Keesokan paginya, kami mendapatkan pesan dari 999. Inti pesannya kami disuruh memilih ikut ekspedisi pasukan Majagada untuk menaklukkan Liga Kesatria Flokian atau berpetualang ke daerah Dewa 888 di Kepangerangan Kogurs dan Kepangeranan Naulm.
Aku menunggu Kuti bangun untuk mengambil keputusan bersama. Kuti akhirnya terbangun setelah aku cubit pipinya. Kutunggu hingga dia bangun sepenuhnya barulah menunjukkan pesan dari 999.
"Bagiku, kita ikut Raja Majagada dahulu. Karena dengan ini kita bisa meningkatkan level kita dan kemampuan bertarung kita. Selama ini kita banyak pengalaman dengan musuh monster, tetapi tidak dengan manusia lainnya. Kita juga bisa memanfaatkan kalau kita tidak bisa mati." Saran Kuti.
"Aku meng-mengikuti pilihanmu. Kenapapun kamu ingin pergi aku ikut." Kataku dan memeluk Kuti. "Ayo bangun dan turun ke bawah untuk mandi dan sarapan sebelum memberitahu kepada Raja Majagada kalau kita ikut dia."
Kuti mendahuluiku untuk mandi di rumahnya sendiri. Aku mengambil handukku dan mandi di kamar mandi lantai 2. Setelah itu barulah aku turun ke bawah dan menemukan kedua orang tua kami sedang menunggu di bawah bersama Raja Majagada dan bawahannya.
"Selamat pagi utusan dewa," sapa Raja Majagada.
"Selamat pagi juga Paduka." Balasku dan duduk di depan Raja Majagada.
"Jadi apakah kamu mendapatkan titah dari para dewa lagi?" tanyanya padaku.
"Benar sekali Paduka. Kami diperintahkan untuk membantumu menaklukkan Liga Kesatria Flokian." Jawabku.
Wajah Raja Majagada sangat senang, dia tersenyum dengan bangga. Orang tuaku dan orang tua Kuti melihatku dengan bangga juga. Untuk pertama kalinya aku merasa bangga dengan pencapaianku. Menunggu Kuti datang barulah kami sarapan bersama pagi ini.
Dari sarapan ini aku mendapat informasi bahwa kita akan melanjutkan perjalanan setelah ini ke Kota Ohms. Jarak tempuhnya hanya beberapa jam saja dengan kendaraan tempur bantuan dari Majagada yang baru saja sampai. Semuanya akan diangkut menggunakan kendaraan ini.
Aku dan Kuti bersiap dan berkemas barang-barang yang akan kami bawa. Selesai berkemas kami berdua menuju depan bangunan guild yang hancur. Kendaraan tempur yang dimaksud ternyata rombongan karavan kuda. Tas ranselku dan Kuti kami titipkan di karavan yang mengangkut barang Raja Majagada seperti yang ia suruh.
Aku dan Kuti berkuda di belakang Raja Majagada, kami berangkat tepat jam 10 pagi. Untungnya sinar matahari musim penghujan tidak terlalu menyakitkan kami. Hanya saja jika hujan dan kita melewati jalan yang belum dipaving akan menyulitkan kami.
Selama perjalanan kami, kami dicegat oleh Ordo Kesatria Matahari di jalan menuju Kota Ohms. Mereka berjumlah 5rb orang infantri dengan menggunakan pedang semuanya. Raja Majagada memberikan instruksi padaku untuk tidak ikut campur dan membiarkan pasukannya yang bertarung.
"Jika aku terlalu mengandalkan bantuan Dewa, pasukanku tidak akan berpengalaman dan malas." Kata Raja Majagada. "Kalian akan kupersilakan untuk membantu bila terjadi pertempuran besar dan pasukanku mengalami jalan buntu."
Selama dua jam melakukan perlawanan. Mereka akhirnya mundur, Raja Majagada tidak memberikan perintah kepada pasukannya untuk mengejar pasukan musuh yang mundur. Dia tampak berhati-hati akan sesuatu. Terlebih lagi jalan di depan kami semakin mengecil karena memasuki area hutan lebat.
"Menurutmu bagaimana bila karavanku aku pindahkan ke depan? Aku merasa di depan sana akan ada sergapan." Raja Majagada berbicara padaku.
