Chereads / A Story in A New World! / Chapter 6 - Bab 5: 999 (1)

Chapter 6 - Bab 5: 999 (1)

Kubuka mataku dan menemukan Kuti di hadapanku. Dia melihatku dengan senyum-senyum manisnya. Aku mengambil selimutku kembali dan menariknya hingga menutupi bagian kepalaku.

"Bangun! Dari 999 aku dengar kamu menerima permintaannya? Asyik! Kita bisa tinggal selamanya di dunia ini!" kata Kuti dan menarik selimutku. "Ayo bangun!"

Kuti mengecup dahiku dan membuatku terkaget begitu sentuhan bibir hangatnya mengenai dahiku. Aku mengucek kedua mataku dan meregangkan badan lalu beranjak pergi dari kasur. Kuti menunjukkan ponselnya, "Tugas kita berdua dari 999 adalah hari ini memilih antara membiarkan Ordo Kesatria Bulan dihancurkan oleh pasukan dari Kerajaan Majagada atau membantu Ordo Kesatria Bulan."

Kuambil ponselku dan memeriksanya. Benar adanya tentang tugas itu. "Berarti surat ancaman dari utusan kemarin itu benar ya. Menurutmu bagaimana Kuti? Kita bantu atau kita biarkan saja?"

Di deskripsi tugas ini ada tulisan kecil bila membiarkan Kerajaan Majagada menang, maka akan terbuka jalur pengabdian untuk Kerajaan Majagada. Bila membantu Kesatria Bulan, kami akan membuka jalur pahlawan.

"Aku penasaran apakah Dahlan dan Rosa mendapatkan pesan dari 999 juga. Bila iya, apa yang mereka pilih?" gumamku.

Tiba-tiba saja pesan dari 999 muncul di ponselku. "Mereka tidak menerimanya. Mereka memilih jalur bertarung dengan Kesatria Bulan."

"Apakah kami masih bisa membuat party bersama mereka?" tanyaku.

"Bisa. Tapi hindari terlalu emosional dalam hubungan party kalian. Karena kalian harus tahu bahwa fakta kamu dan Kuti bekerja padaku tidak boleh diketahui oleh mereka." jawab 999.

Pesan grup muncul, Dahlan mengajak kami untuk bertemu di depan guild untuk party berempat menyelesaikan tugas harian. Aku dan Kuti menerima ajakannya, Kuti mendorongku untuk cepat mandi dan sarapan.

"Ayah dan ibuku ke mana?" tanyaku.

"Mereka ke luar kota untuk bertemu orang tuaku." Jawab Kuti.

"Ha? Hei tunggu! Ada apa?" tanyaku lagi.

"Sudah sana cepat mandi dan sarapan! Kita tidak boleh telat tahu ke depan guild dan memaksimalkan waktu untuk menyelesaikan tugas hariannya!" jawab Kuti dan menendangku keluar dari kamarku. Lalu dia melemparkan handuk dan baju gantiku.

Selesai mandi dan sarapan, oh Kuti yang memasaknya. Enak sekali, aku bergegas mengambil peralatanku dan menghampiri Kuti di luar. Dia memintaku menemaninya di toko pandai besi untuk mengambil pesanannya. Paman pandai besi itu menepati janjinya dan menyelesaikan pesanan anak panah yang diminta Kuti.

Kuti membayar penuh total tagihannya dan dia keluar dengan bahagia. "Tinggal tempat anak panah tak terbatasnya. Kita kalau nyari bahannya harus melawan naga."

"Gampang." Balasku. "Nanti kita akan berpetualang mencarinya."

Kami melanjutkan perjalanan ke guild. Di depan sana terlihat Dahlan dan Rosa menunggu kami. Wajah Rosa kaget melihatku, "Lho Kuti, ini siapa di sampingmu?"

"Thomas." Balas Kuti.

"Ah kamu mengubah penampilanmu ya? Bagus dan cocok untukmu." Puji Rosa. "Lalu mari kita selesaikan misi harian kita. Yang pertama cuma membantu petani sih untuk panen gandum sih."

"Oh ya. Apakah kita akan meresmikan party kita dan mendaftarkannya ke guild?" tanya Dahlan.

"Kalian berdua saja. Kami berdua tidak bisa," balasku. "Ka-karena masih ada orang tua kami. Kami tidak bisa pergi berpetualang jauh."

