampak seorang laki-laki agak gemuk mendekat lalu memeluk Nanase.
"Siapa ini, Na-chan? Temanmu?" tanyanya dengan nada dingin.
(Orang ini.., dia berbahaya)
Ren yang melihat keanehan ini langsung menaikkan kewaspadaannya.
"Bu-bukan, di-dia siswa baru dari luar negeri, aku memandunya ke sini karena dia tidak tahu letak kantin," balas Nanase, ekspresinya menunjukkan ketakutan yang mendalam dan wajahnya berubah pucat pasi.
"Oh benarkah itu?"
Sekarang laki-laki itu menatap Ren dengan sinis.
"Itu benar, namaku Ren Kaito, aku siswa baru dari Indonesia, salam kenal," balas Ren singkat.
"Oh, Indonesia? Menarik juga, ah namaku Suzu Fubuki, aku tunangan Nanase Hanamitsuji," ucapnya dengan keras.
(Apa-apaan bocah sialan ini? Menjijikkan)
Sementara Ren merasa muak dengan sikap orang tersebut, dia tetap mempertahankan sikap ramah tamahnya.
"Ah begitu ya? Tunangan Hanamitsuji-san, aku mengerti. Maaf, apa aku membuatmu tersinggung atau mungkin cemburu?" tanya Ren ramah.
"Oh bagus, kamu sangat mengerti dengan baik, aku suka sikapmu itu," balas laki-laki tersebut lalu dia tertawa.
"Ini salahku, izinkan aku meminta maaf, aku tidak bermaksud apa-apa," ucap Ren santai.
"Bagus-bagus, kamu orang yang mengerti keadaan, jujur saja kamu lebih baik pergi dari sini atau kamu akan "lenyap". Ayo pergi, Na-chan," balasnya lalu dia menarik Nanase pergi.
"Tu-tunggu, Su-kun, aku belum menghabiskan makananku!" ucap Nanase sambil memberontak.
"Sudah diamlah! Kamu mau terluka, hah?!" balas Suzu lalu menarik paksa Nanase pergi.
Ren yang ditinggal sendirian menggigit bibirnya. Dia tau orang itu benar-benar gila, dia berbahaya. Lalu, ancaman itu, itu bukan kebohongan, dia benar-benar akan dilenyapkan secara harfiah.
(Apa yang sebenarnya terjadi?)
Ren yang terus berpikir dalam diam disadarkan oleh seseorang. Dia adalah laki-laki berambut hitam legam. Laki-laki itu lalu duduk di hadapan Ren.
"Syukurlah kamu tidak apa-apa, Kaito-san," ucapnya lega.
"Hm? Kamu siapa?" tanya Ren bingung.
"Oh, astaga aku belum memperkenalkan diri, maaf-maaf. Namaku Kiba Suzuki, kamu bisa memanggilku Kiba dan kita juga sekelas," jawabnya.
"Ah begitu, Kiba-san ya. Ngomong-ngomong bolehkah aku bertanya?" ucap Rei.
"Tentu, silahkan saja," balas Kiba santai.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa laki-laki itu benar-benar tunangan Hanamitsuji-san?" tanya Ren.
"Yah, sayangnya itu benar. Memang sungguh disayangkan, gadis secantik Hanamitsuji-san harus bertunangan dengan orang gila sepertinya, ngomong-ngomong mereka telah bertunangan sejak lama," jawab Kiba.
"Seberapa lama itu?" tanya Ren lagi.
"Hm, menurut informasi yang aku tahu sejak umur enam tahun,oh ngomong-ngomong berhati-hatilah dalam bergaul dengan Hanamitsuji-san, Kaito-san," ucap Kiba memperingatkan.
"Sejak umur enam tahun kah? Itu lama sekali. Ngomong-ngomong apa maksudmu dengan berhati-hati dalam bergaul dengan Hanamitsuji-san?" tanya Ren.
"Oh kamu belum tahu rumornya ya?" balas Kiba.
"Rumor? Rumor macam apa itu?" jawab Ren penasaran.
"Rumor bahwa Hanamitsuji-san adalah "Putri Kematian" ," balas Kiba.
"Hah? Itu.., aneh kurasa?" jawab Ren atas pernyataan itu.
"Yah memang aneh tetapi begitulah kenyataannya," balas Kiba santai.
Lalu, bel pun berbunyi menandakan bahwa waktu istirahat telah berakhir dan semua siswa harus kembali ke kelasnya.
"Bisakah kita lanjutkan pembicaraannya nanti, Kiba-san? Aku penasaran tentang rumor itu," ucap Rei lalu Kiba segera membalasnya.
"Tentu saja, mari kita bertemu setelah bel pulang nanti"
Lalu, beberapa jam kemudian setelah bel pulang berbunyi.
