Keesokan paginya, aku dan Kuti berpamitan kepada 999. Dia hanya berpesan untuk kembali sebelum 2 minggu berakhir. Kami berempat sudah saling bertukar nomer ponsel kami masing-masing. Aku buka ponselku sudah ada pesan grup dari Atmaja yang sudah ada di pelabuhan.
Dia mengirimkan foto pelabuhan yang masih sepi. "Kapal kita yang mana? Kita naik kapal penumpang atau nebeng kapal pedagang?"
"Sabar, kami berdua masih mau berangkat ke sana." Balas Kuti.
"Aku sudah ada di depan katedral. Menunggu kalian berdua kelar." Ketik Romanova dan memfoto gerbang masuk ke katedral.
Aku dan Kuti langsung keluar dari katedral dan menghampiri Romanova. Gadis penyihir berambut putih panjang itu menunggu kami sambil membawa kopernya. Kami bertiga berjalan menuju Kota Ludanes bagian barat. Kuti tidak lupa memberi roti isi kacang merah manis kesukaanya sebagai bekalnya untuk mengemil selama perjalanan nanti.
Begitu sampai ke pelabuhan kami melihat Atmaja sudah bosan setengah mati menunggu kami. Raut mukanya begitu kesal dan melirik jam tangannya. "Sudah jam berapa ini?"
"Lho bukannya di perjanjiannya kita akan berkumpul di sini jam enam pagi? Sekarang masih setengah lima tahu." Kuti menjawab kemudian meihat papan informasi di pelabuhan. Dia menemukan kapal pedagang yang menuju ke Faore. "Sebentar lagi kapalnya berangkat sih. Tapi aku tidak tahu di mana kapalnya."
Romanova menitipkan kopernya padaku dan berkeliling pelabuhan untuk mencari perahu pedagang yang akan kami tumpangi. Tidak lama setelah Romanova pergi, terdengar teriakannya di dekat kapal yang bersandar.
Aku perintahkan Kuti untuk menjaga barang bawaan kami, aku dan Atmaja memeriksa apa yang terjadi dengan Romanova. Ada sekelompok Sagi bertarung dengan pelaut kapal, Romanova terjebak di tengah-tengahnya. Atmaja langsung mengambil tombaknya dan menusuk satu ekor Sagi.
Makhluk humanoid dengan sirip di kepalanya itu tewas. Melihat kedatangan orang yang kuat, makhluk tersebut pergi dan terjun ke laut. Para pelaut menyarungkan senjatanya kembali dan menghampiri kami.
"Terima kasih! Segerombolan Sagi pagi hari ini sangat banyak. Mereka pasti mengincar kami dari Pulau Faore dan menyerang kami di sini." Ujar seorang pelaut dan menyalami Atmaja.
"Sama-sama. Kenapa kalian tidak meminta bantuan dari Ordo Kesatria yang berjaga di menara pengawas dan mercusuar?" tanya Atmaja lalu memanggul tombaknya.
Tidak lama dua orang kesatria muncul dari belakang kami. "Ah! Kita terlambat! Wakil Grandmaster Atmaja?!"
"Kalian terlambat. Ada apa? Para pelaut ini membutuhkan bantuan. Kenapa kalian lama sekali?" tanya Atmaja pada anak buahnya.
"Kami sedang mengganti lampu mercusuar dan diserang oleh Gisaha. Sehingga kami sedikit terlambat untuk ke sini." Jawab seorang kesatria.
"Bukannya pelabuhan dijaga 10 kesatria dan terbagi dalam 2 shift jaga?" Atmaja mulai memarahi anak buahnya.
Sedangkan aku kini berbicara kepada pelaut itu. "Apakah ini kapal pedagang ke Pulau Faore? Kami ada tugas untuk berburu n-naga di sana."
"Benar. Kami akan berangkat jam 8 nanti. Saat ini kami masih menurunkan kargo dagang kami." jawab pelaut itu. "Kalian boleh menumpang setelah berbicara dengan kapten kami. Saat ini dia sedang berada di bar. Cari seorang pria berambut putih yang suka meminum rum dalam gelas besar."
"Terima kasih atas i-informasinya." Balasku. Aku menyuruh Romanova kembali bersama Kuti. Atmaja saat ini tidak bisa kuganggu karena sedang fokus untuk memarahi anak buahnya.