"P-paduka," balasku. "Ji-jika karavan berada di depan, bukankah Anda nanti akan membahayakan logistik Anda? Bagaimana kalau kita tinggalkan sebentar rombongan logistik kita, lalu kita mengirim pasukan pengintai untuk maju dahulu."
"Atau Anda men-mengirim saya untuk mengintai sendirian." Saranku pada Raja Majagada. "Kalau ada pasukan berapa banyak pun saya siap membantai mereka."
"Tidak. Aku tidak ingin musuh tahu kalau aku punya kartu bagus. Kamu tetap di sini dan bersabar." Kata Raja Majagada.
Aku mengangguk dan menaati perintah dari Raja Majagada. Raja Majagada menaruh rombongan karavannya di depan dan melanjutkan perjalanan. Benar firasat Raja Majagada, dari depan kesatria berkuda dari musuh muncul dan menyerang. Tapi karena ketutupan gerobak karavan kami, mereka tidak bisa meluncur dengan kecepatan penuh dan sedikit melambat.
Prajurit infantri Majagada maju dan menyerang pasukan berkuda itu. Tapi tiba-tiba dari sisi kanan dan kiri kami muncul gerombolan kesatria lagi. Raja Majagada memerintahkanku untuk bersama Kuti dan tidak membantu pasukannya.
Raja Majagada menyuruh kami untuk berjaga di sekitarnya. Orang ini begitu yakin akan kemampuan pasukannya. Yah menurutku tidak apa-apa, aku sekalian mendinginkan pikiranku setelah melihat kejadian kemarin.
Aku berkuda di samping Kuti. "Pasukan Majagada kuat sekali ya. Tekad dan keinginan mereka yang menurutku membuat mereka kuat."
"Tapi masih kuat kita." Kata Kuti.
Pasukan Majagada berhasil mengalahkan sergapan mereka. Kini mereka semakin dekat dengan Kota Ohms. Anggota kesatria mereka yang ketakutan menyerah dan membiarkan Majagada masuk dan melalui kota mereka.
Para warga bersorak menyambut kedatangan mereka. Tapi aku yakin sorakan mereka karena ketakutan mungkin karena mendengar kami membantai semua kesatria di kota kami. Tanpa banyak basa-basi Raja Majagada memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Menyebrangi jembatan Kota Ohms mempermudah kami melintasi Sungai Klaka.
Sepanjang perjalanan kami, kota yang mendengar aksi kebrutalan kami langsung menyerah begitu melihat pasukan kami tiba. Dalam dua hari ini kami menaklukkan 6 kota dengan mudah. Wilayah yang dikendalikan oleh Ordo Kesatria Bulan dan Matahari sudah kami taklukkan semua. Grandmaster dari Ordo Kesatria Matahari melarikan diri ke wilayah Ordo Kesatria Ludanes.
Selama perjalanan ini aku menyadari bagaimana Raja Majagade memilih orang untuk dikasihani dan dibunuh. Yang ia bunuh adalah yang menghalangi jalannya dan tidak mau tunduk padanya. Dia juga mengampuni warga asalkan mereka mau memberikan dia makanan dan air selama pasukannya berada di sini.
Kami mendirikan tenda di sekitar Kota Nesbakki, pasukan Ordo Kesatria Ludanes melihat dan mengintai kami dari atas bangunan kota. Kota Nesbakki tidak memiliki tembok sepertinya jika mereka mau bertarung pasti akan mereka lakukan di tempat terbuka.
"Kuti, saatnya makan." Aku memasuki tendaku dan Kuti. Kudapati Kuti sedang berbaring dan tertidur pulas.
Aku kembali ke luar dan mengambil dua buah piring berisi sop daging sapi dan mengambil nasi. Setelah itu aku bawakan piring tersebut ke dalam tenda. Kuti yang mencium bau aroma makanan langsung membuka matanya.
"Suapi dong." Pintanya dengan manja. "Kantung tidurku terlalu hangat."
"Keluarlah dan akan aku hang-hangatkan." Balasku, setelah menaruh dua piring kami di dekat api unggun kami. Tanganku membuka resleting kantung tidurnya dan memeluknya. "Ayo makan."
"Ini hangat," Kuti memelukku dengan erat dan mencium bibirku. "Nyaman sekali sayang. Sepertinya seru sekali bila suatu hari nanti bila kita sudah bosan berpetualang di sini kita menikah, punya anak dan hidup hingga tua di sini."
"Iya. Tapi petualangan kita masih panjang." Balasku dan mengajaknya untuk makan malam bersama.
