Aduh, leherku masih terasa sakit akibat bekas gigitan dari 999. Tapi sebagai gantinya dia memberikanku dan Kuti kemampuan regenerasi. Aku menguap sekali lagi dan memandangi Kuti yang masih tertidur.
"Kuti, a-ayo bangun. Katanya hari ini kita mau berburu naga." Kataku dan menggoyang-goyangkan badannya.
"Sebentar lagi sayang," balasnya dan berlindung di balik selimut lagi.
Ya sudah aku bangun duluan saja dan mempersiapkan peralatan kami. Aku menuju ke jendela untuk melihat pemandangan dari kamar kami ini. Pemandangan kota pelabuhan yang indah, ada 3 kapal yang hendak bersandar, atap kebiruan ciri khas kota ini menambah keindahan pemandangan yang aku nikmati. Para burung-burung yang terbang mengitari perahu nelayan, suaranya bisa terdengar dari sini.
Di luar katedral ada para warga yang bekerja bakti membersihkan halaman luar. Aku akan menyapa mereka terdahulu saja baru menyiapkan peralatan kami. Aku mengambil mantel tidurku dan berjalan menuruni tangga ke lantai 1. Kulihat 999 sedang bermain organ memainkan lagu yang menenangkan.
"Jangan tertidur." Kata 999. "Ini lagu pengambil nyawa, jika kamu tertidur kamu bisa pingsan dan kehilangan nyawamu setengah. Tapi untuk orang yang bukan utusan dewa mereka akan langsung mati."
"Berarti orang yang di luar bersih-bersih adalah tumbal?" tanyaku pada 999.
"Ya. Begitu mereka mendengar alunan ini mereka akan langsung mati." Jawab 999.
Aku menuju keluar dan mendapati ada 10 orang warga meninggal. Jasad mereka otomatis menghilang begitu menyentuh tanah. Mereka tampak diserap oleh akar pohon ini tanpa sisa. 999 muncul dan mengikuti.
"Kamu mau berkeliling Ludanes sendirian?" tanya 999.
"Ke mana mereka perginya?" tanyaku dan menatap wanita berambut merah sebahu itu.
"Sesuai perbuatan mereka. Mereka yang dikirim ke sini adalah kriminal." Jawab 999 dan memegang pipiku. 999 memiliki rupa yang menawan tapi yang membedakannya adalah tangannya hanya berupa kerangka tulang.
"Aku memerlukan sarapan pagiku." Kata 999. Mendekatlah dia mulai mengendus bagian leherku. "Ah darah terbaik, darah utusanku sendiri."
"Silakan minum." Aku membuka kerah bajuku hingga ke bahu kananku.
Ketika dia mengigitku rasanya seperti terkena gigitan naga. Selesai meminum darahku, dia perlahan menjadi manusia lagi. 999 melepas gigitannya dan meregangkan badannya. "Untuk mengubah wujudku, aku perlu darah manusia."
"Apakah orang yang berpindah ke dunia ini matinya karena darahnya kamu hisap habis?" tanyaku dan membenarkan pakaianku.
"Tidak. Mereka dibunuh oleh warga." Jawab 999. "Mau tahu ceritanya? Akan aku ceritakan sambil kita berjalan-jalan mengelilingi Ludanes."
999 mengubah wujudnya menjadi wanita dewasa. Karena aku ingin tahu aku mengiyakan ajakannya. Kalau begitu aku sekalian belanja untuk makan pagiku bersama Kuti. Kuti kalau sudah tidur lagi begitu akan susah bangunnya.
Dari Pulau Pohon Suci kami menuju ke arah barat yang merupakan Kota Ludanes bagian barat. 999 pun memulai ceritanya, "Dulu aku memanggil banyak utusan ke dunia ini. Tapi kebanyakan dari mereka lupa karena saking kuatnya mereka. Mereka menyalahgunakannya dan tidak mau mendengarku."
Kami berhenti di toko buah-buahan. Aku membeli dua buah apel dan 2 ikat sawi. Selesai membayarnya kami melanjutkan perjalanan. "Lalu? Kamu membunuh mereka?"
"Tidak. Warga di kota tempat mereka tinggal sudah muak." Jawab 999 dan berjalan di sampingku.
"Muak karena mereka menyalahgunakan kekuatannya?" tanyaku.
