Keributan itu ternyata ditimbulkan oleh Dahlan yang sedang bertengkar dengan seseorang. Aku dan Kuti memutuskan untuk tidak ikut campur karena merepotkan nantinya bila terjebak dalam pertikaian ini. Dahlan memukul seseorang yang menggunakan jubah dengan simbol rubah itu berkali-kali.
"Enak saja kamu datang-datang mengirimkan surat dan mengancam kedamaian kota ini. Pulang sana!" ucap Dahlan setelah puas memukul seseorang yang tampaknya seperti utusan itu.
"Lihat saja nanti! Siapa yang akan menang! Paduka Kromosemito pasti menang!" utusan itu pergi dari kerumunan warga.
"Ada apa ini?" Grandmaster Tiana muncul dari dalam guild. "Keributan macam apa ini? Ada yang bertengkar?"
"Tidak, ada orang yang tiba-tiba datang ke sini dan membaca surat ancaman invasi ini." Dahlan menghampiri wanita berambut coklat yang kekar dan gagah itu. Diberikannya surat dari utusan itu tadi.
Grandmaster Tiana membacanya dan menyobek surat itu. "Ini cuma gertakan, Kota ini akan tetap berada di bawah Ordo Kesatria Bulan. Kalian tenang saja kami pasti bisa mengurus mereka."
Menghindari keributan itu, aku dan Kuti masuk ke dalam bangunan guild. Kuti tampak senang karena bangunan ini begitu mirip dengan yang ada di game kami. Dengan cepat dia ke papan pengumuman guild dan mengambil beberapa tugas dan permintaan bantuan yang ada di sana. Selesai mendaftarkan kami berdua sebagai duo party, kami berangkat untuk menyelesaikannya.
"Aku ambil 10 tugas! Sesuai kebiasaan kita!" Kuti menunjukkan daftar di ponselnya dan membagikannya padaku.
"Lho Kuti? Siapa itu di sampingmu?" Dahlan tiba-tiba menyela.
"Thomas." Jawab Kuti.
"Eh? Seriusan? Kok kamu tampak beda?" tanya Dahlan.
"Aku h-hanya potong r-rambut." Jawabku dan tersenyum. "K-kami mau menyelesaikan misi harian. Kamu mau ikut party kita?"
"Tidak. Aku akan menambang emas dulu. Rosa tadi sudah mulai ke akademi untuk menaikkan dan melatih level serangan sihirnya." Balas Dahlan. "Mungkin besok kita sudah bisa party berempat lagi."
"Oke, baiklah kalau begitu. Sampai jumpa!" ucap Kuti dan kami berdua pergi dari guild menuju ke bagian barat kota. Tugas kami yang pertama adalah membantu membasmi serangan slime di ladang anggur warga. Kuti dengan lihainya berhasil memanah mereka dengan tepat sasaran dan aku melindunginya dari berbagai serangan yang slime itu lontarkan.
Selesai menghabisi semua slime yang bertotal 200 biji, kami melaporkannya kepada warga yang meminta bantuan. Warga tersebut terlihat senang ketika melihat kami berhasil membasmi semua slime yang menggangu ladang anggurnya.
"Kuti, lihat jamnya. Sekarang jam 12, kalau tidak salah. Akan muncul mini bos di utara. Kita harus ke sana dengan cepat, karena aku perlu material yang dia jatuhkan. Aku perlu 3 tanduknya, empat kulitnya, serta kristal yang ia jatuhkan." Kataku pada Kuti.
"Oke! Asyik, levelku udah naik drastis. Dari level 20 ke 25." Kuti memeriksa kartunya. Kemudian dia melihatku, "Kamu juga sama. Ayo segera ke sana."
Kami berdua berlarian hingga sampai ke daerah utara kota. Lalu memutuskan untuk beristirahat sebentar di balik batu besar. Hingga muncullah sekawanan badak bercula 5 dan kepala kawanan mereka, badak besar bercula 6.
"K-Kuti tolong bantu ya!" Aku bersemangat dan menghadang kawanan mereka. Mereka kalau tidak dihadang nantinya bisa masuk ke kota dan menimbulkan event kerusuhan di kota. Aku menggunakan kemampuan memancing musuhku agar mereka menyerangku.
Kuti kini berlindung dalam posisi aman dan mempersiapkan panahnya. Kawanan badak itu menyerudukku dan aku berhasil membalikkan 45% hasil serangan mereka berkat kemampuan istimewaku.
