Chereads / A Story in A New World! / Chapter 4 - Bab 3 Dunia Baru (1)

Chapter 4 - Bab 3 Dunia Baru (1)

Begitu aku membuka mataku kulihat Kuti tampak sedang kegirangan sambil membawa sebuah kartu. Dia melihatku dan menggoyang-goyangkan badanku untuk segera bangun. "Thomas! Bangun! Kita ada di dunia game!"

"K-Kamu masih mimpi Kuti. Mana mungkin kita ada di dunia game?" kataku dan menguap lebar-lebar. Tiba-tiba saja di tanganku terdapat kartu juga. Aku melihatnya, "Eh beneran?"

"Apa kamu juga bermimpi ke dunia yang aneh juga?" tanya Kuti padaku. 

"Iya. Ada suara yang menyuruh memutar roda." Jawabku. "Kalau begitu apakah kita ada di dunia game?"

"Tapi semuanya masih tampak sama seperti dunia kita. Aku akan membuka jendela dan melihatnya." Kuti menuju jendela kamarku dan mebuka tirainya. "Thomas cepat ke sini!"

Begitu aku melihat keluar jendela semuanya berubah. Persis seperti di dalam dunia game. Lalu terdengar suara ibu di luar pintu kamarku. "Kuti, Thomas? Kalian tidak apa-apa? Kalau kalian melakukan itu yang pelan-pelan dong!"

"Enggak bu, kami hanya senang melihat pemandangan di luar!" balasku.

Ponsel kami bergetar dan aku melihat pesan yang sama dari Dahlan dan Rosa. Kami membincangkan hal ini dan mimpi kami. Ternyata kami berempat mendapat mimpi yang sama. Tiba-tiba masuk seseorang ke dalam grup percakapan kami.

"Perkenalkan, namaku 999. Aku yang mengabulkan permintaan kalian dan mengubah dunia ini menjadi seperti permainan kalian." Ucap seseorang bernama 999 itu. "Aku akan memandu kalian, untuk pilihan apa yang kalian ambil kalian bebas."

"Apakah tujuan akhir kami adalah membunuh raja iblis?" tanya Dahlan.

"Itu nanti tergantung perjalanan kalian." Jawab 999. "Karena kalian sudah terbiasa memainkan gamenya, kalian sudah tahu pasti bagaimana mekanismenya bekerja kan?"

"Saat di zona aman nyawa kami tidak akan berkurang kan? Seperti itu kan?" balasku.

"Yap. Tapi ada sedikit yang berbeda. Di setiap daerah dan kota akan jumlah total poin pelindung. Bila poin pelindung itu habis maka monster yang muncul di sekitar daerah bisa menyerang. Setiap petualang maupun prajurit yang menyelesaikan tugas di guild akan menambahkan poin pelindung daerah kalian. Saat ini semua daerah yang ada di dunia ini netral. Kalian bisa menjadikannya kekuasaan kalian dengan menancapkan bendera guild kalian." 999 menjelaskannya dengan panjang lebar.

"Di sini kalian tidak bisa mati. Bila nyawa kalian habis di zona terlarang dan zona tidak aman, kalian akan kembali ke rumah sakit daerah terakhir yang kalian kunjungi. Dengan pinalti beberapa item kalian hilang. Selebihnya kalian sudah paham lah."

"Tugas akan semakin berkembang dan sulit. Nanti kalian akan tahu sendiri tujuan akhir dari ini. Selamat bersenang-senang!"

Dahlan menyarankan kami untuk mengecek peta di ponsel kami. Dia menandainya bangunan yang dulunya aula kota kini berubah menjadi guild petualangan. Dia pun mengajak kami untuk bersama-sama ke sana.

Kami semua sepakat untuk ke sana. Aku menatap Kuti, "Ku-kuti kamu mau mandi duluan? Pakai saja kamar mandi di lantai 2. Aku akan ke bawah membantu ibu menyiapkan sarapan."

