Chereads / Star Chronicles of Origin / Chapter 21 - Pembicaraan

Chapter 21 - Pembicaraan

"Jadi begitu.." gumam Ren pelan.

"Anda adalah satu dari tiga orang yang selamat dari waktu itu," ucap Ren.

"Oh,apa kamu sudah mengingatnya?" tanya kepala sekolah pada Ren.

"Sayangnya tidak, aku hanya ingat bagaimana tragedi itu terjadi tapi aku lupa wajah-wajah mereka yang selamat," jawab Ren.

"Hah, yah aku memang tidak berharap banyak padamu. Seekor naga tidak mungkin mengingat serangga kecil dihadapannya bukan?" balas kepala sekolah.

"Ughh, tolong jangan ingatkan aku tentang itu. Kata-kata itu terjadi saat aku masih anak-anak, tolong lupakan," ucap Ren sambil mengeluh.

Dia mengingat perkataannya saat itu dan itu menggelikan untuk dirinya yang sekarang. Dia bahkan tak sudi untuk mengucapkan kata-kata itu lagi.

"Hahaha, kamu lucu sekali, Ren. Yah, itu sudah lima tahun berlalu dan mau bagaimanapun kamu sudah semakin dewasa sejak saat itu"

Kepala sekolah hanya terkikik mendengar eluhan Ren, jika dirinya yang dulu mendengar ini pasti dia tidak percaya. Seorang manusia yang dianggap bencana bertingkah layaknya remaja yang tidak ingin kata-kata chuunibyou nya di ingat orang-orang.

"Ngomong-ngomong bagaimana keadaan dua orang lainnya?" tanya Ren.

"Oh? Mereka baik-baik saja, Yuna yang perempuan sekarang membuka toko bunga sementara Sato membuka restoran, mereka berdua masih ada di Tokyo," jawab kepala sekolah.

"Begitu, syukurlah. Aku mengira mereka akan depresi karena tragedi itu," balas Ren, dia merasa lega. Karena jika ada orang yang depresi akibat ulahnya, dia merasa agak bersalah.

"Yah, kami pada awalnya memang depresi,okay? Maksudku, orang gila mana yang tidak syok saat melihat pembantaian sepihak oleh bocah sepuluh tahun dengan pedang anehnya? Kami bahkan hampir gila," ucap kepala sekolah.

"Uhh, maafkan aku"

Ren hanya bisa menunduk, dia bukannya menyesal atau apa, tetapi dia merasa aksinya saat itu sangat berlebihan. Itu memang dalam kondisi perang, tetapi bukan berarti dia bisa melakukannya seenak jidat. Dia bahkan dimarahi abis-abisan oleh para petinggi militer setelah kembali dari melakukan pembantaian itu dan dia dihukum untuk tidak keluar seminggu penuh. Terlebih lagi yang paling buruk adalah pedangnya disita oleh militer, dia dipaksa untuk menyegel pedang tersebut karena militer merasa pedang itu dapat membawa malapetaka.

Memang, di satu sisi aksi yang dia lakukan dapat memperlancar penyerbuan yang dilakukan oleh enam raja naga setelahnya walaupun itu dilakukan dengan terburu-buru. Persiapan penyerbuan bahkan tidak selesai sepenuhnya akibat Ren yang tidak memberitahu siapapun saat akan melakukan aksi gila tersebut, alhasil enam raja naga harus memimpin pasukan dengan persiapan minimum, untung saja mereka berhasil melakukannya dengan sempurna.

Sementara Ren dalam kondisi hati yang tidak baik, kepala sekolah hanya membalasnya dengan tawaan. Itu bukan tawa penghinaan, tetapi sebuah tawa ketika seseorang melihat sesuatu yang aneh.

"Apa..?" tanya Rei bingung.

"Ahahaha"

Kepala sekolah masih saja tertawa bahkan sampai memukul perutnya dan meja dikantor tersebut.

"Oh tidak, ini benar-benar lucu! Aku bahkan tidak bisa berhenti tertawa, ahahaha.."

"Ughh.."

Ren hanya bisa diam melihat itu. Tawa tersebut baru berhenti beberapa menit kemudian.

"Ah maaf-maaf," ucap kepala sekolah. Dia kembali ke jati dirinya sebagai pemegang jabatan kepala sekolah ini.

"Jadi, yah kamu tidak perlu merasa bersalah begitu, perang tetaplah perang. Kami para prajurit tahu bahwa kematian bisa menjemput kapan saja di medan perang, tetapi kalau kamu masih merasa bersalah bagaimana jika aku pertemukan kamu dengan dua orang itu?" tanya kepala sekolah menawarkan.

"Oh! Apakah bisa?" balas Rei.

"Hm, aku yakin bisa, tetapi aku tidak janji itu terjadi dalam waktu dekat, bagaimanapun juga mereka berdua cukup sibuk mengurus kehidupan pribadi masing-masing," jawab kepala sekolah.

