Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

savior of lov

Matapenaku
--
chs / week
--
NOT RATINGS
10.7k
Views
Synopsis
Alaska gadis pendiam yang dikira bisu di sekolah nya. menjadi sasaran bullying sudah ia lakoni sejak lama, tanpa ada pembelaan sama sekali. ketiga pemuda yang seolah-olah adalah hero untuk nya datang berangsur angsur untuk menyelamatkan kehidupan sekolah nya yang jauh dari kata baik. mereka adalah Gara, fagan, dan El niat nya hanya membantu karena tidak tega. tapi, semakin lama semakin menjadi. mereka jatuh cinta pada Alaska who the winner? winner of the heart break? ~ Alaska with the prince ~
VIEW MORE

Chapter 1 - Trauma

Dirinya duduk di tepian lapangan. Terdiam merenungi kehampaan sambil sesekali melempari kerikil ke rumput hijau yang bercahaya di bawah teriknya matahari.

Di belakang sana terdengar riuh orang orang yang asik bermain voli di jam olahraga, tidak satupun dari mereka yang berniat mengajak Alaska untuk gabung bersama dalam lingkungan keasyikan.

Dia terbawa suasana kala sedang sendiri sambil merengut wajahnya. Bingung ingin melakukan apa untuk sekedar menyenangi diri sendiri, hanya bisa terdiam menjauh dari kerumunan dan sorak tawa yang terdengar mengasyikkan. Kali ini dirinya di kucilkan lagi. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, menyendiri lagi dan lagi.

"Alaska!" 

Perempuan muda berkuncir kuda itu menoleh ketika seseorang memanggil namanya. Perempuan berbadan gempal dengan daging perut yang berlipat-lipat serta rambutnya yang tipis dan pendek sebatas telinga. Lucu kalau di jadikan badut.

Dengan wajahnya yang songong dan sok berkuasa, berjalan mendekat dengan peluh membasahi kening dan lehernya.

"Ambilkan bola nya, lama banget si" 

Alaska menoleh pada bola yang tengah menggelinding jauh keluar lapangan. Dia bergerak menyusul bola ke semak semak yang di penuhi tumbuhan merambat. Sekembalinya ia dari sana lalu melempari si gempal badut dengan bola yang ada di genggaman nya.

Si gempal badut menerima bola lalu kembali ke lapangan dan melanjutkan permainannya. Sementara Alaska kembali duduk di bebatuan biru yang separuh cat nya telah mengelupas yang menjadi pembatas taman antara kelas. Alaska merobek dedaunan yang tumbuh di kanannya sesekali menggoyang goyangkan kakinya untuk menghilangkan suntuk.

"Hai.." saat alaska mendongak ternyata yang datang adalah seorang siswa yang tak ia kenal. Alaska tetap bungkam seperti orang bisu. Malas bicara dan sebenarnya dia harus tahu bahwa Alaska tidak menerima kedatangan nya. Lelaki itu duduk tanpa di suruh tepat di samping Alaska lalu berdehem pelan.

"Sedang apa disini? Mau ku temani?" Katanya lembut juga dengan caranya menatap Alaska. Tidak seperti dugaan Alaska malah memasang wajah masam seperti tak ingin diajak bicara. Ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak sekali orang orang yang memilih untuk menjauh dan mengucilkan nya dari pada memaksa diri untuk berbaur dengan orang seperti Alaska ini. Wajahnya cantik dan mungkin juga imut. Alaska seperti bidadari namun bidadari satu ini lebih banyak diam seperti di rundung kekecewaan. Apakah Alaska memiliki seorang teman?

Sudahlah...

"Kenapa kau tidak ikut bergabung dengan mereka..?" Gara berucap. Lelaki itu punya mata yang bersih dan berkilau. Ketika Alaska memberanikan diri untuk balas menatap lawan bicaranya itu ia tampak terkesima meski tidak begitu kentara. Alaska menenggak ludah ketika wajah gara begitu dekat dengan nya. Apa yang dilakukan laki laki kurang ajar ini?

Sadar akan keheningan melanda keduanya, gara menarik diri untuk memberi Alaska sedikit keleluasaan bergerak. Alaska memperbaiki posisi dan juga perasaan nya yang memang sejak tadi sudah sangat membosankan.

