Chereads / Suami Terbaikku / Chapter 11 - Daren Kritis

Chapter 11 - Daren Kritis

Waktu menunjukkan pukul 4 sore. Sejak siang, Shafa tidak dapat dihubungi. Alby sangat khawatir dan akhirnya bergegas pulang saat waktu mengajarnya selesai. Namun, sebuah nomor tidak dikenal menelponnya saat sedang mengemudi.

"Sonya? Kenapa, sih, kamu selalu ganggu aku? Aku udah bilang, berhenti hubungi aku!"

"Berhenti hubungi kamu? Inget, Mas! Kamu punya anak yang butuh kasih sayang seorang ayah! Hubungan kita emang udah berakhir. Tapi, hubungan ayah dan anak enggak ada akhirnya, Mas!"

Sadar dengan kesalahannya, Alby hanya diam membungkam. "Daren baik-baik aja, 'kan?

"Dia sakit."

"Sakit?!"

"Iya, dia sakit leukemia. Kamu enggak tau, 'kan, Mas? Makannya, aku mau kasih tau ke kamu."

"Leukimia? Kamu serius?"

"Untuk apa aku bohong? Daren butuh banyak perawatan. Jadi, aku minta tolong ke kamu untuk perhatiin Daren juga. Jangan selalu Shafa yang kamu perhatiin."

"Kamu di mana sekarang?"

"Aku di rumah."

Alby kembali mematikan panggilannya secara sepihak dan langsung mengirim pesan ke Shafa, mengabari kalau dia akan pulang telat.

Saat sampai di sebuah rumah yang lokasinya lumayan jauh dari tempatnya tinggal, Alby mengetuk pintu dan Sonya membukanya dengan cepat.

"Akhirnya kamu dateng, Mas?"

"Mana Daren?"

"Di kamar, lagi tidur."

Seorang pengasuh yang keluar dari kamar, membuat Alby bertanya-tanya. "Dia siapa?"

"Itu pengasuhnya Daren. Aku jarang di rumah karena harus kerja. Jadi, aku sewa pengasuh buat rawat Daren."

"Daren lagi sakit dan kamu percaya sama pengasuh buat ngurus Daren?!"

"Aku harus gimana lagi, Mas? Aku ...."

"Kamu itu seorang ibu! Harusnya kamu bisa ngurus anak kamu sendiri! Bukan malah nyewa pengasuh!"

"Kamu kenapa nyalahin aku terus, sih, Mas?! Kenapa kamu bentak-bentak aku terus?! Kamu juga salah! Sebagai seorang ayah, harusnya kamu bisa memenuhi kebutuhan Daren. Bukan malah nikah lagi!"

"Kamu nyalahin aku, hah?! Semuanya ini salah kamu! Kalau aja kamu enggak selingkuh, aku enggak akan minta pisah!"

"Aku itu capek, Mas! Aku selalu kamu sembunyiin, status aku sebagai istri dirahasiakan dari keluarga kamu! Bahkan aku enggak kenal sama orang tua kamu, begitupun mereka yang enggak pernah kenal aku! Aku capek, Mas! Aku juga mau dianggap kayak Shafa! Aku mau disayang sama orang tua kamu kayak Shafa! Aku mau diakui, Mas! Aku capek diginiin terus sama kamu!"

"Cukup! Cukup, Sonya!"

"Kamu selalu bersikap lembut dan penuh kasih sayang sama Shafa! Tapi, kamu selalu kasar sama aku! Apa, sih, spesialnya Shafa buat kamu? Bahkan dia belum bisa kasih kamu anak, Mas! Kalian udah hampir 6 bulan nikah, tapi belum punya anak! Aku bisa kasih kamu Daren, tapi kamu mengabaikan kita!"

"Cukup Sonya!" bentak Alby sekeras-kerasnya. "Aku juga merasa sangat menyesal karena udah melakukan ini! Aku emang cowo pengecut! Aku mau mengakhiri semua hal yang enggak mungkin bisa untuk diakhiri! Tapi aku belum berani jujur sama keluarga aku!"

"Kira-kira, gimana tanggapan Shafa saat tau yang sebenernya, ya, Mas?" tanya Shafa dengan air mata yang berhasil membasahi pipinya.

"Jangan coba-coba kasih tau semuanya ke Shafa. Biar aku sendiri yang kasih tau ke dia."

"Jadi aku harus nunggu lagi, Mas? Aku harus nunggu untuk yang kesekian kalinya gitu? Aku capek, Mas, harus nunggu terus."

"Aku bakal kasih kamu uang untuk pengobatan Daren. Tapi tolong, jangan bikin rumah tangga aku sama Shafa hancur."

***

Shafa belum siap bertemu Alby. Dia juga belum siap memberitahu orang tuanya. Sebenarnya, Shafa tidak ingin mempercayai ucapan Rendi. Tapi, untuk apa Rendi berbohong?

Karena Shafa belum ingin pulang, Rendi mengajaknya ke sebuah kafe yang lumayan jauh dari rumah mereka. Shafa juga mematikan ponselnya agar Alby tidak mengganggunya. Dia ingin memenangkan diri agar jika bertemu Alby, dia bisa pura-pura tidak peduli.

"Shaf, kalau kamu butuh bantuan, kasih tau aku, ya? Aku bakal bantu kamu sebisa aku."

"Terima kasih, ya, Ren? Sekarang, cuma kamu yang bisa aku percaya."

"Aku yakin kamu kuat, Shaf. Aku bakal dukung dan percaya sama semua keputusan kamu nantinya. Kamu itu orang yang tulus. Enggak mungkin Alby ngelepasin kamu."

