Jam weker di meja dekat kasurku berbunyi dengan nyaring. Dengan malasnya kupencet tombol untuk mematikan suara yang menyakitkan telinga itu. Selanjutnya kulihat ponselku dan menemukan kalau hari ini adalah hari pertemuan dengan teman bermain game daring ku.
"Hari ini siap semua kan?" tanya Dahlan di pesan grup kami. "Bagaimana kalau kita sekalian mampir ke rumahnya Thomas?"
Lho kok?! Jadi tambah mampir ke rumahku? Aku kan gak mempersiapkan apa-apa. Aku membalas pesan mereka. "Serius nih?"
Dan tiga orang lainnya membalas setuju. Mau tidak mau aku harus mengatakan ini kepada ibu kalau teman-temanku bakalan mampir. Aku keluar dari kamarku dan menuju dapur.
"Lho tumben, kamu keluar kamar." Ucap ayahku.
"I-iya. Anu, t-teman-temanku hari i-ini mau datang ke sini." Kataku dengan gugup.
"Wah! Gak apa-apa! Berapa orang?" tanya ibu dengan semangat.
"E-empat orang." Jawabku.
"Oke! Serahkan pada ibu, kamu bantu bersih-bersih rumah ya!" balas ibu.
Aku mengangguk dan segera keluar rumah untuk menyapu halaman. Ibu tampak semangat karena melihatku kedatangan teman-temanku. Kuambil earphone wirelessku dan memasangkannya ke telingaku. Menyapu sambil mendengarkan musik memanglah asik.
Hingga aku tidak menyadari kalau Kuti memanggilku. Aku melepaskan earphoneku dan maju ke dekat pagar. Kubukakan pagar untuk Kuti dan bertanya. "A-ada apa?"
"Oh ya, ibuku mengirimkan ini untuk ibumu." Kuti menyerahkan sekeranjang penuh buah-buahan. "Hasil panen kebun kami di desa melimpah ruah. Berkat pupuk organik dari buatan ibumu!"
"Te-terima kasih Kuti." Balasku dan menerima keranjang buah itu. Aku membawa keranjang tersebut untuk masuk ke dalam rumah. Ayah sudah bersiap untuk berangkat kerja, aku selipkan satu buah apel di tas kerjanya dan memberikan keranjang penuh buah ini pada ibu.
"Ini bu, Kuti memberikan ini. Juga ucapan terima kasih karena ibu buatkan pupuk organiknya." Kataku dan menaruhnya di atas meja dapur.
"Oke! Taruh saja di sana." Balas ibu dan lanjut memasak.
Karena kegiatanku membantu ibu selesai. Aku memutuskan untuk mandi dan bersiap untuk berangkat ke tempat pertemuan kami. Kupakai saja baju biasanya dan keluar dari rumah menggunakan sepeda untuk ke sana.
Di jalan aku bertemu Kuti yang sepertinya juga mau keluar. Aku bersepeda menyalipnya dan sampai di minimarket duluan. Aku cek pesan di grup percakapan kami. Dahlan mengirimkan gambarnya kalau dia sudah dekat di minimarket.
Aku tidak membalasnya dan menunggu di dalam minimarket sambil berbelanja makanan ringan. Kulihat seseorang yang tampaknya pede sedang berfoto di bangku kosong depan minimarket. Benar saja dugaanku, dia adalah Dahlan dan dia baru saja mengirim foto di grup percakapan kami.
Selesai berbelanja aku melihat Kuti juga mampir ke minimarket. "Lho Kuti kamu juga di sini? Mau belanja?"
"Tidak aku mau bertemu dengan temanku. Katanya kami akan bertemu di sini. Ah, itu dia sudah datang." Jawab Kuti dan melirik Dahlan.
Heh? Tunggu, Kuti ikut grup kami juga? Aku menggelengkan kepalaku ketika melihat dia duduk di bangku kosong depan Dahlan. Mereka berdua saling memperkenalkan diri mereka dan bercanda.
Notifikasi pesan grup berbunyi lagi. kulihat lagi kini Dahlan berfoto bersama Kuti. Demi apa? Tetanggaku sendiri adalah teman bermain game daringku? Aku melepas topiku dan menghampiri mereka.
"Dahlan kan? Aku Thomas, username dalam gameku Mintao Geon." Ucapku dan menyalami Dahlan.
"Ah! Jadi kamu Thomas! Sang tanker hebat kita!" puji Dahlan.