"Siapa namamu?"

"Alaska"

Gara terkekeh dengan suara pelan hampir tidak terdengar di telinga Alaska meski dengan jarak yang begitu dekat.

"Namamu cantik seperti orang nya" puji gara meletakkan tangannya di mulut. Alaska tak bereaksi karena memang ia tidak terpancing untuk mengutarakan ekspresi apapun untuk saat ini.

"Namamu mengingatkan aku tentang sesuatu.." gara mulai bercerita. dirinya ketika mendengar nama Alaska yang unik terdengar tidak asing di telinga. Alaska hanya diam mendengar sambil pandangan nya lurus kedepan.

"Apa boleh aku bercerita sedikit? Aku ingin kau mendengarkan tanpa merasa terusik,ya"

Alaska melirik nya sejenak dengan tampang datar kemudian masih dengan bibir terkatup rapat kembali menghadap kan wajahnya kedepan.

"Dulu, waktu aku masih kecil, aku dan ibuku suka sekali dengan luar angkasa. Kehidupan perlangitan yang sangat mengesankan. Aku ingin mengikuti jejak ibu yang menjadi astronot. Aku ingin menjelajahi angkasa dan camping disana bersama orang yang aku sayangi... Aku sudah buat rencana akan pergi ke berbagai galaksi dan- "

"Aku tidak peduli" Alaska bangkit menatap gara dengan tatapan masa bodoh. Malas mendengar cerita yang sangat tidak bermutu dari orang asing. Buang buang waktu lagipula Alaska sama sekali tidak tertarik untuk mendengarkan kesah orang lain.

Gara terdiam melihat reaksi Alaska yang sungguh menegunkan hati. Senyuman tertarik kesamping membuat bibir pink alami nya teregang.

Sampai gadis itu pergi dengan lesu meninggalkan gara dengan sejuta cerita yang ingin ia tuntaskan. Gara, sudah saatnya kau mengambil apa yang telah menjadi milikmu.

Bruk!

Alaska? Gadis itu bangun dengan cepat sembari membersihkan pakaian nya yang kotor karena jatuh pada permukaan tanah yang berdebu. Tanpa menunggu lama gadis itu kembali berjalan menuju kelas nya sementara laki laki yang bertabrakan dengan nya tadi baru saja bangun dari jatuh sambil membersihkan pakaian nya. Matanya bergerak menangkap punggung Alaska yang bergerak semakin menjauh, gadis bertubuh ramping dan berkuncir kuda. Dapat ia rasakan ketika dirinya sempat merangkul pinggang Alaska saat akan jatuh.

Gara mengernyit saat ia melihat Fagan terdiam memandangi Alaska ditempat nya. Gara menghampiri nya lalu memukul pundak lelaki itu untuk menyadarkan nya dari lamunan. Fagan tidak mempedulikannya dan gara pun berdiri menghalangi pandangan nya agar fagan bisa bersitatap dengan dirinya.

"Apa yang kau lakukan?" Fagan mengoceh.

Gara menaruh kedua tangan nya di saku celana. Berdiri seperti model dengan segala keangkuhan didepan fagan.

"Kau baru saja mencari masalah denganku!" Ucap gara dengan sebelah alis di naikkan

"Masalah apa?" Kata fagan memegangi perutnya

"Kau melukai gadisku, lho" jawab gara. Fagan tersenyum miring menanggapi perkataan gara. Rasanya ingin sekali menghajar wajah sok yang tengah berdiri didepannya itu. Fagan merasa konyol dengan tingkah gara kali ini. Dia menganggap gadis itu adalah miliknya.

"Lalu?" Fagan mendelik.

"Jangan pernah minta maaf kepadanya, dan jangan pernah dekati dia!" Ucap gara. 

"Kau pikir aku semudah itu tertarik dengan seorang gadis?... Aku punya selera yang lebih tinggi darinya" fagan berucap bangga. padahal sedikitpun ia tidak mendapat kesempatan untuk melihat wajah gadis yang telah bertabrakan dengannya tadi. Hal itupun mengundang rasa penasaran dalam benak fagan. Dan baginya larangan adalah sebuah perintah.