Kupukul mereka dengan gadaku dan membuat mereka terdiam. Kuti memanah mereka tepat di matanya, lalu di leher mereka. Satu badak telah kalah dan menjatuhkan material. Kami mengulangi strategi ini hingga kepala kawanan mereka muncul. Untuk menghadapi kepala kawanan ini aku perlu berhati-hati.
Gagal menahan serangan seruduknya sekali saja aku bisa terpental jauh. Juga merisikokan peralatanku rusak. Kalau ada Dahlan dan Rosa di sini, aku bisa meminta mereka untuk mendistraksi dan memperlambat gerakan badak raksasa ini supaya aku bisa melompat dan memukul culanya agar dia berhenti bergerak dan terjatuh ke tanah.
Ketika dia terjatuh ke tanah, barulah Kuti, Rosa, Dahlan bisa menyerangnya dengan hasil serangan yang maksimal. Bila tidak melakukan ini serangan mereka terkena reduksi 50% karena ada sihir perlindungan yang terpasang di culanya. Untuk menyerangnya diperlukan tanker dengan kemampuan CC yang tinggi. Untuk karena itu aku membeli gada bukan pedang.
"I-incar kakinya Kuti!" pintaku pada Kuti. "Jangan meleset! Bila meleset segera ganti posisi!"
Kuti mengangguk, karena kalau dia menjawabku dengan suaranya. Lokasinya akan ketahuan dan dia bisa diserang karena badak ini akan menyerang seseorang dengan total perlindungan yang sedikit.
Panah dari Kuti melesat dan meleset! Aku segera menghindar dari jalur seruduknya dan Kuti segera berpindah posisi dan menghilang. Serudukannya tidak mengenai apapun tapi kini dia bermanuver dengan kecepatan tinggi mengarah padaku. Inilah bahaya dari kepala kawanan ini, dia kalau meleset bisa bermanuver tidak seperti badak biasanya.
Kali ini panah dari Kuti melesat dan mengenai kaki kiri. Badak raksasa itu sedikit melambat dan aku melihat kesempatan untuk meloncat ke kepalanya. Aku persiapkan diriku untuk meloncat dan waktuku untuk meloncat tepat.
Segera kupukul tanduknya dengan gadaku. Badak ini mengerang kesakitan dan berhenti, aku bergegangan dengan erat supaya tidak terlempar. Kini badak ini terkapar, Kuti dengan segera mengincar matanya dan leher badak ini. Aku memukuli tanduk-tanduknya sebelum dia bangkit lagi. Kami mengulangi proses ini sebanyak 15 kali dan akhirnya badak ini kalah.
Banyak material dan item yang aku butuhkan dijatuhkan oleh badak itu. Aku pun mengumpulkannya dan membaginya dengan Kuti. Setelah itu kami lanjut menyelesaikan tugas harian yang diambil oleh Kuti. Sore hari kami berhasil menyelesaikan semua tugas ini dan kembali melapor ke guild.
Setelah mendapat imbalan dari guild. Kami berdua menuju ke toko pandai besi. Di sana aku ijin pada pemilik pandai besi untuk menggunakan alatnya. Dengan kemampuanku, kubuatkan perisai andalan dan gada andalanku di dalam gameku untukku. Dengan material yang sisa aku buatkan juga kepada Kuti busur silang favoritnya.
Pak tua pemilik pandai besi kagum melihatku. "Wow, kamu hebat sekali bisa membuat barang sebagus itu. Kamu pasti habis mati-matian mencari materialnya ya?"
"Ya, kami menghadapi badak raksasa, penjaga reruntuhan, ratusan slime." Jawab Kuti. "Terima kasih Thomas! Akhirnya aku memegang senjata kesukaanku lagi. Paman, aku pesan busur obsidian 200 besok jadi bisa?"
"Kalau besok jadi mahal lho. Aku melembur ada biaya lebihnya." Jawab paman pandai besi itu. Dipelintirnya kumis panjangnya.
"Akan kubayar. Aku bayar dimuka dulu 5%nya. Sisanya akan kubayar langsung bila sudah jadi." Kata Kuti.
Ah benar, aku lupa di party kami dahulu. Kuti merupakan pemain p2w, keluarganya sangat kaya raya sih. Aku tidak heran juga kalau dia bisa memesan item mahal itu. Berkat dia juga party kami bisa mendapatkan level cepat juga.