"Ya, mereka juga melebihkan aturan dariku. Mereka menggunakan aturan dariku untuk mendapatkan kekuasaan." Jawab 999. "Kurasa itu juga yang membuat Liga Kesatria Flokian ingin berganti Dewa."
"Contohnya?" tanyaku.
"Hmm bagaimana ya?" 999 sedang berpikir. "Aku memberi perintah untuk ikut Raja Majagada. Tapi kamu malah menipu Raja Majaga dan membuat konspirasi untuk melengserkannya menggunakan perintahku."
"Kenapa kamu biarkan?" tanyaku lagi.
"Aku bisa saja menghentikannya. Tapi aku juga kesal karena mereka tidak mendengarkanku sama sekali." Jawab 999. "Jadi ketika dia sudah berkuasa, aku muncul dan menggerakkan para warga untuk memberontak."
"Ketika utusan terdahulu hendak melawan warga. Aku cabut kekuatannya, aku lalu menikmati bagaimana dia dipenggal, disiksa hingga mau meninggal oleh warga." Tambah 999. "Kamu tidak akan begitu kan?"
"Kalau status khususmu kucabut, kamu tidak akan bisa pulang dari dunia ini. Kamu akan meninggal di dunia ini dan dunia ini akan hilang tetapi di dunia nyata orang tuamu tidak akan ingat tentang dirimu. Hal ini juga berlaku bagi Kuti, Dahlan, Rosa." 999 menatapku dengan penuh ancaman.
"Tidak. Aku tidak akan pulang dari dunia ini. Dunia ini nyaman bagiku," kataku dan berhenti di toko sembako, aku membeli bahan-bahan yang aku perlukan untuk memasak. "Bagaimana dengan Dahlan? Aku dengar dia sedang mencari cara untuk pulang dari dunia ini."
"Dia tidak akan bisa. Karena satu-satunya cara bagi pulang selain menyelesaikan perintahku atau membunuhku." 999 menjawab. "Bagaimana dia bisa membunuhku kalau aku bisa mencabut status khususnya begitu saja?"
"Ya aku sudah paham. Bila dia datang untuk melawanmu aku akan membantumu." Kataku. "Aku tidak ingin dunia impianku ini hancur karena dia ingin kembali pulang."
"Anak pintar," 999 mengusap rambutku. Selesai berkeliling dari Kota Ludanes bagian barat. Kami kembali ke katedral di sana ada 20 orang lagi yang sedang bersih-bersih. 999 tampak senang melihat persembahan itu.
"Masih 50, masih jauh dari kuota yang kuberikan. Sepertinya akan seru bila aku melihat Ludanes dikepung oleh Majagada. Apalagi karena dia baru saja memberiku tumbal lagi." gumam 999.
999 masuk ke dalam katedral dan mulai bermain organ lagi. Aku melihat Kuti kini sudah terbangun dan memasak sarapan. Melihatku membawa kantong belanjaan dia sedikit kesal. "Belanja sendiri?"
"Kamu sendiri tidur sayan-sayang." Kataku dengan gugup. "Kamu buat apa untuk sarapan. Ka-kalau begitu ini nanti untuk makan malam."
"Utusan Grandmaster Indarto datang mengantarkan kita makanan. Ayo kita makan dahulu." Jawab Kuti dan mengajakku untuk duduk di sampingnya. Aku meletakkan kertas bungkus belanjaanku di meja dan segera duduk di sampingnya.
"S-suapi aku dong." Pinta Kuti dengan manja.
"Baik." Aku mengambil sendok yang dipegang Kuti dan mulai menyuapinya. Raut mukanya kini bahagia dan dia tampak senang. Kuti pun juga mengambil giliran untuk menyuapi diriku.
Selesai menghabiskan makanan, kami berdua mandi dan menuju guild petualang Kota Ludanes. Keluar dari katedral kami menuju bagian timur kota. Bangunannya terletak di dalam tembok benteng Ludanes tempat para Ordo Kesatria Ludanes bekumpul dan berorganisasi.
Para warga yang kami temui menyapa kami dan banyak yang berlutut pada kami. Akhirnya setelah melalui kerumunan warga kami bisa tiba di depan Guild Petualang.
"Kayaknya tugas harian saja ya. Sambil mencari material, ehe aku lupa bangun pagi sih." Kuti berkata dan membuka pintu untuk masuk ke dalam bersamaku.