"Aku selalu memperhatikan mu!" Ucap gara memperingati sebelum dirinya berbalik untuk pergi setelah menepuk pundak fagan 3 kali.

Fagan Mendecik kemudian bergegas pergi dari tempat itu. Ia kembali ke kelas nya lalu menjatuhkan bobot tubuh nya ke kursi kosong yang bertuliskan namanya.

"Huhh" nafasnya kasar terhembus tidak sabaran. Dia meringkuk di kursinya menggunakan kedua tangan sebagai bantal lalu terlelap begitu saja. Pria muda dengan tinggi badan lebih pendek dari gara. Mungkin jika mereka berdiri berdampingan fagan hanya sampai di kuping nya gara. Namun di banding gara, fagan memiliki kulit yang lebih cerah dan bening. Punya rahang yang kokoh serta tatapan matanya elang.

Fagan adalah pria tampan di sekolah selain gara. Dirinya juga banyak di gendrungi wanita saat keberadaan nya mengundang perhatian banyak orang. Senyumannya mampu memikat setiap wanita yang hanya sekedar lewat saja. Namun bisa di pastikan fagan sedang single, karena dia adalah salah satu tipe orang yang tidak berpacaran.

Di sana terlihat beberapa kelompok siswi berjalan mendekati kursi Alaska dengan tergesa dan penuh amarah. Alaska yang masih asik tertidur di kursinya tidak dapat menyadari kedatangan mereka. Mereka diketuai oleh si gendut badut yang kemudian langsung menjambak kuncir Alaska hingga gadis itu oleng dan terjerembab ke tembok. Kejadian itu menarik perhatian banyak orang dikelas. Setelah berganti pakaian olahraga siswa kelas ini langsung isterahat di tempatnya masing masing dan sekarang mereka dibuat terkejut saat si gendut badut mulai menghajar Alaska tanpa ampun.

Teman temannya berdiri di belakang dengan tangan melipat di dada, menyaksikan sang ketua sedang memberi pelajaran kepada Alaska. Sementara yang lain tidak dapat menghentikan dan hanya bisa menonton aksi si gendut badut itu.

"Alaska, kau harus ku beri pelajaran!" Geram nya mencengkram kerah baju Alaska yang terduduk dengan kaki terjulur kedepan dan punggung bersandar pada tembok. Alaska dengan mata setengah terpejam berusaha mengatur nafas, tanpa ia bisa prediksi lagi si gendut badut telah melayangkan satu pukulan mengenai wajahnya. Semua siswa berteriak histeris ikut merasakan kengerian ketika darah segar keluar dari hidung dan bibir Alaska. Alaska diam menunduk meski merasakan sakit yang luar biasa, reaksi seperti inilah yang membuat si gendut badut makin ingin melukainya. Tidak berhenti sampai di situ saja kini dia menarik kuncir alaska kemudian menyeretnya sampai kedepan kelas lalu membenturkan kepala Alaska ke papan tulis putih. Alaska ambruk ke lantai meninggalkan bekas darah di papan tulis. Setelah puas tertawa mengejek si gendut badut kemudian pergi bersama teman temannya yang ikutan merasa puas. Siswa siswa yang tadinya diam saja kini bergegas menghampiri tubuh Alaska di lantai. Membantunya berdiri namun Alaska terlalu lemas, akhirnya Alaska di gotong ke UKS untuk di obati.

Di saat yang sama gara tengah lewat namun beberapa siswa yang menggotong seorang gadis menyela jalan nya. Gara mengenali gadis yang tengah pingsan itu dan saat tahu itu dia bergegas ikut ke UKS seketika lupa akan tujuan awalnya.

"Alaska"

Gara berusaha menghentikan aksi siswa siswa yang tengah menggendong Alaska secara berebutan. Ia mengambil alih tubuh gadis itu dari mereka dan membiarkan mereka kembali ke kelas masing masing, lalu membawa Alaska ke UKS. Sesampainya di UKS ia dituntun perawat untuk meletakkan tubuh Alaska diatas brankar yang tersedia kemudian gara duduk di kursi yang ada di samping brankar tersebut.