"Tidak kamu saja yang duluan mandi. Aku akan membantu ibumu." Setelah mengatakan dan menyuruhku, Kuti segera pergi dari kamarku dan menuju ke dapur.

Kuputuskan untuk segera mandi dan segera ke dapur. Selesai mandi dan berganti pakaian betapa kagetnya aku melihat ayahku berpakaian dengan baju kesatria sedang meminum kopi dan membaca koran.

"Kuti? Kamu tidak heran juga?" tanyaku.

"Nanti saja. Sana cepat duduk," jawab Kuti.

Aku duduk di samping ayahku dan mengamati ayahku. Tatapan mataku disadari olehnya dan dia pun menurunkan korannya. "Ada apa Thomas? Kamu baru saja seperti melihat hantu."

"T-tidak, aku hanya kaget dengan penampilan ayah." Balasku dan mengalihkan pandanganku.

"Kan wajar, ayah kan bekerja sebagai pengajar di akademi para penembak jitu." Balas ayah.

Ibu kini datang membawa sarapan untuk ayah satu piring nasi dengan telur dan sayuran. "Ayah makan dahulu, nanti telat datang ke akademi. Malu tahu udah tua begini sering telatan."

"Meski begitu tembakanku tidak pernah meleset." Balas Ayah dan makan dahulu. Selesai makan, ayah segera berangkat dan membawa sebuah senapannya di punggungnya.

Kuti dan ibu kini bergabung untuk sarapan denganku. Kami bertiga sarapan bersama dengan nikmat dan tenang. Ibu melihat ke arahku, "Kamu berubah ya Thomas. Sepertinya kamu sudah mulai terbuka. Terima kasih ya Kuti."

"Ah tidak bu. Thomas sendiri yang ingin berubah." Balas Kuti. "Aku hanya mendorongnya sedikit saja."

"Sekarang saatnya memotong rambutmu. Biar kamu lebih segar dan tampil baru." Ibu berdiri dari kursinya dan menaruh piringnya ke tempat cuci. "Kuti bisakah kamu menolong bibi untuk mencuci piring? Bibi saat ini sedang ada tugas penting sebelum dia kabur masuk ke dalam kamarnya kembali."

"A-aku gak kabur! Aku diam di sini lho!" aku terdiam dan membiarkan ibu mendekatiku. Dituntun oleh ibu aku menuju ke kamar mandi dengan membawa kursi. Aku membiarkan ibu memotong rambutku sesuka dia.

Tapi selesai memotong rambutku aku tidak merasa ada yang berbeda. Hanya saja kini rambutku terlihat lebih pendek. Ibu cukup tersenyum bangga melihatku yang mau dicukur olehnya. Kuti pun datang menghampiri kami sambil membawa ember air hangat. "Bibi ini air hangatnya lalu WHOA! Siapa itu?"

"I-ini aku, Thomas?" balasku dan menunjuk wajahku.

"Bibi! Bolehkah Thomas jadi milikku?" kata Kuti. "Kamu imut dan keren sekali!"

Ibu tampak bangga dan mengusap rambut kepalaku. "Jangan lupa keramas dan mengeringkan rambutmu. Ibu hari ini akan kerja di ladang dulu."

Aku menatap diriku di cermin, terpantul sebuah wajah yang tidak dikenali olehku sendiri. "Lho ini aku? Berbeda sekali dengan penampilanku yang dulu."

Kuti memelukku dan memegang wajahku. "Cukup aku sendiri aja yang tahu penampilanmu ini. Sekarang aku akan membantumu untuk keramas!"

Setelah dibantu oleh Kuti untuk keramas aku keluar dari kamar mandi dan menunggu Kuti selesai mandi. Ibu kini sedang berada di sampingku dengan pakaian berkebunnya. "Nanti kunci rumahnya kalau mau keluar. Ibu agak lama di ladang."