Kuti sama-sama melongonya melihatku ada di sini. Begitu juga denganku, Dahlan juga kebingungan melihat kami. Dia berkata, "Lho kalian sudah saling kenal?"
"THOMAS! Kamu ternyata selama ini wah bodoh sekali aku! Tolong rahasiakan ini dari ibuku! Kalau aku suka bermain game daring!" Kuti menepuk kedua tangannya dan memohon.
"Ja-jangan khawatir. Ak-aku tidak akan bilang. La-lalu Kuti aku tidak menyangka kalau kamu juga gemar bermain game daring. Soalnya dari dulu aku kenal kamu anak yang rajin sih." Balasku dan duduk.
"Berarti tinggal Rosa yang belum ke sini." Kata Dahlan. "Tante-tante itu pasti telat."
"Tidak telat, hanya sedikit nyasar." Ucap seorang wanita berusia 30 tahunan turun dari motor balapnya. Dilepaskannya helmnya dan mengungkapkan kecantikan dirinya. "Hai! Aku Rosa, username gameku RosaTheWitch."
"Oke! Berarti semua sudah berkumpul di sini kalau begitu." Kata Dahlan.
Kami menghabiskan waktu hingga siang hari berbincang-bincang soal permainan kami. Lalu hingga tiba mereka menagih untuk mampir ke rumahku. Akhirnya aku menuntun mereka untuk datang ke rumahku. Kuti bersepeda mendahului diriku dan sampai ke rumahku.
Dahlan dan Rosa mengekor di belakangku hingga sampai rumah. Dahlan merupakan tipe orang yang fotogenik dan narsistik. Rosa merupakan tipe orang yang gampang berteman dan bergaul. Sedangkan Kuti hanyalah gadis rumahan biasa. Lalu aku, sang introvert dan pendiam seperti batu. Ibu dengan senang menyambut kami.
Kuti dan aku membantu ibu untuk membawakan makanan dan Dahlan, Rosa membeberkan tikar di halaman belakang rumah kami. Ibu pun akhirnya ikut nimbrung bersama kami. Kami berbincang-bincang hingga ibu harus pergi untuk acara pertemuan RT.
"Jadi Kuti rumahmu di mana? Katanya kamu kenal Thomas." Tanya Rosa kepada Kuti dan memakan sate tahu buatan ibuku. "Thomas, enak sekali makanan buatan ibumu!"
Kuti menunjuk bangunan besar di samping rumahku. Rosa kaget, "Whoa sedekat ini dan kamu gak tahu kalau Thomas teman bermain gamemu? Aku sih ingin punya teman bermain game yang dekat dengan rumahku. Soalnya aku berasal dari desa sih. Rumahnya pada berjauhan semua dan gak ada yang paham game yang kita mainkan."
"Kalau dirimu sendiri Dahlan?" tanya Rosa.
"Yah aku dari kota sebelah sih. Sama seperti Rosa, di lingkunganku tidak ada yang bermain game kita sih. Jadi aku senang bisa menemukan teman party an yang dekat dengan kotaku!" jawab Dahlan. "Nah bagaimana kalau kita berfoto bersama untuk merayakan pertemuan pertama party kita?"
Dahlan memaksa kami untuk mengambil grup selfie dan menjadikannya foto utama di grup kami. "Oh ya, ngomong-ngomong di jalan tadi. Aku menemukan buku bagus dijual oleh kakek-kakek dipinggir jalan. Isi ceritanya mirip seperti game yang kita mainkan. Tetapi ada beberapa halaman yang tidak mengerti bahasanya."
Dahlan membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah buku. Dibukanya halaman yang berisi bahasa aneh itu. "Kalian tahu bahasa apa ini?"
Aku melihatnya, "Oh ini bahasa latin. Sang Bijak, Sang Bodoh, Sang Pengembara, Sang Pelindung, dalam dunia yang dipenuhi oleh ketidakadilan. Mereka hadir untuk menyatukan kembali dan menyeimbangkan kembali neraca dunia."
"Woa! Kamu hebat Thomas! Lanjutkan!" pinta Dahlan.
Aku mengambil bukunya dan mulai membaca. "Iter, visne intrare in mundum excitantem et plenum periculorum? Esse heros et vivere tranquille in alia natura? Frui tempore pulchro et excitante."
"Lalu tertulis, kita menginginkan apa." Aku meniup debu yang ada pada buku itu.
"Bagaimana kalau kita bisa hidup di dunia permainan daring yang kita mainkan? Sepertinya seru tinggal di dunia yang bisa menggunakan sihir, pedang tapi dengan teknologi yang canggih juga. Banyak ras yang lucu dan imut." Kata Rosa.
