Suara jeritan histeris itu terdengar tak habis-habis. Memasuki gendang telinga Zoya seperti ribuan lebah pekerja yang sedang tidak bekerja. Kekesalan Zoya memuncak. Apa sih yang dielu-elukan para mahasiswi itu? Suara Faris memang merdu. Melengking tinggi dengan serak yang khas. Tapi apa iya mesti sehisteris itu? Huh!
Zoya membelalakkan mata. Fatimah dan Anisa rupanya sudah bergeser mendekati panggung tanpa memberitahunya. Zoya melangkah menembus kerumunan. Kedua sahabatnya itu memang tidak berteriak-teriak seperti gadis-gadis lainnya. Tapi mulut mereka masih juga menganga! Astaga!
Jeritan histeris memuncak tatkala Faris menyudahi penampilan Metal Tawakkal dengan memberikan kecupan jarak jauh melalui tangannya sambil berteriak; I Love You!
Zoya menjulurkan lidahnya. Norak! Caper! Brengsek!
Tanpa bisa dicegah lagi tubuhnya meluncur ke atas panggung. Memberi isyarat kepada Faris untuk mundur ke belakang lalu mendekati pemain keyboard Metal Tawakkal.
"Iringi Bed of Roses yang akan aku nyanyikan!" katanya kepada Syuhada yang bengong bukan main. Pemuda itu menoleh ke arah Faris yang duduk di kursi belakang panggung sambil menyeka keringatnya. Di sampingnya seorang panitia berbisik-bisik. Faris menggerak-gerakkan tangannya memberi isyarat biarkan saja. Pemuda itu sama sekali tidak menyangka si Mata Kejora tiba-tiba naik ke panggung dan hendak menyanyi diiringi Metal Tawakkal.
Semua anggota band serentak menoleh ke arah Faris dan panitia. Mereka bingung harus melakukan apa. Mahasiswi cantik jelita berjilbab itu masih berdiri di atas panggung dengan microphone di tangan. Siap menyanyi. Faris menganggukkan kepala. Ronan, Bandut, Ali dan Syuhada segera bersiap. Bed of Roses adalah sebuah lagu yang mempunyai tingkat kesulitan lumayan tinggi.
Fatimah dan Anisa mendadak histeris. Keduanya berlari ke depan panggung dan berteriak-teriak nyaring;
Zoya! Zoya! Zoya Maulida Lavani! Zoya Maulida Lavani!
Suara kedua gadis itu melengking nyaring menembus keheningan karena ratusan penonton yang lain masih dalam keadaan terpaku bengong. Heran melihat seorang gadis tiba-tiba naik ke panggung. Lebih heran lagi melihat supporter gadis itu yang hanya berjumlah dua orang tapi suaranya nyaring memekakkan telinga.
Zoya yang melihat para penonton terdiam kebingungan di tempat segera memberi isyarat kepada para pemain musik Metal Tawakkal.
Terdengar alunan keyboard yang dimainkan Syuhada memainkan sedikit intro lagu fenomenal Bon Jovi tersebut. Disusul kemudian dengan petikan gitar Ronan dan Bandut. Suara drum yang ditabuh Ali juga masuk dalam harmonisasi musik.
Zoya membuka mulutnya. Faris hampir tersedak. Para pemain band Metal Tawakkal memandang terbelalak dan para penonton diam seperti patung. Panitia yang sedari awal ingin mengusir gadis pengacau itu bersyukur karena telah mengurungkan niat mereka. Suara bening merdu Zoya mengalir seperti lidah gelombang yang tak putus-putus menjilati bibir pantai. Sangat merdu dan menenangkan. Apalagi lagu yang dinyanyikan adalah lagu slow rock lawas yang bergenre romantis.
Saat interlude, ketika para pemain band memainkan intro lagi, Fatimah dan Anisa tidak bisa menahan lagi teriakan mereka yang membahana.
Zoya! Zoya! Zoya Maulida Lavani! Zoya Maulida Lavani!
Lagi! Lagi! Lagi!
Dari kejauhan, Cleo memandangi Faris yang menatap ke arah gadis cantik berjilbab itu dengan sorot mata aneh. Darah Cleo mendidih. Sialan! Kenapa mendadak dia punya saingan?! Dia belum pernah ditatap seperti itu oleh Faris! Cleo membanting kakinya lalu berteriak kepada gerombolannya.
"Ayo kita pulang! Si Bolt sudah selesai tampil!"
Hanya rombongan Cleo yang beranjak pergi. Penonton yang lain masih terpesona dengan penampilan Zoya yang mengejutkan dan luar biasa. Zoya mendadak menjadi bintang panggung. Suara tepuk tangan bergemuruh memenuhi lapangan ketika Zoya menyelesaikan lagunya. Sambil dikomando oleh Fatimah dan Anisa, serentak semua penonton berteriak-teriak histeris.
Zoya! Zoya! Zoya Maulida Lavani! Zoya Maulida Lavani!