Aku mengangguk dan membiarkan ibu pergi. "Ha-hati hati di jalan bu. Ja-jangan sampai kecapekan!"

Ibu tersenyum dan pergi dari melalui pintu depan. Kuti kini selesai mandi dan kami berdua bersiap menuju guild petualang. Aku berpikir, jika ini dunia game akan lebih baik kalau mempersiapkan diri untuk mengumpulkan bahan dasar yang nantinya bisa aku buat untuk jadi barang dan senjata yang bagus. Terutama untuk aku yang memiliki dasar status sebagai tanker dengan ketahanan yang tinggi.

"Ku-Kuti kamu sudah mempersiapkan apa senjata yang kamu mau pakai?" tanyaku padanya.

"Hmmm. Mungkin nanti kalau ada toko senjata bisa mampir sebentar. Aku bisa beli dari toko," jawab Kuti. "Kalau kamu pasti kutebak akan mengumpulkan bahan dasar kan?"

Aku mengangguk-angguk, "Karena membuat sendiri bisa dapat barang bagus ketimbang yang dijual dari toko."

"Kalau begitu sehabis dari guild nanti aku akan ikut kamu aja untuk mencari poin pengalaman." Ucapnya dan memelukku dari belakang. "Lalu aku masih tidak menyangka kamu bisa seimut ini."

"Ku-kuti? Ka-kamu terlalu dekat!" kataku dan berusaha lepas dari pelukan Kuti.

"Tidak apa-apa. Kamu mau kan menjadi pacarku?" Kuti menatapku dengan antusias.

"I-iya aku mau." Balasku.

"Asyik!" Kuti bersorak dan menggandeng tanganku. "Sekarang kita ke toko dahulu. Dari peta yang diperbarui ini, toko senjata letaknya di sebelah guild. Ayo Thomas, kita segera ke sana!"

Setelah berjalan sekitar dua puluh menitan, kami sampai di toko senjata. Banyak orang yang berada di dalam sini sedang melihat material maupun membeli dan memeriksa senjata. Kuti langsung ke etalase yang berisikan senjata jarak jauh.

Aku memeriksa ponselku dan melihat uangku. Masih tersisa 500rb dan aku tidak tertarik untuk membeli senjata di sini. Tapi karena aku sama sekali tidak punya perlengkapan dasar, sebaiknya aku beli yang murah saja untuk mempermudahku mencari material nantinya. Karena untuk penyerangnya, sudah ada Kuti.

Kubeli satu perisai kayu dan gada dari kayu. Durabilitasnya masih penuh, tapi aku rasa akan cepat rusak bila melihat pengalamanku dari grinding di dalam game. Setidaknya ini bisa mempercepat aku memperoleh material untuk menempa peralatan yang lebih bagus.

Kulihat Kuti telah membeli panah dan belati. Gadis yang kini kekasihku ini segera menghampiriku. "Aku sudah selesai! Selanjutnya ke toko peralatan baju tempur!"

Aku mengekor di belakangnya menuju toko di sebelah sini. Untuk permulaan aku beli baju rantai besi dan helm besi dengan berpinggiran rantai. Kuti sendiri dia membeli baju besi dan helm besi untuknya.

"Kamu tidak keberatan?" tanyaku padanya. "Kamu kan pakai panah, perlu mobilitas tinggi."

Kuti masih berpikir, "Kalau di dalam game oh ya. Status kecepatanku lambat karena aku sering pakai baju perlindungan yang berat. Padahal sudah ada tanker juga ya. Oke, aku akan beli yang dari bulu yang dipadatkan."

"Ish. Kamu ini tidak lihat setiap kita mabar, aku selalu menerima serangan paling banyak." Aku memasang semua peralatanku.

"Oke! Saatnya ke guild!" ajak Kuti dan keluar dari toko. Di depan guild terlihat ada keributan. Aku dan Kuti bergerak datang untuk melihatnya.