"Tidak masalah, aku akan meluangkan waktu sebisa mungkin nanti," balas Ren.

"Yah, baiklah kalau begitu, nanti aku hubungi mereka," ucap kepala sekolah lalu dia melirik ke dokumen-dokumen di mejanya, itu merupakan dokumen Ren.

"Kembali ke topik awal, kamu disini untuk belajar. Jadi, tolong sebisa mungkin untuk menahan diri, jangan sampai identitasmu sebagai Alpha terungkap,"

Kepala sekolah memperingatkan Ren terkait identitasnya, yah jika itu terekspos bisa menjadi bencana kepanikan diseluruh Jepang. Mereka pasti tidak akan pernah menyangka kalau "Malaikat Kematian" ada di tengah-tengah masyarakat mereka, bisa-bisa kepercayaan masyarakat pada pemerintah hancur dan terjun ke angka terendah.

"Lalu, kamu juga harus ingat tentang misimu. Gubernur Jenderal, Gilbert, memberitahuku terkait misimu dan memintaku untuk melakukan sesuatu terkait sekolah ini agar bisa memperlancar misimu itu, jadi tolong bantu aku," ucap kepala sekolah, ekspresinya benar-benar serius.

"Aku tahu, aku tidak sepelupa itu," balas Ren sambil mengeluh.

"Yah, baiklah kalau begitu, kamu akan berada di kelas 1-A di lantai dua gedung sebelah, nanti akan ada yang mengantarmu, dia seharusnya datang sebentar lagi," ucap kepala sekolah.

Lalu, pintu ruangan itu diketuk oleh seseorang dari luar.

"Permisi kepala sekolah, ini saya," ucapnya.

"Silahkan masuk, Yurika-sensei," balas kepala sekolah.

Pintu pun terbuka dan seorang wanita muda kira-kira 25 tahunan muncul.

"Permisi," ucapnya lalu mendekat dan menundukkan kepalanya pada kepala sekolah.

"Ren, ini Yurika-sensei wali kelas 1-A, dengan kata lain wali kelasmu, walaupun dia masih muda dia tetaplah guru SMA ini, kualitasnya jangan ditanyakan lagi," ucap kepala sekolah.

"Tentu, saya mengerti. Salam kenal, Yurika-sensei. Saya Ren Kaito, siswa pindahan dari Indonesia," ucap Ren lalu menundukkan kepalanya sedikit.

"Oh! Jadi kamu orangnya! Tentu, saya Yurika, salam kenal," balasnya sambil tersenyum.

"Yurika-sensei, tolong antarkan Ren ke kelasnya dan tolong bantu dia jika mengalami kesulitan," ucap kepala sekolah.

"Tentu, kepala sekolah. Dengan senang hati"

Lalu Ren keluar ruangan bersama Yurika-sensei dan diantar ke kelasnya.

Di ruangannya sendirian, kepala sekolah melihat kertas-kertas dokumen berisi informasi tentang Rei.

"Aku tidak pernah menyangka hal ini...," gumamnya.

Dia memegang dan membaca satu persatu kertas-kertas tersebut.

"Nama asli bocah itu.., Ren Kaito Hanamitsuji..?"

Dia membolak balik kertas itu, dia melihat beberapa dokumen, tetapi hasilnya sama saja.

"Bukankah "Hanamitsuji" adalah salah satu nama keluarga paling terpandang diseluruh Jepang, dan juga kalau tidak salah ada anggota keluarga Hanamitsuji yang bersekolah disini..," ucap kepala sekolah lalu dia membuka lacinya dan mencari-cari sebuah dokumen.

"Harusnya ada disini....," dia bergumam beberapa saat lalu,"ketemu!".

Itu adalah sebuah dokumen yang lain. Dia membuka dokumen tersebut dimana berisi foto seorang gadis dan identitas dirinya.

"Ya, tidak salah lagi. Nanase Hanamitsuji.., dia adalah sepupunya Ren. Tunggu, apa Gilbert-sama tidak mengetahui hal ini? Tidak,tidak, itu tidak mungkin, dia pasti tahu, tetapi mengapa? Apa dia sengaja melakukan ini?" ucap kepala sekolah dengan suara pelan.

"Ghh, terserahlah, percuma aku memikirkan hal itu, tetapi yah aku cukup terkejut melihatnya, apalagi dia juga memiliki darah keluarga Suou. Darah dari dua keluarga dengan reputasi terbaik di Jepang, juga bocah itu ternyata putra dari Kyouya Hanamitsuji dan Ayase Suou, dua orang yang berjuluk "Bintang Kembar Jepang" di masa lalu,"

Dia lalu menghadap ke arah luar jendela dan bergumam,"aku harap anak itu bisa menjalani kehidupan sekolahnya dengan normal lalu menemukan cinta sejatinya, sama seperti kisah kedua orang tuanya."

Inilah awal kehidupan barunya, tetapi apa saja yang akan menunggunya nanti? Kegembiraan atau malah kemalangan?