Chereads / A Story in A New World! / Chapter 11 - Bab 10: Tawanan (2)

Chapter 11 - Bab 10: Tawanan (2)

Ketika kami berjalan pulang, sudah banyak rombongan kereta kuda di depan mansion. Indarto menyuruh kami untuk masuk ke dalam kamar kami. Suasana di lantai 1 begitu ramai, banyak orang berbaju zirah berbincang-bincang.

"Siapa mereka?" tanyaku pada Indarto.

"Mereka adalah penjaga pribadi para dewan. Saya akan menjelaskan kesalahpahaman kalau Anda bukan utusan dewa pada mereka. Oleh karena itu saya meminta Anda berada di sini dahulu." Jawab Indarto dan pergi dari kamar kami.

"Jadi bingung mau ngapain kalau begini." Kata Kuti. "Raja Majagada bodoh dan sialan. Aku jadi penasaran bagaimana dengan nasib kedua orang tua kita."

"Y-ya, aku setuju dengan itu." Aku duduk di samping Kuti. "Ta-tapi jangan khawatir, aku tadi sudah kirim pesan kepada mereka kalau kita aman dan diperlakukan dengan baik di sini."

"Sisi baiknya kita bisa berpetualang berdua lagi! Tidak usah ikut perang tidak berguna ini. Setelah ini yuk kita berkelana berkeliling dunia." Kuti menatapku dengan penuh harap.

Aku mengangguk-angguk dan memeluknya. "Pasti. Kita pasti akan berkelana jauh kok."

Pintu kamar kami diketuk, terdengar suara Indarto dari balik pintu. "Para dewan sudah datang. Mereka meminta audiensi langsung dengan utusan dewa."

Aku membukakan pintunya, Indarto menuntun kami berdua ke bawah. Begitu kami terlihat menuruni tangga, semua orang yang ada di bawah menundukkan kepalanya dan berada dalam keheningan.

Indarto membawa kami berdua ke hadapan 6 orang yang duduk melingkar di ruang tamu. "Para dewan sekalian, perkenalkan, Thomas dan Kuti, mereka adalah utusan dari Dewa 999 kepada kita."

"Tampak sesuai yang diberitakan dalam ramalan. Berarti nenek sihir tua itu tidak gila." Ujar salah satu dewan. "Berarti kita akan bawa mereka ke pohon suci. Bila mereka bisa memanggil 999 untuk turun dan berbicara lagi kepada kita. Berarti kita harus kembali ke ajaran yang lurus dan mulai mempersembahkan tumbal bagi 999."

"Aku setuju." Sahut anggota dewan lainnya.

Perbincangan dengan mereka pun berlanjut. Mereka meminta bukti soal kami adalah utusan dewa. Kuti menunjukkan kemampuannya dan aku menunjukkan kemampuanku. Semua orang kesatria yang memukulku merasa kesakitan. Begitu pula dengan kemampuan khusus Kuti untuk menghilang. Setelah mereka percaya, kami pun dibawa menuju keluar dan masuk ke dalam kereta kuda milik Indarto lagi. Aku bertanya kepada Indarto, "Kami akan dibawa ke mana?"

"Kota Ludanes," jawab Indarto. "Pohon Suci lebih tepatnya."

"Jika kalian bisa memanggil dewa. Maka kami akan memperlakukan khusus kalian. Kami akan menghidupi lagi kuil dewa dan memulai mencari tumbal lagi." Kata Indarto.

"Kenapa kalian menutup kuil?" tanyaku.

"Karena kami tidak ingin lagi berhubungan dengan dewa kematian." Jawab Indarto. "Kami sudah muak dan capek mencari tumbal dalam jumlah besar sebagai ganti kekuatan dan berkah yang dia limpahkan."

"Orang sesat." Ejek Kuti.

"Membunuh ratusan orang sebagai tumbal apakah tidak merasa salah bagimu?" tanya Indarto.

"Kenapa kalian memilih dewa kematian sebagai dewa kalian?" tanya Kuti balik.

Keduanya terdebat perdebatan seru satu sama lain dan aku hanya mendengarkannya saja. Ponselku bergetar karena ada pesan lagi. Setelah aku periksa, ternyata pesan dari sang dewa itu sendiri 999.

"Tidak lama lagi kita akan bertemu. Jangan kaget dengan penampilanku." Kata 999.

"Tumben Anda memulai percakapan dahulu?" balasku.