Lagi! Lagi! Lagi!
Malah Zoya yang jadi terkejut dan ketakutan sendiri. Ih! Kenapa dia berlaku songong seperti ini? Gimana kalau nanti muncul short video di youtube atau media sosial lainnya yang memperlihatkan kesongongannya tadi? Duh! Gawat! Buru-buru gadis itu turun dari panggung dan menyeret Fatimah serta Anisa pergi menjauhi lapangan.
"Hih! Kenapa kalian tidak mencegahku berlaku konyol tadi?!" Zoya memelototi kedua sahabatnya yang masih memandangnya dengan terkagum-kagum. Zoya semakin gemas. Dicubitnya lengan Fatimah dan Anisa dengan sungguh-sungguh. Kedua gadis itu tentu saja menjerit kesakitan. Mereka sudah cukup jauh dari tempat acara sehingga jeritan itu tidak terdengar aneh.
Fatimah dan Anisa meringis kesakitan sambil terus membuntuti Zoya yang uring-uringan sendiri. Duh Gusti, semoga tidak ada yang merekam kelakuannya tadi. Zoya langsung membayangkan wajah Ibunya yang sedih dan raut muka ayahnya mengeras sambil menghela nafas. Zoya terus menggaruk-garuk lengannya tanpa sadar.
Ayah dan Ibunya pernah berpesan kepada Zoya bahwa dia tidak dilarang membaca apapun, mendengarkan musik apapun, menonton film bioskop apapun, menulis apapun. Tapi Zoya benar-benar dilarang untuk berlaku riya. Apalagi mempertontonkannya di depan umum. Seperti tadi contohnya. Memperlihatkan kemampuan menyanyinya di depan begitu banyak orang. Zoya meruncingkan mulutnya. Semakin kesal kepada dirinya sendiri.
Mulai SD sampai SMA, selain tugas utamanya sekolah dan mengaji, Zoya memang dilatih menari, menyanyi, dan menyinden oleh pelatih khusus yang didatangkan oleh Ayah dan Ibunya. Kedua orang tuanya bisa mengenali bakat Zoya sedari masih kecil. Karena itu mereka tidak segan-segan menyewa jasa pelatih tari, nyanyi dan karawitan berpengalaman di kota tempat mereka tinggal. Zoya tumbuh menjadi anak perempuan multi talenta yang istimewa.
Menjelang lulus SMA dan setelah memastikan diterima di Fakultas Kedokteran IPB, barulah Zoya berhenti dari semua kursus. Dia harus berkonsentrasi penuh terhadap kuliahnya. Kedokteran adalah jurusan yang memeras energi. Karena itu Zoya tidak keberatan untuk tidak berlatih lagi. Tapi diam-diam dia selalu melatih semua kemampuannya di kamar kosnya. Tidak setiap hari tapi cukup untuk sekedar mengingat dan tidak terperangkap lupa.
Lamunan Zoya terhenti seketika seolah ada petir menyambar persis di depannya. Memang ada suara menggelegar yang mengejutkan langkahnya. Suara menggelegar RX King yang lewat lalu berhenti tepat di sampingnya. Fatimah dan Anisa yang terus mengawal sedari tadi malah berjalan menjauh sambil cekikikan melihat Zoya melongo di hadapan Faris yang menatapnya dengan aneh.
"Ngapain bro?!" Zoya menukas pendek dan kembali meneruskan langkahnya.
"Eh! Eh! Tunggu dulu!" Faris memarkir motornya di pinggir jalan lalu menjajari langkah Zoya. Zoya berhenti dan menatap tajam Faris yang langsung belingsatan tak karuan. Mata Kejora itu sungguh mematikan! Farid membatin gugup.
"Ada apa?" Zoya berkata dingin. Kemarahannya menyala lagi. Faris yang benar-benar memasuki wilayah gagap hanya bisa membuka mulutnya tapi tanpa sedikitpun sanggup mengeluarkan suara. Fatimah dan Anisa yang kembali mendekat tertawa terkekeh-kekeh melihat raut muka Faris. Wajah pemuda itu persis seperti tukang ojek yang panik dan gugup saat dihentikan polisi karena tidak memakai helm dan tidak membawa SIM.
Zoya melangkah cepat diiringi oleh Fatimah dan Anisa yang berjalan dengan gaya dua orang bodyguard sedang mengawal bos mafia. Faris hanya bisa terpaku diam di tempat sebelum akhirnya menyadari bahwa dia mengejar gadis itu untuk tahu siapa namanya. Faris sungguh-sungguh terpesona dengan suara merdu Zoya.
Faris hendak memanggil Zoya lagi tapi mengurungkan niatnya ketika melihat Fatimah dan Anisa sama-sama membalikkan badan sambil mengepalkan tangan dengan wajah segarang anak cucu singa.
Faris terpaksa kembali ke motornya dengan langkah lunglai. Kedua pengawal gadis itu lebih mengerikan dibanding film-film horror yang pernah ditontonnya.
*****