Saat pagi hari aku menemukan bahwa aku sudah mengigit leher Kuti dan meminum darahnya. Dia tampak tertidur pulas dan tidak bergerak sama sekali pun. Tetapi aku melihat poin nyawa darinya berkurang dan regenerasi lagi.
Aku membuka ponselku dan menanyakan tentang hal ini kepada 999. Tapi tidak ada jawaban, aku menemukan Romanova juga masih tertidur di kasurnya. Kulangkahkan kakiku ke luar dan menemukan Atmaja sudah tampak baikan.
"Kamu semalam ke mana?" tanya Atmaja.
"Kuti sedang demam. Aku merawatnya dan menenangkannya sebentar." Jawabku berbohong.
"Oh, hei kenapa mukamu sedikit pucat? Kamu mabuk laut juga?" tanya Atmaja.
"Ha? M-mukaku pucat?" tanyaku dan berusaha melihat kulit tubuhku sendiri. "Tidak, ini n-normal."
"Sebaiknya sesampainya di Pulau Faore kamu segera menemui dokter." Saran Atmaja dan meregangkan badannya. "Fandlan memintaku untuk melatih para pelaut. Kalau kamu mau ikut olahraga temui aku di dek atas."
Atmaja meninggalkanku yang masih kebingungan. Aku kembali dan menemukan Romanova sudah terbangun. Dia sedang berganti baju dan aku keluar kembali. "Aku tidak melihat apa-apa."
Pintu kamarnya terbuka dan terlihat Romanova yang tersipu malu. Dia tidak berkata sedikit apapun dan segera pergi. Aku menikmati pemandangan siluet Pulau Faore dari sini. Sebentar lagi kita pasti sampai dan bisa turun.
Sudah hampir dua hari dari batas dua minggu sebelum Majagada menyerang Ludanes. Berjam-jam berlalu Kuti belum terbangun. Aku memeriksanya dan menemukannya sudah terbangun dan masih duduk di pinggiran kasur bermain ponselnya.
"Oh, sini." Kuti mengisyaratkan kepadaku untuk mendekati dirinya.
"Ada apa?" aku melangkahkan kakiku untuk berdiri di depannya. Kedua tangannya memelukku dan menarikku ke dalam kasur lagi. Menjadikanku sebagai guling tidurnya lagi, Kuti mulai tertidur.
Hingga dia terbangun oleh lonceng kapal dan teriakan kru kapal kalau kami sudah tiba di pelabuhan. Kami berempat berkumpul di tangga untuk menuruni kapal. Para pelaut sudah menurunkan barang bawaan kami di bawah sana. Setelah mengucapkan perpisahan kepada Fandlan. Kami menuju Kota Singgasana Faore, kota utama yang ada di sini.
Kami melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Setengah jam kemudian sudah terlihat siluet Kota Singgasana Faore. Kami akhirnya sampai di depan gerbang kota ini.
"Tunggu! Kalian berhenti dulu. Kalian baru datang ke sini?" seorang penjaga menahan kami.
"Ya." Balas Atmaja.
"Ah! Emblem Ordo Kesatria! Mau apa Anda hadir ke kota kami? Sudah cukup kota kami menerima perlakuan tidak mengenakkan dari Ordo Kesatria!" balas penjaga itu.
Kuti menggelengkan kepalanya dan mencabut emblem ordo kesatria dari pakaian Atmaja. "Orang ini mantan anggota Ordo Kesatria. Saking tidak bisa melupakan masa lalunya. Dia sering memakai emblem ordo kesatria."
Kuti menunjukkan surat tugas kami. "Kami diutus untuk mengalahkan naga. Kamu tahu di mana orang yang harus kami beri laporan?"
Penjaga tersebut menerima surat tugas dari Kuti dan memeriksanya. "Ini benar kami yang meminta bantuan."
Belum sempat menyelesaikan omongannya. Atmaja menyelanya, "Kenapa kamu membenci Ordo Kesatria?"
"Mereka tidak berguna. Katanya mau membantu kami melindungi Kota dari serangan siren dan makhluk aneh. Tetapi selalu kabur duluan dari medan pertarungan." Balas penjaga itu. "Kalian bisa melapor ke balai kota dahulu."
"Apa kalian tahu siapa namanya?" tanya Atmaja.
"Sudahlah. Ayo kita segera ke balai kota." Ajak Kuti dan mencairkan suasana. "Waktu kita tidak banyak."