"Karena aku senang untuk pertama kalinya utusanku memanggilku." Balasnya.

"Utusan sebelumnya ada?" tanyaku.

"Ada dan sudah dibunuh." Jawabnya. "Kamu tidak ingin bertanya hal yang lain lagi selain ini?"

"Tidak." balasku.

Aku kirim pesan lagi kepada kedua orang tuaku mengabarkan kalau kami berada di Kota Ludanes. Mereka berkata bahwa Raja Majagada sedang mengumpulkan pasukan besar-besaran untuk serangan berikutnya. Aku memberitahukan ini kepada 999.

"Apa yang harus kami lakukan?" tanyaku.

"Kalian diam saja." jawab 999. "Kalau Ludanes bisa bertahan. Kalian akan membantu Ludanes. Kalau Majagada berhasil merebut kalian kembali. Kalian ikut Majagada lagi."

"Tapi ada pilihan ketiga yang akan kuberikan pada kalian. Kalian kabur dan meneruskan perjalanan." Tambah 999.

"Aku akan memutuskannya bersama Kuti nanti." Jawabku.

"Kalau kalian ingin berpetualangan. Pilih opsi terakhir, jika kalian ingin hidup diperlakukan dengan mulia pilih opsi satu dan dua." Balas 999.

Aku memasukkan kembali ponselku. Indarto melihatku, "Anda punya ponsel juga? Maukah Anda bertukar nomor denganku?"

"Tidak." balas Kuti dengan cepat. "Nomor ponsel kami rahasia."

"Kalau tidak boleh tidak apa-apa." Kata Indarto.

Rombongan kereta kuda kami memasuki gerbang timur Ludanes. Para warga berjejer menyambut kami. Mereka semua berlutut dan mengibarkann bendera hitam dengan angka 999 yang disusun membentuk segitiga. Kami langsung menuju tengah kota tempat pohon suci berada.

Kota Ludanes merupakan ibukota dari Liga Kesatria Flokian. Kota ini terbelah menjadi dua bagian, sisi timur dan barat karena terpisah oleh Sungai Sleland di tengah Sungai Sleland terdapat satu pulau dengan pohon besar menjulang tinggi ke angkasa. Di dekat akar pohon tersebut terdapat bangunan dari batu yang mirip seperti katedral.

Para warga mengekor mengiring rombongan kami. Gerbang jembatan menuju Pulau Katedral terbuka. Para penjaganya berlutut begitu melihat kami. Sampai di depan katedral, kami dipersilakan untuk turun.

Indarto turun dahulu dan membantuku untuk turun. Para warga terdiam dan berlutut melihatku. Entah ketakutan atau karena menghormatiku aku tidak tahu. Kuti berada di belakangku dan kami berdua diarahkan menuju ke katedral.

Melintasi jalan yang sudah dipasang dengan batu bata yang berlumut membuatku harus hati-hati. Aku bertanya kepada Indarto, "Apakah tempat ini tidak pernah dirawat? Bukannya ini tempat suci mengapa kalian membiarkannya tidak terurus?"

"Maafkan kami! Kami begitu lalai!" jawab Indarto.

Para anggota dewan kesatria sudah berada di depan pintu dobel kayu untuk masuk ke katedral. Mereka membuka gembok rantai yang mengunci pintu tersebut. Indarto membukakannya kepada kami, aroma bangunan tua menyerang hidung kami. Bau dupa masih tercium dan ada dupa yang masih menyala.

"Ah! Dupanya menyala!" Indarto berteriak. "Puja orang suci!"

Kursi-kursi yang berjajar di ruang utama katedral masih tertutup oleh kain untuk menghindari debu. Ada sebuah benda besar yang ditutupi kain di atas altar. Indarto mempersilahkanku untuk naik ke atas altar. Karena mereka tidak berhak ke atas altar.

Indarto dan anggota dewan lainnya dibantu warga membersihkan area ini. Aku dan Kuti membuka kain yang menutupi benda besar ini. Ternyata sebuah patung seseorang berjubah memiliki sayap 9 dan membawa sabit di tangannya. Jadi ini wujud 999?

Ada sebuah tangga dari bilik kecil di dekat altar. Aku menaiki tangga tersebut sedangkan Kuti membersihkan area altar. Tangga tersebut menuju ke lantai 2 katedral. Ada tulisan di sana ruangan orang suci di pintu dekat tangga. Hanya pintu ini lah yang ada di lantai 2.