Menunggu hingga gadis itu tersadar dari pingsannya ternyata cukup lama, gara menatap wajah pucat Alaska yang terbaring lemah ia menatap iba wajah pucat yang sedang di sentuh sentuh oleh perawat. Melap darah dari hidung dan bibir kemudian meneteskan obat obatan yang dapat menyembuhkan sobekan di bibir Alaska. Setelah semua beres perawat kemudian menyediakan beberapa makanan untuk Alaska bangun nanti.

Semakin menatap penuh selidik pada wajah Alaska yang matanya masih terpejam gara semakin hanyut dalam lamunan hingga tanpa sadar Alaska terbangun lalu duduk membuat gara terkejut hampir kejengkang ke belakang.

Alaska melirik gara dengan tatapan lemah. Gara memperbaiki posisi nya kemudian balas menatap Alaska juga. Gadis itu hanya diam kemudian hendak bangun ingin pergi namun gara menghentikan nya segera.

"Isterahat lah dulu!" Titah gara agar Alaska tetap pada tempat nya. Masa bodoh Alaska tetap menerjang bangun dan turun dari brankar, layaknya orang bisu Alaska tidak mengucapkan sepatah kata pun.

"Biarkan saja, gara! Dia memang begitu keras kepala. Lagi pula dia sudah sering begini, keluar masuk UKS terus" ucap perawat membuat gara terdiam memandangi punggung Alaska yang akan menghilang di balik pintu.

"Dia sudah sering masuk UKS dengan keadaan begini?" Tanya nya mendapat anggukan mantap dari sang perawat. Gara segera keluar dari UKS entah kemana mungkin mencari Alaska?.

Langkah gara terhenti di parkiran motor begitu melihat Alaska berjalan tergesa keluar dari gerbang dengan tas ransel di pundaknya. Dirinya melihat Alaska yang terlihat memprihatinkan dari jauh sebelum Alaska menyeberangi jalan raya yang membentang di depan sekolah kemudian menghilang. Gara termangu sesaat menghela nafas kasar kemudian memantapkan hati untuk kembali ke kelasnya dan melanjutkan kegiatan belajarnya disana. Saat menyebrangi lapangan upacara ia bertemu dengan fagan yang sepertinya akan ke toilet yang bersebelahan dengan UKS. Keduanya saling memandang dengan jarak yang dekat serta dengan keangkuhan yang menerpa keduanya. Penampilan fagan yang acak acakan dan tidak rapi, poni nya sudah tumbuh panjang hampir menutupi kedua matanya yang sipit. Gara menatapnya datar sambil memperhatikan penampilan pria itu secara seksama mulai dari telinganya yang ditindik, seragam yang dibiarkan terbuka menampilkan kaus oblong hitam sebagai alas dalam, kalung tengkorak melingkari leher, dan poninya yang menggantung.

Pria yang punya tahi lalat dibawah mata memberikan kesan ketajaman pada mata lentik nya. Berbeda dengan gara yang cenderung rapi dari segi manapun. Rambutnya di tata rapi meski berponi, ia selalu memperhatikan pakaiannya mulai dari ujung rambut sampai ujung sepatu.

Alaska sudah sampai dirumahnya dengan peluh membasahi wajah dan lehernya. Dirinya lelah akibat pulang dari sekolah dengan berjalan kaki. Dirumah hanya ada kak Rheya dan Tami, keduanya masih tidur siang sehingga suasana rumah terasa sangat sunyi dengan pintu rumah terbuka lebar.

Didalam rumah yang tidak begitu besar dan hanya punya 2 kamar itu tinggallah Alaska bersama dua kakak nya. Sejak kecil Alaska di pelihara oleh kak Rheya juga kak Tami. Kedua kakaknya itu lah yang membiayai sekolah sang adik. Mereka tidak kesah dengan kebutuhan adiknya sebab mereka bisa mengurus nya apalagi keduanya sudah punya kerjaan tetap. Meski bukan saudara kandung kedua kakaknya sangat menyayangi Alaska sepenuh hati sejak masih balita sampai sebesar ini sekarang.

"Eyy Alaska sudah pulang!?" Tami mengejutkan Alaska. Dirinya baru saja bangun dari tidur siang dan langsung keluar rumah ketika melihat adiknya tengah duduk bersandar pada tembok di teras rumah.