Ren dan Kiba berjalan bersama ke sebuah restoran keluarga untuk membicarakan rumor tersebut.
"Mau pesan apa, Kaito-san?" tanya Kiba sambil membolak-balikkan menu.
"Samakan saja denganmu, oh ngomong-ngomong kamu bisa memanggilku "Ren"," jawab Ren.
"Oh Ren-san kah? Haha, baiklah"
Lalu Kiba memanggil pelayan dan beberapa menit kemudian pelayan itu kembali sambil membawa pesanannya, dua gelas milkshake coklat.
"Silahkan," ucap pelayan itu lalu dia pergi.
"Mari diminim dulu, Ren-san," ucapnya.
Ren pun menurutinya lalu—
"Bisa kamu jelaskan perihal yang tadi, Kiba-san?" tanya Ren memulai percakapan.
"Oh yang rumor ya? Hm bagaimana caraku memulainya...?" balas Kiba sambil bergumam sedikit lalu dia mulai menjelaskan.
"Aku tidak tahu pastinya, tetapi rumor itu muncul sembilan tahun yang lalu, saat itu sebuah insiden terjadi dimana anak-anak yang dekat dengan Hanamitsuji-san saat kecil menghilang lalu ditemukan beberapa hari kemudian dalam kondisi tewas mengenaskan," ucapnya.
"Begitu, lalu apalagi?" balas Rei.
"Awalnya itu dianggap sebagai kasus yang tidak ada hubungannya dengan Hanamitsuji-san. Akan tetapi, semuanya berubah dengan cepat, dalam satu tahun di waktu itu terjadi tiga kasus lain, dan sama seperti yang pertama, para korban ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. Lalu, orang-orang yang marah menganggap hal ini berhubungan dengan Hanamitsuji-san dan rumor pun beredar dengan cepat. Rumot itu menyebut Hanamitsuji-san sebagai "Putri Kematian", dan sejak saat itu Hanamitsuji-san tidak lagi mempunyai teman dan dia mulai menutup dirinya," jawab Kiba.
"Apa tidak ada seseorang yang berusaha mendekatinya?" tanya Ren, dia murni penasaran karena hal ini benar-benar aneh.
"Sebenarnya ada, di masa lalu ada cukup banyak orang yang mencoba dekat dengannya, entah siswa laki-laki yang mungkin jatuh cinta pada Hanamitsuji-san lalu mendekatinya dan mengajaknya berpacaran ataupun siswi perempuan yang ingin berteman dan bersahabat dengannya, tetapi semuanya bernasib sama dengan sebelum-sebelumnya. Mereka semua tewas mengenaskan, lalu rumor itu semakin menjadi-jadi yang akhirnya membuat Hanamitsuji-san semakin dibenci, dijauhi dan digunjing setiap hari. Setelah banyak korban yang berjatuhan, sudah tidak ada lagi orang yang mau mendekatinya dan Hanamitsuji-san benar-benar terisolasi dari pergaulan," jawab Kiba, dia menjelaskan dengan rinci.
"Begitu ya, itu menyedihkan. Lalu, apa kamu tahu siapa saja yang bisa dekat dengannya?" tanya Ren sekali lagi.
"Hm, menurut informasi yang aku tahu satu-satunya yang dapat dekat dengannya adalah keluarganya, itu saja," jawab Kiba.
"Bagaimana dengan keluarga cabang, keluarga Hanamitsuji-san itu luas bukan?" tanya Ren lagi.
"Oh, kamu tahu itu? Yah, sayangnya benar-benar hanya keluarga kandungnya saja yang bisa dekat dengannya, di masa lalu ada sebuah tragedi yang menewaskan beberapa anak dari keluarga cabang Hanamitsuji dan itu semua diarahkan padanya. Oh, mungkin ada satu lagi, hanya satu, itu adalah keluarga utama Fubuki, keluarga tunangan Hanamitsuji-san," jawab Kiba.
"Begitu ya, aku mengerti. Terima kasih atas informasinya, Kiba-san," ucap Ren tulus, informasi itu penting baginya.
"Tentu, sama-sama," balas Kiba senang.
Lalu, mereka mengobrol biasa dengan santai.
Beberapa jam kemudian, malam sudah tiba sejak lama dan Ren sendirian di kamarnya. Dia berusaha mengingat masa lalunya.
"Sembilan tahun lalu..., kalau tidak salah saat itu kan? Sial! Apa aku telah melakukan kesalahan?!" gumamnya kesal lalu dia membanting kepalanya ke bantal dan memilih tidur agar tidak stress.
Ya, dia mengingatnya. Sembilan tahun lalu itu terjadi, mungkin penolakannya adalah awal dari akar kesengsaraan dan kesepian yang menimpa sepupu perempuannya, Nanase Hanamitsuji.