Setelah aku buka, ruangan besar ini berisi peralatan rumah tangga dan tempat tidur. Terdengar teriakan Kuti dari bawah memanggilku. Aku segera kembali ke ruang utama. Semuanya sudah tampak bersih kembali.

Ada sebuah bagian tembok yang aneh dan Kuti membukanya. Di sana terdapat salah satu akar bagian pohon suci. Aku dan Kuti menyentuhnya, sebuah sinar lingkaran putih muncur di atas katedral. Pohon suci bergetar dengan hebat, semua orang berlutut kecuali kami.

Sebuah portal muncul, ada sebuah kerangka tangan keluar dari sana. Lalu kemudian muncul sesosok orang yang persis dengan patung tersebut. "Aku kembali ... meminta tumbalku dan mempertanyakan kenapa kalian melupakanku?"

"Bantu aku Thomas." Perintahnya.

Aku membantunya keluar dari portal dan dia perlahan membesar. Ukurannya 3x dari manusia biasa. Oh aku paham kenapa atap katedral ini dibuat besar. Patungnya perlahan memasuki ke dalam tanah dan muncul sebuah singgasana besar terbuat dari akar pohon.

"Sini duduk denganku utusan suciku." Ajaknya padaku dan Kuti. Kedua tangannya membawa kami dan mendudukkan kami pada pangkuannya.

Semua orang yang ada di sini ketakutan. Mereka tidak berani bergerak dan berkata apapun. Sesosok raksasa dengan 9 sayap ini menghempaskan ujung bawah sabitnya ke tanah dan berteriak, "Bangun dan lihatlah dewa kalian!"

Jadi ini 999? Aku merasakan kekuatan tidak terbatasnya. 999 kini berkata lagi, "Aku sudah memberkati kalian selama ratusan tahun dan kalian melupakanku? Kalian bahkan ingin menggantiku dengan dewa lain?"

"Thomas, Kuti, tantang duel semua grandmaster dan anggota dewa ini. Biar mereka tahu siapa yang kuat di antara dewa lainnya!" perintah 999.

"Baik." balasku dan Kuti.

Aku melompat turun dari pangkuan 999 dan mengenakan perlengkapanku. "Jadi di mana kita duelnya?"

Kuti pun juga begitu, "Kemarin waktu kami tertangkap, kami kelelahan. Sekarang lain cerita."

Grandmaster lainnya bekerja sama menyerangku. Aku tangkis semua serangan mereka dengan perisaiku. Setelah semua serangan mereka terserap aku memantulkan serangan mereka.

"Kami minta ampun Dewa!" teriak para Grandmaster dan bersujud. "Apa yang kamu minta supaya kami tidak kamu hukum?"

"Persiapkan 5000 orang untuk ditumbalkan. Kalian bebas memilih siapa yang ditumbalkan. Mau tawanan perang, atau warga kalian sendiri terserah." Balas 999. "Hukuman kalian akan terjadi, dua minggu lagi kalian akan mendapatkannya."

"Thomas, Kuti naiklah ke pangkuanku lagi. Kalian semua pergi!" 999 mengusir semua warga dan para grandmaster. Setelah para warga dan grandmaster beserta dewan pergi barulah 999 mengubah dirinya lagi menjadi seukuran dengan manusia biasa.

"Selama dua minggu ini gunakanlah untuk berburu material jika kalian memilih opsi ketiga." Kata 999. "Aku akan ada di sini selama dua minggu juga. Ada yang kalian ingin tanyakan?"

"Bagaimana nasib teman kami Rosa?" tanya Kuti.

"Rosa saat ini berada di Majagada." Jawab 999. "Tidak mengkhawatirkan orang tua kalian?"

"Kurasa saat ini tidak. Tapi Thomas kelihatannya iya." Jawab Kuti.

"I-iya aku me-mengkhawatirkan mereka." kataku.

"Kalau kamu tetap begitu kamu tidak akan bisa bergerak maju Thomas." Kuti mendekatiku dan memelukku. "Kamu sekarang bersamaku. Ayo maju bersamaku, orang tuamu sudah pasti aman di sana."

"Maaf mengganggu, tapi bisakah aku mencicipi darah dari Thomas?" tanya 999. "Perutku lapar. Aku hanya bisa meminum darah dari pria."

"Ha?" Kuti terkejut begitu melihat 999 membuka jubahnya. "Kamu seorang wanita?!"