Paman pandai besi itu sangat senang dan segera menutup tokonya untuk memproses pesanan khusus. Kuti tersenyum dan melirikku, "Mau lihat? Aku tidak menyangka lihatlah."
Ditunjukkannya kartu petualangnya. Jumlah uang yang dia miliki tak terbatas. "Kok bisa Kuti?"
"Entah. Cukup kamu yang tahu sayang." Kuti mencium pipiku. "Saatnya pulang. Hari ini aku akan tidur di kamarku. Sampai ketemu besok! Senang rasanya lihat levelku sudah sampai 50 hari ini."
"Kira-kira maksimalnya level berapa ya? Kalau di game kan 99. Mungkin karena kita MC di game ini bisa lebih dari itu." Kuti bergumam dan pergi pulang. Sebaiknya aku bergegas pulang juga. Aku beli beberapa ikan untuk makan malam. Sesampainya di rumah kudapati Kuti sudah ada di rumahku.
"Lha katanya tidur di rumahmu?" tanyaku.
"Iya. Tapi untuk makan aku masih ke sini. Lebih baik makan bersama kan?" jawab Kuti.
Ibu dan ayah juga barusan pulang. Aku menunjukkan sekantong ikan pada mereka. Ibu langsung bersiap untuk memasaknya dibantu dengan Kuti. Kuti terlihat membisikkan sesuatu pada ibu. Raut muka ibu tersenyum dan melihatku.
Ayah datang menepuk pundakku. "Kudengar kamu tadi bertarung melawan kepala kawanan badak raksasa dan menang? Hebat sekali kamu padahal kamu pakai peralatan tanker lho."
"Kerja sama tim ayah." Balasku dan duduk. "Ayah mandi duluan sana."
Ayah bergegas untuk mandi dan aku duduk di meja makan sambil menunggu giliran untuk mandi. Ponselku bergetar dan aku membukanya, ada pesan pribadi dari 999. "Apakah kamu ingin bertambah kuat? Aku bisa menjadikanmu lebih kuat bukan hanya itu, apapun yang kamu mau."
"Bolehkah aku meminta memaksimalkan semua statusku? Tapi tolong blurkan bila ada petualang lain ingin melihatnya. Serta batasan untuk memakai item ataupun peralatan untukku dihilangkan." Balasku.
"Bisa kukabulkan. Dengan satu syarat." Balas 999.
"Apa itu?" tanyaku.
"Jadi kaki tanganku. Kuti telah menerima tawaranku. Sebagai bonusnya kalau kamu mau, aku akan memastikan kamu dan Kuti tetap saling bersama." Jawabnya.
"Kuti menerimanya? Apa yang ia minta?" tanyaku.
"Rahasia. Tapi salah satunya adalah menginginkanmu tetap bersamanya." Jawab 999.
"Aku terima." Balasku.
"Apakah kamu lebih suka dunia ini atau dunia yang dahulu?" tanya 999 lagi.
"Yang ini." jawabku.
"Apakah kamu ingin kembali?" tanya 999.
"Tidak." jawabku.
"Oke! Permintaanmu kukabulkan! Tolong tetap bersama Kuti dan kalian berdua harus bekerja di bawahku. Setiap pagi akan ada tugas khusus dariku bagi kalian." Kata 999.
"Apakah Dahlan dan Rosa menerima pesan ini juga?" tanyaku.
Tidak dibalas olehnya, aku menyimpan ponselku lagi dan kini giliranku untuk mandi. Selesai mandi, kini giliran Kuti dan aku membantu ibu memasak dan menata piring dan hidangan. Selesai ibu mandi, barulah kami makan bersama.
"Untuk merayakan ada yang jadian!" kata ibu dan melirik kepada kami berdua.
Ayah matanya terbelalak dan tidak percaya. "Se-seriusan! Kalian berdua? Ka-kalian berdua berpacaran?"
Aku menatap Kuti yang kini sedang tersipu malu. "I-iya ayah. Aku berpacaran dengan Kuti."
"Sekalian menikah saja! Akhirnya bu! Kukira ada yang salah dengan anak kita. Ternyata normal!" kata ayah pada ibu.
"Aku memang normal ayah!" balasku. Kami pun melanjutkan makan malam penuh riang gembira.