"Oh ya kita perlu mencari material dan item lagi tahu untuk reparasi." Kata Kuti. "Selesai menaklukkan Ludanes kita perlu banyak material terutama gigi naga."
"Sehubungan dengan itu aku dengar dari tawanan yang aku tanyai, di sebelah barat daya Ludanes ada pulau tempat naga bersemayam. Mungkin kita bisa mencarinya di sana." Kataku dan menghabiskan makananku.
Aku bertanya kepada 999, kuambil pesanku dan mengirimkan pesan kepadanya. "Apakah boleh kami mengambil waktu untuk mencari material?"
"Boleh. Aku justru senang melihat kalian berusaha untuk menjadi kuat dan tidak meminta dariku." Balas 999. "Ngomong-ngomong, aku sudah haus akan tumbal lagi. Kalian bisa kan memberikanku tumbal dari perang yang akan terjadi esok?"
"Berapa yang harus kubunuh?" tanyaku.
"Sepuluh saja." jawab 999.
Tiba-tiba di grup mabar kami ada pesan dari Dahlan. "Kuti, Thomas! Kalian penghianat! Lihat saja bila kita bertemu nanti! Aku akan bisa mengalahkan kalian!"
Rosa menghardik Dahlan, "Dahlan! Jika kamu tidak dikasihani. Kamu sudah meninggal sekarang. Thomas dan Kuti menyelamatkanku dari eksekusi mati."
"Sebagai gantinya kami harus bekerja pada Raja Majagada. Orang tua kami disandra oleh mereka." balas Kuti.
"Serius? 999 kamu tidak bisa membantu mereka?" tanya Dahlan.
"Tidak." jawab 999.
"Kalau begitu maaf telah menuduh kalian." Balas Dahlan. "Kalian sekarang ada di mana?"
"Aku dan Thomas dipaksa ikut Raja Majagada untuk ikut selama perang mereka." balas Kuti.
"Aku sedang berguru di daerah Kerajaan Majagada." Kata Rosa. "Kamu sendiri di mana Dahlan?"
"Aku saat ini berada di daerah Rurga yang merupakan bagian dari Kekaisaran Ilm. Aku hanya menikmati mengalahkan monster dan membantu warga." Balas Dahlan. "Thomas ke mana? Tumben tidak menjawab?"
"Thomas sedang disiksa oleh Raja Majaga." Jawab Kuti sambil berbohong. "Karena dia melawan terus."
Aku menatap Kuti dan mendengus kesal. Dia tertawa cekikikan, "Untung Dahlan begitu bodoh. Dibohongi begitu saja oleh Rosa dan kita langsung percaya dia."
"Aku malah me-merasa bersalah. Dahlan adalah orang yang baik. Aku merasa justru kita lah yang jahat. Kita tidak bisa berempat lagi." kataku dan membawa dua piring kosong kami kembali ke bagian dapur.
"Aku ikut." Pinta Kuti dan mengekor di belakangku.
Selesai mengembalikan piring ke bagian dapur. Aku dan Kuti memanjat salah satu menara pengawas yang ada di tengah perkemahan untuk melihat pemandangan. Pemandangannya begitu sangat indah.
Kami saling bergandengan tangan menikmati pemandangan langit malam yang penuh bintang. "Di dunia asli kita. Pemandangan seperti ini sudah jarang karena polusi. Aku juga lega di dunia ini aku tidak gampang sakit. Terlebih lagi aku bisa menyatakan cinta kepada seseorang." Kata Kuti dan memandangku.
"Ku-kuti apa alasanmu mencintaiku?" tanyaku.
"Ada deh!" jawab Kuti dengan nada senang. "Mau di dunia ini atau di dunia asli. Aku tetap mencintaimu kok."
"A-aku juga." Balasku dengan malu-malu. "Sebenarnya dari kecil hingga kita sekolah bersama t-tapi aku takut mengatakannya karena kamu terlalu populer a-aku jadi minder."
"Tapi aku tetap memilihmu kok. Dari banyaknya pria yang menyatakan suka padaku hanya kamu pilihanku." Kuti menatapku dengan serius. "Jadilah sedikit pemberani dan bisa mengambil keputusan dengan tegas Thomas."
"H-harinya sudah malam! A-ayo tidur!" kataku dan mengalihkan perhatian. "T-tapi t-terima kasih Kuti."