"Yah kalau begitu Rosa kamu mau duo party?" tanya Dahlan.

"Tidak. Aku akan berpetualang solo." Jawab Rosa. "Tapi untuk misi harian kita bisa bersama-sama."

"Oh ya, kalian ada pikiran gak untuk kembali ke dunia yang dulu?" tanya Dahlan tiba-tiba.

"Tidak," jawabku dan Kuti bersamaan.

"Ya." Jawab Rosa.

"Ahahahah. Jadi begitu, party kita sudah buyar. Oke, sepertinya ini misi harian bersama terakhir kita." Kata Dahlan. Sepanjang kami berempat menyelesaikan misi harian dia hanya terdiam dan tak bersuara. Sesekali ia bercanda untuk mencairkan suasana tetapi gagal. Maafkan aku teman, tapi kita sepertinya tidak bisa bersama lagi.

Ponselku bergetar, ada alaram berbunyi soal invasi Kerajaan Majagada ke kota kami. Saat ini posisi kami berempat sedang selesai makan siang dan mau melanjutkan tugas harian terakhir. Tetapi bel lonceng bahaya kota berbunyi dengan kencang.

Para anggota Ordo Kesatria Bulan yang menguasai kota awal kami ini mengumpulkan anggotanya. Terlihat kericuhan warga yang panik ada di mana-mana. Untungnya, kedua orangtuaku dan orangtua Kuti sedang pergi. Jadi kami tidak perlu khawatir tentang keselamatan orang tua kami.

"Kalian mau ikut?" tanya Dahlan. "Ayolah. Masa hanya karena kita berbeda pandangan tentang petualangan kita. Kita sampai tercerai berai?"

"Kali ini aku ikut denganmu Dahlan. Selebihnya aku akan berpetualangan sendiri." Jawab Rosa.

"Aku dan Thomas tidak bisa. Kami dilarang untuk ikut bertempur." Kata Kuti dan memeluk lengan kiri erat. Aku yang masih menikmati makan siangku pun menaruh sendokku dan melihat Dahlan.

"Itu benar Dahlan, kami tidak bisa membantu. Semoga kalian selamat." Ucapku pada Dahlan. "Tolong jaga dan lindungi kota ini."

"Kalian ini melewatkan kesempatan menjadi pahlawan lho. Apalagi kita diberi kekuatan lebih dari si 999 ini." Raut muka kecewa terlihat pada wajah Dahlan. "Yah aku tidak bisa memungkiri karena kalian anak rumahan dan baik sih. Ya sudah, Rosa ayo kita ikut berkumpul!"

Dahlan dan Rosa pergi meninggalkan kami berdua yang masih duduk di bangku milik rumah makan. Ponselku dan Kuti bergetar, kami dapat perintah dari 999 untuk berada di luar kota. Aku dan Kuti selesai menyelesaikan makanan kami dan berangkat.

999 ini menyuruh kami untuk berada di luar kota. Lebih tepatnya di Hutan Kao di selatan kota. Aku menanyakan kepada 999 apakah orang tua kami selamat. Dia membalasnya hanya dengan emoji jempol. Kami berdua bernapas lega begitu mengetahui ini.

Tapi kini untuk jalan keluar dari tembok yang mengelilingi kota dilindungi oleh anggota Ordo Kesatria Bulan. Kami pun tidak kehabisan akal, Kuti membuat distraksi dengan membakar salah satu rumah warga dengan kemampuannya agar aku bisa menaruh tangga untuk memanjat tembok. Saat perhatian para penjaga teralihkan kami berdua memanjat tembok dan keluar dari kota.

Ketika berada di mulut Hutan Kao, kami dicegat oleh segerombolan orang berpakaian ninja. Aku mempersiapkan perisai dan gadaku. Kuti bersiap dan berlindung di balik badanku.

Seseorang muncul dan menyarungkan pedangnya. Dia pun bertanya, "Apa kau Thomas dan Kuti, utusan dari 999?"

Ponselku bergetar lagi, begitu juga dengan milik Kuti. Ada pesan dari 999, "Ikuti saja apa yang mereka mau. Kalian nanti akan bertemu dengan Raja Majagada dan dia akan menyewa kalian dengan harga mahal."

