Chereads / Suami Terbaikku / Chapter 7 - Selingkuh?

Chapter 7 - Selingkuh?

Seperti pagi hari biasanya, Alby selalu mencium dan memeluk Shafa dengan lembut. Tangannya yang membelai rambut Shafa, membuat Shafa merasa sangat dicintai. Dia benar-benar telah mencintai Alby. Saat Alby melepaskan pelukan itu, Shafa kembali merasa hampa.

"Mas, kamu cuma pergi 3 hari, 'kan?" tanya Shafa yang masih berada di kasur, dengan tangan melingkar dipinggang Alby.

"Iya, cuma 3 hari, kok. Kamu mau oleh-oleh apa?" Alby sudah hapal betul kalau istrinya sangat suka ketika dia membelai rambutnya.

"Aku cuma mau kamu cepet pulang."

"Selain itu?"

"Aku mau kue bolu lapis khas Surabaya."

Alby tersenyum dan kembali memeluk Shafa. "Nanti aku beliin, ya?"

Sekolah tempat Alby mengajar mengadakan study tour ke Surabaya untuk murid kelas 2 SMA. Karena Alby menjadi wali kelas, jadi dia diharuskan ikut untuk menjaga muridnya.

Alby mandi dan Shafa memasak, hal itu yang selalu mereka lakukan dipagi hari. Shafa memasak nasi goreng untuk sarapan dan sandwich dengan 2 keju untuk bekal Alby diperjalanan.

"Sayang, kamu liat handphone aku, enggak?" teriak Alby dari kamar di lantai atas.

"Enggak! Aku bantu cari, ya?"

Shafa yakin kalau ponsel itu ada di ruang tengah. Alby sering kelupaan menaruhnya. Saat ingin mengambilnya, ponsel itu berdering pertanda panggilan masuk dengan nomor yang tidak dikenal.

Shafa mengangkatnya, "Hallo? Siapa, ya?" Panggilan itu segera dimatikan oleh orang tersebut. "Siapa, sih, ini?"

"Ketemu enggak, Shaf?" tanya Alby yang sudah turun dari lantai dua.

"Tadi, ada panggilan masuk dari nomor yang enggak dikenal."

Alby mengecek ponselnya. "Mungkin murid aku kali, ya?"

Sambil memakai jaketnya, Alby melangkah menuju meja makan. Dia memakan sarapan buatan Shafa dengan cepat.

"Pelan-pelan aja makannya."

"Aku buru-buru. Takut kesiangan sampe sekolah."

"Kalau udah sampe tujuan, kabarin aku, ya?"

"Iya, sayang. Kamu hati-hati di rumah. Jangan pergi jauh-jauh, apalagi sendirian. Kalau ada apa-apa, langsung telpon aku, ya?" Shafa mengangguk dan mengantar Alby sampai ke mobil.

"Hati-hati, ya, Mas?"

"Iya, sayang." Alby kembali memeluk Shafa.

***

Tanaman yang Shafa rawat sudah tumbuh subur. Dia menyiramnya dengan rutin dan merawatnya dengan baik. Shafa mencari-cari kesibukan agar tidak terlalu bosan. Tidak sengaja, Shafa melihat seorang wanita tua keluar dari rumah Jelita dengan menggendong bayi.

"Bu, penghuni baru, ya?" tanya Shafa yang mencoba menjaga ucapannya agar tidak menyinggung perasaan orang tersebut.

"Oh, bukan, Mbak. Saya pengasuh anaknya Mbak Jelita."

"Mbak Jelitanya ada di rumah?"

"Enggak ada, Mbak. Pagi-pagi banget tadi pergi."

"Pergi?"

Tukang sayur yang Shafa tunggu akhirnya datang. Awalnya, dia berniat untuk tidak masak karena Alby sedang tidak di rumah. Tapi, bayam yang terlihat sangat segar, membuat Shafa memutuskan untuk membelinya.

"Pagi, Ibu-ibu," sapa Shafa dengan ramah.

"Pagi, Mbak Shafa. Makin cantik aja, nih?"

"Ah, Bu Mila bisa aja." Shafa memang selalu dipuji cantik dan ramah oleh ibu-ibu komplek.

"Ibu-ibu tau, enggak. Beberapa hari lalu, pas suami saya lagi meeting, dia liat Mbak Jelita pergi sama seorang cowo. Entah itu suaminya atau mungkin pacar barunya," ucap Mila yang membuat ibu-ibu lainnya penasaran.

"Oh, apa jangan-jangan cowo itu orang yang sama? Soalnya, dua hari lalu saya juga liat Mbak Jelita di salah satu mall bareng seorang cowo," sambung ibu-ibu lainnya.

"Wah, apa jangan-jangan, dia jadi wanita simpanan kali, ya?"

Ibu-ibu mulai tertarik dengan pembicaraan itu. Namun, Shafa hanya diam dan tersenyum. Dia tidak peduli, selagi Jelita tidak mengganggu Alby.

"Mbak Shafa harus hati-hati. Mbak Jelita itu, 'kan, suka banget sama Mas Alby. Nanti, Mas Alby direbut, loh, sama dia?"