"Sama, aku juga ingin bisa hidup dalam dunia permainan. Tanpa paksaan dan hidup bebas." kata Kuti. "Terlebih lagi tidak ada NPC yang bisa menghina."
"Bertarung dan menyelamatkan tuan putri juga bagus juga." Dahlan bergumam.
Aku berpikir, memang dunia game memberikan kita dunia yang kita impikan. Dalam hati aku mengucapkan juga ingin tinggal di dalam dunia permainan. Lalu buku halaman itu kosong dan tidak ada apa-apanya.
"Sepertinya buku ini buku yang tidak dijual karena halamannya belum dicetak." Kata Rosa begitu kecewa melihat halaman kosong di buku ini.
"Sepertinya begitu. Yok! Saatnya kita main bersama di sini nih! Sandi WiFi rumahmu apa Thomas! Kita hari ini akan raid bos dan dungeon hingga sore saatnya pulang!" Dahlan bersemangat dan mengeluarkan laptopnya.
"Ide bagus!" Rosa mengeluarkan laptopnya.
"Kalau begitu, sebentar aku mengambil laptopku." Kuti berpamitan pulang sebentar untuk mengambil laptopnya.
"K-kalau main bersama sebaiknya di kamarku saja bagaimana? Kalau di luar begini nanti kita teriak-teriak s-saat dapat barang langka akan mengganggu tetanggaku." Usulku dan mulai merapikan makanan yang sudah habis di atas meja.
"Oke! Aku akan membantumu merapikannya Thomas." Dahlan membantuku merapikan piring dan nampan dan mencucinya. Kuti dan Rosa ikut juga membantu mencuci piring dan membersihkan pekarangan. Aku melipat tikar dan mengembalikan meja teras yang kami pakai.
Sudah bersih semuanya kami menuju kamarku ke lantai dua. Dalam perjalanan ke kamarku, Rosa melirik ke foto keluargaku. "Ah kamu punya adik Thomas?"
"Punya. Saat ini sedang kuliah." Jawabku dan menatap foto keluargaku. "Dia kadang-kadang juga suka main game kita juga kok. Tapi entah sekarang masih bermain atau tidak."
Kami sampai di kamarku. Kugelar karpet di dalam kamarku. Rosa kaget melihat kamarku yang begitu bersih. "Baru kali ini aku masuk kamar laki-laki yang bersih dan tidak berdebu."
"Ya karen aku suka kebersihan." Balasku dan mengatur pengaturan WiFi untuk laptop Rosa dan Dahlan. "Oke, kalian sudah terhubung."
"Kuti, kamu tahu tanggal lahirku kan? Itu sandi WiFinya." Kataku pada Kuti dan menyalakan komputerku.
"Tahu. Kita kan lahirnya hampir bersamaan. Aku 25 Desember, kamu 24 Desember." Balas Kuti.
"Wah unik sekali. Mungkin kalian sudah ditakdirkan berjodoh juga." Rosa bercanda dan menyikut Kuti.
"Yha orang tua kami sama-sama saling kenal sejak SMA dan kuliah juga sih. Bestie an mereka dari dulu." Jawab Kuti.
Setelah semuanya siap, kami melanjutkan untuk bermain game daring kami hingga sore. Setelah sore kami pun menyimpan nomer yang ada di grup percakapan dengan nama kami masing-masing.
"Huaaah. Aku ada shift malam kerjaan lagi. Sampai jumpa besok pagi! Nanti akan aku kabari kalau event raidnya mulai besok." Dahlan berpamitan untuk pulang.
Rosa juga berpamitan untuk pulang dikarenakan dia harus segera pulang sebelum kemalaman karena jalan di desanya sangat mengerikan kalau malam hari. Tinggal aku dan Kuti yang ada di sini.
"K-Kuti kamu tidak pulang?" tanyaku.
"Tidak. Aku sudah bilang kalau aku menginap di sini kepada orang tuaku. Alasanku adalah kita membicarakan ide bisnis." Jawab Kuti. "Orang tua mengijinkan!"
Ada pesan dari ibu di ponselku. Dia memberitahuku kalau Kuti menginap di sini karena kedua orang tuanya sedang berada di luar kota untuk 1 minggu. Sepertinya aku akan tidur di bawah, Kuti bisa tidur di kasurku.
"Ayok! Kita lanjutkan lagi!" Kuti bersemangat dan kami melanjutkan bermain hingga malam.