Aku berpamitan kepada Kuti untuk menuju bar untuk bertemu kapten kapal dan dia mengijinkanku. Dari pelabuhan aku kembali menaiki tanjakan ke atas. Lalu menuju bangunan dengan simbol bunga semanggi berdaun 5 ini. Melangkah masuk ke dalam, aku menemukan situasi yang sangat ramai. Para pelaut, pemabuk berada di sini meskipun pagi hari.
Mengingat ciri-ciri dari yang diberikan oleh pelaut. Aku dengan mudah menemukan kapten mereka. Dia sedang meminum gelas ukuran besar entah isinya apa. Aku duduk di sebelahnya dan memesan satu jus anggur.
"Apakah Anda kapten kapal pedagang yang akan menuju ke Faore?" tanyaku.
"Yha. Adwa apa?" jawabnya sedikit mabuk. "Adwa apa utuswan dewwa menemui pemabuk sepertiku?"
"Aku meminta tolong kepadamu untuk menuju ke Pulau Faore untuk berburu naga." Balasku. Bartender datang dan memberikan minumanku.
"Hweh? Swuatu kehrowmatan Anda mau menywlematakan kampung halamanku." Ucapnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia menatapku dengan serius. "Bnayak petuwalang yang takut akan nwaga."
"Eh begitu ya," balasku. Memang sih, naga merupakan makhluk yang susah dikalahkan. Orang itu menyalamiku dan memperkenalkan dirinya sebagai Fandlan. Kapten Fandlan membayari minumanku dan minumannya dan mengajakku untuk pergi berangkat.
Aku mengajaknya menghampiri kawan-kawan dahulu untuk memperkenalkan dirinya. Kuti, Atmaja, Romanova menungguku di samping barang bawaan kami. "Perkenalkan, ini kapten kapal kita, Kapten Fandlan. Dia setuju untuk memberi kita tumpangan."
"Kapten Fandlan, senang bertemu denganmu." Atmaja menyalami Fandlan.
"Whoah. Kita ditemani gadis-gadis muda dan cantik?" tanya Kapten Fandlan melihat ke Romanova dan Kuti. Dilepaskannya topi pelautnya dan membungkuk. "Perkenalkan, Fandlan Faore, seorang kapten kapal dagang."
"S-salam kenal." Kata Romanova.
Kuti tidak membalasnya karena dia tampak tidak suka dengan orang yang suka merayu wanita. Fandlan segera berpisah dengan kami dan membawakan barang bawaan kami sekaligus. Dia lumayan kuat juga mengangkat semuanya.
"Oh ya. Nanti kalau sesampainya di lautan. Hati-hati dengan para Siren, mendengarkan nyanyiannya akan membuat kalian jatuh ke laut. Lautan Faore kini tidak seaman waktu Kerajaan Faore masih berdiri." Katanya memperingatkan kami.
Para anak buah kapalnya yang melihatnya langsung membantunya. Seorang dari mereka melaporkan bahwa pengangkutan muatan mereka sudah selesai dan kapal sudah selesai dibersihkan. Fandlan menyuruhnya untuk menyediakan 4 kamar untuk kami.
"Dua saja sudah cukup." Kata Kuti. "Aku akan sekamar dengan Romanova."
"Oke, dua." Balas pelautnya dan segera masuk ke dalam kapal.
"Hati-hati, lantai licin habis dipel." Fandlan memperingati kami.
BRAK!
Atmaja terpeselet dan meluncur ke bawah. Karena papan kayu untuk loading barang ini lumayan licin. Kuti berpegangan pada diriku agar tidak terpeleset, begitu juga Romanova. "Eh, A-Atmaja kamu bisa memegang diriku kalau takut terpelest."
"Tidak. Tidak perlu aku hanya terlalu menikmati pemandangan burung camar." Kata Atmaja dan bangkit lagi. Dia melepas sepatu kesatrianya dan terpeleset lagi.
Aku turun lagi dan membantunya untuk naik. Akhirnya Atmaja bisa naik ke atas kapal. Fandlan mengajak kami untuk ke kamar kami. setelah diberitahu kamar kami dan ditunjukkan lokasinya. Fandlan berpisah dengan kami untuk ke anjungan. "Perjalanannya bisa 12 jam atau 1 hari tergantung kita bertemu Siren atau monster laut lainnya. Kalau tidak bertemu, bisa 11-12 jam. Mencariku. Aku akan berada di anjungan."