Ibu-ibu yang lain mengangguk setuju. Awalnya, Shafa tidak peduli dan hanya mendengar obrolan mereka. Tapi, Shafa mulai takut dan berpikiran macam-macam saat mendengar kalimat 'Alby direbut'.

"Saya percaya sama Mas Alby, kok. Kalau begitu, saya permisi duluan, ya, Ibu-ibu?"

***

Shafa berkali-kali menelpon Alby, namun tidak di angkat. Pesan, pun, tidak dibaca. Dia memang memberikan kepercayaan penuh pada suaminya itu. Tapi, Mbak Jelita terlalu menakutkan untuk diabaikan. Shafa duduk di halaman depan. Dia juga melihat-lihat rumah Jelita yang hanya terdengar suara tangisan bayinya.

Daripada setres sendiri, Shafa memutuskan untuk pergi ke Kafe Tulip langganannya. Seperti biasa, kafenya selalu sepi saat pagi hari. Shafa memesan minuman yang sama seperti biasanya. Ketika melihat tulip, dia selalu teringat Sonya.

"Aku beneran mau ketemu kamu, Sonya. Banyak yang mau aku ceritain."

Shafa harus percaya, kalau ucapan adalah doa. "Sonya?"

Wanita itu benar-benar Sonya. Walau rambut panjangnya sudah dipotong pendek, Shafa tetap mengenalnya. Sonya terkejut dan langsung pergi menjauhi Shafa.

"Sonya, tunggu!" Sonya terus berlari dan Shafa mengejarnya.

Saat tangannya berhasil diraih, Sonya tidak dapat pergi lagi. "Ada apa?" tanya Sonya.

"Kamu ke mana aja? Kenapa kamu menghindar dari aku?"

"Apa kamu bahagia sama dia?"

"Iya, Sonya. Firasat buruk kamu enggak terjadi. Aku bahagia sama dia. Aku udah cinta sama dia, begitupun dia."

"Yakin?"

"I-iya. Emangnya kenapa?"

"Kamu beneran percaya sama dia? Apa dia beneran cinta sama kamu? Kamu yakin, cuma kamu istri satu-satunya dia?"

Apa yang sonya ucapkan, membuat Shafa teringat ucapan Ibu-ibu pagi tadi. Nama dan wajah Jelita melintas dipikirannya. Saat itu, Shafa mulai benar-benar takut kehilangan Alby.

"Kenapa kamu ngomong gitu? Apa kamu tau sesuatu tentang suami aku?"

Sonya menggandeng tangan Shafa, berjalan bersamanya di taman samping kafe. "Kita udah sahabatan dari kecil, Shaf. Aku enggak mau kamu kenapa-kenapa, apalagi karena cowo. Makannya, aku takut pas kamu dijodohin sama cowo yang belum kamu kenal."

"Tapi, orang tua aku udah kenal sama dia."

"Apa itu jaminan yang kuat kalau cowo itu beneran bakal jadikan kamu satu-satunya untuk dia?"

"Sonya, sebenernya ada apa, sih? Kamu tau sesuatu tentang suami aku? Kasih tau aku, Sonya."

"Dia punya wanita lain, Shaf."

"Apa?!"

"Iya, usianya lebih muda dari dia. Mereka udah lama kenal."

***

Selama diperjalanan, Alby sibuk mengurus muridnya yang mabuk perjalanan. Dia sampai tidak sempat membuka ponsel untuk memberi kabar pada Shafa. Saat sampai di rest area, Alby baru bisa mengecek ponselnya yang sudah dipenuhi pesan dan panggilan masuk dari sang istri.

"Ya ampun, banyak banget."

Sambil mencari tempat beristirahat yang sedikit sepi, Alby kembali menelpon Shafa. "Hallo, Sayang?"

"Ada apa, Mas?"

"Kok, ada apa, sih? Aku mau kasih kabar ke kamu. Sekarang, aku lagi di rest area."

"Kamu beneran pergi, Mas?"

"Maksudnya?"

"Iya, kamu beneran pergi ke Surabaya dari sekolahan, 'kan?"

"Kenapa tiba-tiba kamu nanya gitu? Tunggu, aku video call dulu." Alby mulai mengarahkan kamera belakangnya agar Shafa mempercayainya. "Ini, aku beneran di rest area dan pergi bareng murid-murid aku, kok."

"Oh, gitu?"

Saat sedang asik mengobrol, Karina datang dan membuat Shafa curiga. "Kak Alby, ayo, makan siang dulu?"

"Kamu duluan aja. Nanti saya nyusul."

"Oh, iya, ini obat pusingnya. Tadi, Kak Alby bilang lagi pusing, 'kan? Diminum, Kak, obatnya."

"Iya, terima kasih, ya, Karina?"

Karina pergi dan Alby tidak sadar kalau Shafa sudah mematikan panggilannya. Ketika kembali menghubungi, ponsel Shafa dimatikan.

Sesuai dengan apa yang Sonya bilang. Apa mungkin, Karina adalah wanita yang Sonya maksud? Terlihat dari wajah dan caranya memanggil, kalau Karina itu lebih muda daripada Alby.

"Apa itu selingkuhannya Mas Alby? Mereka kerja di tempat yang sama? Apa aku harus percaya sama apa yang Sonya bilang?"

***