Alaska mendongak pada Tami lalu mengangguk. Di susul dengan Rheya dari arah belakang sambil mengucek mata dengan wajah kusut akibat baru bangun tidur.

"al tadi pulang sama siapa?" Rheya berucap membuat Tami menoleh padanya begitupun Alaska. "Sendirian lah, kayak ga tau aja" seloroh Tami dengan muka jutek.

Rheya terdiam kemudian ikut duduk di samping Alaska. Ketiganya duduk di teras rumah, rasanya sangat sejuk di terpa angin sore. Tak banyak bicara sampai beberapa saat, Tami melihat Alaska sudah tertidur di pundak Rheya membuat sang empu pegal menahan keram. 

"Bangunkan Dia, suruh tidur di dalam!" Ujar Tami.

"Ga bisa, nanti dia terbangun dan tidak mau tidur di dalam! Bisa bisa ngantuk nya hilang.. kasihan dia!" Ucap Rheya dengan suara pelan.

"Yaudah, tahan saja!" Tami bangkit kemudian berjalan masuk kedalam rumah. Untuk mengurus makan malam ia lah yang paling bersahabat dengan dapur. Mengurus segalanya perihal logistik.

Alaska memang tidak banyak bicara ketika di luar maupun dalam rumah. Ia hanya akan menjawab kakak kakak nya dengan isyarat tubuh selama pertanyaan pertanyaan mereka bisa di jawab dengan gerakan saja seperti mengangguk,menggeleng, ekspresi marah, ekspresi bingung,dan lain lain.

"Alaska!!!" Teriak Tami dari arah dapur. Alaska yang baru selesai ganti baju setelah mandi langsung bergegas menuju dapur menemui Tami. Di dapur juga sudah ada Rheya yang sedang menyendokkan nasi ke piring nya dan bersiap untuk makan. Alaska duduk di samping Tami lalu ikut makan. Setelah makan malam selesai ketiganya menuju kamar paling depan dekat dengan pintu utama. Mereka lebih sering tidur bertiga sehingga kamar satunya yang letaknya dekat dengan dapur sering kosong.

"Aku mau keluar sebentar" ujar Alaska ketika rheya dan Tami telah merebahkan tubuh diatas kasur mereka. Keduanya menatap adiknya lekat lekat kemudian segera bangun tergesa menyamakan tingginya dengan Alaska.

"Serius mau keluar?" 

"Kita ikut ya!" 

Alaska mendengus nafas kasar dan pasrah. Menit berikutnya ketiga saudara itu sudah tampak di luar rumah, bersamaan langkah mereka menuju mini market yang hanya berjarak 30 meter dari rumah. Sepanjang perjalanan Alaska banyak diam sementara dua saudara nya asik berceloteh riang yang masuk ketelinga kanan Alaska lalu keluar di telinga lainnya. Alaska di apit oleh Rheya dan Tami membuat nya terganggu ketika mereka asik berbicara yang entah apa topiknya. lepas dari itu keduanya punya kebiasaan jika jalan bertiga dan satunya di tengah maka mereka akan ngobrol saling bersenggolan sehingga lupa dengan orang yang berada di tengah hal itu lah yang membuat Alaska benci jika harus berjalan bertiga dengan kedua mahluk tersebut.

Gelapnya malam tak membuat ketiganya takut, bahkan saat suasana sangat sunyi seperti ini. Didepan sana lampu lampu jalan mulai terlihat menerangi jalan raya, ketiganya berjalan terus sampai keluar dari gang sempit dan sepi dengan langkah berbelok melewati trotoar kemudian sampai di mini market yang menjadi tujuan ketiganya

"Hey, kalian bisa diam tidak" Alaska menatap keduanya datar. Bahkan ketika sudah sampai di tempat tujuan saudara saudara nya masih saja ngobrol tidak jelas dengan volume suara yang tidak terkontrol. sekian dari banyaknya pengunjung pun menoleh pada mereka sebagai sumber keriuhan akibat tawa menggelegar nya Rheya dan Tami.

"Ouuh sudah sampai ya?" Tami seolah baru sadar dengan situasi mulai mengedarkan pandangan. Tingkahnya membuat Alaska dongkol. Sementara Rheya langsung menarik pintu full kaca didepan mereka lalu mengajak yang lain untuk masuk.