Begitu memasuki guild petualang kami didekati oleh banyak tim petualang. Mereka meminta kami untuk kami bergabung dengan party mereka untuk menyelesaikan tugas mereka. Dengan terpaksa aku dan Kuti menolak mereka dengan halus karena kami tidak mau terlibat denga tugas yang bukan tujuan utama kami.
Dua pulu menit berlalu akhirnya kami bisa mencapai papan tugas. Mata Kuti langsung tertuju pada tugas kalahkan naga di Pulau Faore. Dia menatapku, "Apakah kita berdua bisa? Atau kita perlu orang tambahan?"
Aku melihat tugas yang dimaksud Kuti. Naga ini levelnya tidak jauh dari kami berdua. Saat ini aku dan Kuti berada di level 89 sedangkan naga ini ada di 85. Tapi kalau kami berdua akan kesusahan setidaknya kita perlu penyihir dengan kemampuan sihir CC dan penyembuh dan DPS kedua selain Kuti yang menyerang dari jarak dekat.
Dari tipe naga ini dia akan berada dalam dua fase. Fase pertama ketika dia terbang dan fase kedua ketika dia sudah jatuh. Saat terbang aku hanya akan bisa mengandalkan kelincahan Kuti untuk menghindari serangannya. Saat jatuh aku bisa mengalihkan serangan dari naga tersebut supaya yang lain bisa menyerangnya.
"Kurasa sulit, levelnya juga tidak jauh dari kita." Kataku. "Bagaimana kalau kita rekrut para petualang ini?"
"Baiklah. Aku yang akan menyeleksinya." Ucap Kuti dan mengambil tugas ini. "Sana kamu teriak siapa yang mau bergabung dengan kita untuk bertarung dengan naga."
Aku duduk di salah satu meja dan mulai berteriak. "S-siapa yang mau ikut kami untuk melawan naga? Upahnya tinggi dan berpotensi dapat material tingkat tinggi!"
Para petualang semuanya melihat kami dengan ketakutan. Mereka sepertinya tidak pernah terbayangkan untuk melawan naga. Hingga seorang gadis penyihir datang menghadapku. "Aku bisa membantu."
"Ini kartu petualangku." Ujar gadis berambut hitam sebahu yang terawat itu.
Aku menerimanya dan memeriksanya. Gadis ini bernama Romanova, level yang dimiliki 70, sedikit dibawah level naga yang akan kami lawan. Sihir yang dia punya adalah tipe pendukung, dia sudah mempelajari beberapa sihir yang mengikat lawan dan memperlambat lawan. "Apakah kamu punya kemampuan penyembuh?"
"Ma-masih level rendah." Jawabnya. "Level 1."
"Oke. Tidak apa-apa, tunggu sebentar ya. Kuti, sini!" aku memanggil Kuti.
Dia segera duduk di sampingku dan berbincang-bincang dengan Romanova. Kuti tampaknya suka dengan Romanova dia melihatku, "Tidak apa-apa kan? Untuk penyembuhan kita bisa menggantungkan diri dengan ramuan?"
"Y-ya." Balasku. Aku bersiap untuk berteriak lagi. "Aku perlu satu orang lagi, paling tidak hebat menggunakan tombak dengan minimal level 50-70!"
Seorang kesatria maju dan itu adalah Atmaja. Orang yang melawanku waktu aku masih membantu Majagada. Atmaja duduk di hadapanku dan memberikan kartunya. Aku tersenyum dan menyalaminya. "In-ini aku sudah yakin kalau dia bisa dan kuat."
"Terima kasih atas pujian. Jika waktu itu kita bertarung saat kondisi Anda fit. Aku yakin aku pasti kalah." Kata Atmaja.
Aku mengecek kartunya, level 76, mahir dalam tombak, pedang, statistik serangannya bagus. Kuti juga langsung memberi tanda setuju. "Oke Atmaja kamu diterima. Mohon bantuannya untuk mengalahkan naga nanti."
"Sama-sama Utusan Dewa Thomas." Balas Atmaja.
"Panggil Thomas sa-saja." kataku. "Kita akan berkumpul di pelabuhan besok pagi. Bawa persiapan terutama untuk anti racun. Serangan naga ini kebanyakan memberikan racun."
"Baik." jawab Romanova.
"Tentu saja. Ini pengalaman pertamaku mengalahkan naga. Grandmaster Indarto selalu melarangku untuk mengambil tugas tingkat tinggi sih. Tapi aku yakin dengan bantuan kita semua kita bisa mengalahkannya!" ujar Atmaja dengan penuh semangat.