"Kalau ternyata Mas Alby dan Sonya masih punya hubungan spesial, aku akan langsung minta pisah, Ren."

"Itu semua terserah kamu. Aku harap, kamu enggak salah ambil keputusan."

Keheningan kembali tercipta. Rendi memberikan waktu pada Shafa untuk berpikir. Merasa ponsel dalam saku bajunya berdering, Rendi langsung mengangkatnya.

"Hallo, Sayang?"

Apa yang Rendi ucapkan, membuat Shafa melirik terkejut. "Sayang?" ucap Shafa pelan.

Rendi hanya mengangguk sembari tersenyum. "Aku masih sama Shafa. Ini aku mau antar Shafa pulang. Kamu di mana sekarang?" tanya Rendi pada seorang gadis yang menelponnya.

"Aku lagi di rumah kamu."

"Di rumah aku?"

"Iya, Ren. Mama kamu suruh aku ke sini. Jadi, pulang kerja tadi aku langsung ke rumah kamu."

"Yaudah, sebentar lagi aku pulang, kok."

"Hati-hati, ya, Ren?"

"Enggak apa-apa, 'kan, kalau aku pergi sama Shafa?"

"Enggak apa-apa, dong. Shafa itu sahabat kamu. Aku percaya sama kamu, kok, Ren."

"Terima kasih, ya, Sayang?" Setelah mematikan panggilannya, Rendi hanya tertawa kecil ketika melihat wajah Shafa yang masih terkejut. "Ada apa, eum?"

"Itu pacar kamu?"

"Calon istri."

"Kok, enggak kasih tau aku, sih?! Aku kan, jadi enggak enak sama dia!"

"Santai aja. Jasmin baik, kok. Dia percaya sama aku. Lain kali, aku kenalin kamu sama dia, deh."

***

Pikirannya kacau, jantungnya berdetak tidak teratur, dan keringat membasahi keningnya. Alby sangat takut jika Sonya memberitahu Shafa lebih dulu darinya. Jujur saja, Alby tidak ingin menyembunyikan sesuatu dari Shafa. Tapi, dia juga belum berani jujur pada istrinya itu.

"Shafa ke mana, sih? Kok, enggak bisa ditelpon?!" ucap Alby dengan sangat kesal.

Sudah hampir 1 jam duduk di halaman depan, menunggu Shafa pulang atau setidaknya membalas pesannya.

Jelita yang datang tiba-tiba, sambil membawa secangkir teh hangat. "Ini, saya bikinin teh hangat. Diminum, Mas."

"Terima kasih, Mbak Jelita. Tapi, saya lagi enggak mau minum teh. Maaf, ya?"

"Mau saya bikinin kopi?"

"Enggak usah, Mbak."

"Mbak Shafa ke mana, ya? Kok, sampai malam gini belum pulang? Mana enggak kasih kabar lagi. Bikin khawatir aja, ya, Mas?" Jelita mencoba mencari perhatian Alby yang sedang mencemaskan istrinya.

"Mbak Jelita, tolong biarin saya di sini sendiri. Enggak enak kalau ada orang yang liat kita lagi berduaan gini."

"Yaudah, saya pulang dulu, ya, Mas?"

Baru saja Jelita keluar dari gerbang rumah Alby, sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Alby langsung berlari mendekati Shafa yang baru keluar dari mobil tersebut.

"Mbak Jelita abis ngapain di rumah saya?" tanya Shafa.

"Saya abis nenangin Mas Alby. Dia khawatir sama Mbak Shafa yang enggak bisa dihubungin. Emangnya, Mbak Shafa abis dari mana, sih? Kok, udah malam gini baru pulang?"

"Urusannya apa sama Mbak Jelita? Enggak usah ikut campur, deh."

"Shafa?" Alby langsung memeluk Shafa.

Ketika Rendi keluar dari mobil, Alby langsung menatapnya tajam. Dia kaget melihat Shafa dan Rendi bersama. 

"Loh, sama cowo? Itu siapa, Mbak?" tanya Jelita pada Shafa yang masih berada dipelukan Alby.

Shafa melepaskan pelukan itu dan langsung mendekati Jelita. "Bisa pergi sekarang, enggak, Mbak?"

Jelita langsung pergi tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Shafa menggenggam tangan Alby, mencoba untuk menenangkannya agar tidak salah paham.

"Mas, ayo kita masuk dulu?"

"Kamu abis dari mana sampai pulang malam gini? Enggak izin pula sama aku? Pulang-pulang sama dia."

"Iya, maaf, Mas. Kamu jangan salah paham dulu, dong. Biar aku jelasin dulu."

"Jelasin apa?!"

"Aku sama Rendi cuma sahabatan. Rendi juga udah punya calon istri, kok."

"Yang udah nikah pun, masih bisa selingkuh, Shaf. Jadi, enggak ada alasan kamu pergi sama cowok lain tanpa izin dari aku!"

"Kenapa kamu jadi nuduh aku, Mas?"

"Mas Alby?"

Sonya keluar dari sebuah taxi yang berhenti. Matanya terlihat sangat sembab, hidungnya merah, dan wajahnya terlihat berantakan. Bahkan, Shafa yang tadinya mulai sedikit membenci Sonya perihal hubungannya dengan Alby, langsung merasa khawatir melihatnya. Bukan hanya Shafa, Rendi dan Alby pun, merasakan khawatiran yang sama 

"Sonya, kamu kenapa?" tanya Shafa sambil mendekati Sonya yang berjalan pelan kearahnya.

"Mas, Daren di rumah sakit. Dia kritis, Mas."

"Apa?!" teriak Alby secara spontan.

"Daren? Siapa dia?" tanya Shafa.

"Anak aku dan Mas Alby."

***