"Kamu menyuruh kami untuk jadi prajurit bayaran nih?" balasku.

"Lakukan saja." balas 999.

"Ya! A-ada perlu apa?" tanyaku. Sial, kebiasaanku saat gugup kumat lagi.

"Ah syukurlah, sini ikut bersamaku. Raja Majagada ingin bertemu dengan pasangan yang diramalkan." Balas orang itu dan memerintahkan para ninja lainnya untuk bersembunyi lagi. Dia mendekatiku dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Perkenalkan saya Godam. Salah satu bawahan dari Raja Majagada. Sini ikut saya untuk bertemu dengan Paduka Kromosemito kedua." Balas pria di depanku ini.

"Thomas, lalu ini k-kekasihku Kuti." Kataku dan menyalami dia.

Kami berdua berjalan melewati hutan hingga sampai ke padang rumput Kao tempat pasukan Majagada mendirikan kemah. Saat ini kota awal kami sedang dikepung oleh mereka. Godam mengantarkan kami tepat ke tenda utama milik Raja Majagada, Kromosemito kedua.

Goda menunduk saat berhadapan dengan Raja Majagada di tendanya. Saat ini sang raja sedang bersantai sambil meminum teh di tendanya. "Paduka, saya membawakan kedua utusan dari Dewa 999."

Melihat kami berdua, Raja Majagada berlutut kepada kami. "Wahai utusan dewa! Terima kasih telah datang menemui kami! Saat ini kami akan berperang dengan Liga Kesatria Flokian dan akan mengambil wilayah mereka untuk menjadi wilayah kami. Bisakah Anda membantu kami dalam melaksanakan ambisi kami?"

Aku dan Kuti saling kebingungan. Lalu teringat dengan lore dari game yang kami mainkan. Benar dari setiap daerah memiliki Dewa mereka masing-masing. Jadi dewa daerah ini adalah 999.

Ah aku menyadari sesuatu. Jangan-jangan nanti kami harus bertarung juga dengan utusan dewa lainnya untuk membuat peringkat 999 naik dan semakin berkuasa? Ponselku bergetar lagi, ada pesan dari 999. "Tepat sekali. Tenang saja, saat ini aku berada di peringkat ke 3 terkuat di antara dewa lainnya. Terima tawaran dari Raja Majagada jangan lupa."

"Baiklah, kami akan terima." Kata Kuti.

Wajah Raja Majagada bersemi kembali, diperintahkannya bawahannya untuk mendirikan tenda bagi kami. Jadi kami harus melawan kota kami sendiri? Lalu gimana ini konsepnya?

Aku dan Kuti diajak berdiskusi bersama Raja Majagada untuk membahas strategi. Karena saat ini kabar pertempuran di gerbang timur kota imbang. Namun yang lebih mengejutkan lagi, kami berdua bertemu dengan orang tua kami di kemah ini.

"Lho ayah dan ibu?" tanya Kuti begitu melihat orang tuanya di sini. "Juga paman dan bibi?"

Ponselku bergetar dan ada pesan masuk dari 999. "Ini yang kumaksud membuat orang tuamu aman. Aku menggerakkan kedua orang tuamu untuk menerima tawaran dari Raja Majagada. Raja ini dengan senang hati menjadikan kedua orang tuamu bangsawan karena kamu adalah anak terpilih utusan dewa."

Aku menghampiri ayah dan ibu. Mereka berdua terlihat bangga begitu mengatakan kami berdua dipilih oleh 999 menjadi utusannya. Setelah berbincang, aku dan Kuti diminta ke gerbang timur untuk mengubah situasi pertempuran di sana oleh Raja Majagada.

Setelah berpamitan kepada orang tua kami masing-masing. Kami berangkat ke sana, Raja Majagada memberikan kami dua buah kuda, yang dengan senang hati kami terima. Ponselku bergetar lagi terdapat notifikasi dari 999 yang menambahkan ke kartu kemampuan kami tentang berkendara dan berkuda. Kuti pun juga memeriksa ponselnya, sepertinya dia mendapat pesan yang sama.

"Ayo Thomas! Kita ke gerbang timur! Mari kita kejutkan Dahlan dan Rosa yang ada di sana." Ucap Kuti dan berkuda duluan meninggalkanku.