Atmaja menolak dan akan menyusul nanti. Ya sudahlah, kami bertiga menuju balai kota. Dari gerbang kota sebelah timur kami menuju ke balai kota yang terletak di reruntuhan benteng kota. Beberapa bangunan kota ini juga masih retak dan mau roboh. Tetapi para penduduk tetap tinggal di dalamnya.
"Apakah selalu seperti ini Faore? A-aku rasa tempat ini dulu pernah menjadi tempat yang indah kan?" gumamku.
Romanova mendengara gumamanku dan menjawabnya. "Setelah perang saudara dan Dewa 111 meninggalkan mereka. Faore tidak seindah dulu lagi."
"Dewa tidak meninggalkan kami. Dewa 111 akan kembali dan bersama kita." Sela seorang warga.
"Apakah kalian mau berganti Dewa 999? Nyatanya kami, utusan Dewa 999 yang diminta untuk pergi ke sini dan mengurus Faore." Balas Kuti. "Mungkin saja Dewa 111 sudah meninggalkan kalian!"
Kami mengundang keributan. Para warga yang tidak mau dihina dewanya muncul dan berdebat dengan kami. Aku masih heran tumben Kuti bilang begitu dan cari masalah. Atmaja bergabung dengan kami dan ikut berdebat juga.
Saat situasinya memanas, lonceng berbunyi para warga segera berlindung dan masuk ke dalam rumah mereka. Terdengar teriakan dari para penjaga soal serangan siren dan perintah kepada warga untuk bersembunyi.
Langit kota ini dipenuhi oleh makhluk burung berbadan manusia. Mereka melempari batu dan panah ke arah kota. Para penjaga membalas serangannya dengan mencoba memanah mereka satu-satu.
"Dari luar! Gerombolan Minos!" teriak penjaga seorang penjaga yang mencoba mengumpulkan teman-temannya. "Yang tidak bisa memanah, ayo sini kita tahan segerombolan Minos ini."
Kuti mendengus kesal dan mempersiapkan panahnya. "Kamu bantu penjaga yang sedang menghadapi Minos saja bersama Atmaja. Aku dan Romanova akan mengalahkan manusia burung ini."
Aku mengangguk dan bersama Atmaja ke daerah yang sedang diserbu oleh gerombolan Minos, manusia setengah banteng. Begitu kami sampai di dekat gerbang, gerbang kayu sudah hancur didobrak. Para Minos masuk dan langsung menyerang.
Aku mempersiapkan perisaiku dan melompat maju untuk melindungi seorang penjaga yang hendak ditebas oleh seorang Minos. Kapaknya aku tahan dengan perisaiku dan aku kembalikan lagi energi serangannya kepada dia.
Atmaja melihatku dan maju menusuk Minos tadi dengan tombaknya dan membelahnya menjadi dua dengan tombak panjangnya.
"K-kamu baik-baik saja? Kembali bertarung dan jangan ragu." Aku menolong penjaga yang terjatuh tadi.
"Terima kasih." Balasnya.
Aku lihat ke atas dan melihat para manusia burung satu persatu jatuh terkena panah dan serangan sihir. Kugunakan kemampuanku untuk menarik perhatian semua Minos kepadaku. Kini para Minos terfokus untuk menyerangku.
Ada sekitar 12 Minos yang terganggu dan mulai mengepungku. Serangan mereka sangat kuat dan brutal. Tapi berkat itu Atmaja menemukan celah serangan mereka dan mengalahkan mereka yang menyerangku. Ketika seorang Minos berhasil menyerangku, dia terkejut karena malah dirinya yang terluka dan bingung.
Aku ambil gadaku dan memukul kepalanya dan membuatnya pingsan. Para penjaga takjub melihat kami segera menghabisinya. Tiba-tiba aku merasakan Kuti akan mengeluarkan kemampuannya. Panah hitam muncul dan menghujani semua musuh kami.
Kini di langit tidak tersisa satupun manusia burung. Para gerombolan Minos yang melihat kawannya tewas segera lari dan para penjaga mengejarnya.
"Jangan kejar! Fokus selamatkan kawan dahulu!" perintah Atmaja. "Kalian ini harusnya fokus menyelamatkan rekan kalian yang terluka!"
"A-atmaja aku akan menemui Kuti dan yang lainnya. Kamu kalau masih ingin menceramahi mereka nikmati saja ya." Kataku dan pergi meninggalkan Atmaja yang memarahi para penjaga.