"al, aku ingin bertanya" aju Rheya ketika beriringan dengan Alaska di depan rak makanan ringan.

"Maaf, tidak sedang menerima pertanyaan" jawab Alaska tanpa menoleh pada Rheya. Rheya mengerucutkan bibirnya

"Dengarkan dulu" 

"Katakan!" Kini nada bicara Alaska sedikit meninggi membuat Rheya tidak sabaran mulai mengutarakan pertanyaan nya.

"Itu siapa yang sedari tadi terus memperhatikan mu?? Apa kau mengenali nya!?" Pertanyaan Rheya yang sedikit berbisik ke telinga nya membuat Alaska menghentikan aktifitasn mengotak Atik jajanan di rak.

Dengan side eye nya Alaska dapat melihat Gara sedang berdiri sambil melipat tangan di dada melihat kearah nya di pojok ruangan dekat lemari es transparan.

Dalam hati bertanya tanya mengapa lelaki itu ada di sana sambil memperhatikan nya pula, apalagi Rheya bilang sudah sejak tadi.

"Aku tidak kenal" ucap Alaska memberikan jawaban nya pada Rheya. Wanita 20 tahun itu gegas menjauh dengan ketidakpuasan akan jawaban judes dari Alaska, dirinya bergeser ke rak rak yang lain sambil mencari apa yang ingin ia beli.

Bodohnya Alaska malah membiarkan Rheya pergi sehingga lelaki tadi berjalan mendekat ingin menghampiri nya. Alaska tidak memperhatikan nya dan lanjut memilih jajanan favorit nya lebih tepatnya pura pura sibuk dari pada harus berhadapan dengan Gara. Lelaki itu berdiri di samping nya sambil mengobrak Abrik jajanan yang ada di depannya, bunyi bunyian itu berasal dari gara membuat Alaska betul betul tidak senang dengan apa yang di lakukan nya seolah sedang menarik perhatian Alaska lelaki itu mengambil setiap makanan ringan yang di sentuh Alaska lalu melemparnya ke keranjang Alaska.

"Ada masalah apa?" Alaska menatap wajah gara ketika kekesalan nya memuncak. Gara dapat melihat wajah cantik itu dengan seksama sehingga bekas luka pada bibir gadis itu kembali mengingatkan nya kejadian disekolah tadi.

Seulas senyum terlukis di sudut bibir Gara. Lelaki itu sangat tampan namun Alaska tidak dapat melihatnya. Alaska menjentikkan jari agar lamunan gara segera pergi setelahnya ia bergegas pergi dari hadapan lelaki itu. Gara menyusul namun Alaska sudah suda tidak terlihat dimana mana. Secepat itukah gadis itu menghilang? Gara mencarinya disetiap rak dan yang menemukan Alaska adalah Tami.

"Hey bocah! Sedang apa kau disini!?" Tami mengguncang pundak Alaska ketika melihat adiknya itu berdiri membelakanginya dengan tidak melakukan apa apa sambil menjinjing keranjang belanja.

"Banyak banget belanjaan mu! Baru tau aku kau suka dengan jajanan seperti ini?" Tami melirik keranjang diikuti Alaska kemudian gadis itu mendengus nafas panjang. 

"Seseorang menyempilkan nya kedalam keranjang" ucap nya

"Siapa?" 

"Jangan tanya aku!" Alaska memutar tubuh segera pergi dari sana kemudian kembali ke rak sebelum nya untuk meletakkan kembali makanan ringan yang tidak ingin ia beli.

"Rupanya disini" sebuah suara membuat Alaska melirik ke seberang ketika salah satu makanan ringan ditarik seseorang di seberang. Tatapan keduanya saling bertumpu dan Alaska tahu siapa yang ada di balik rak.

Kedua matanya menyipit karena sedang tersenyum. Alaska bergeser untuk meletakkan jajanan jajanan ke tempatnya semula tanpa ia sadari Gara sudah berdiri di sampingnya sambil terus memperhatikan kegiatan nya. Alaska benar benar tidak habis pikir ketika lelaki yang baru saja ia lihat di sekolah hari ini malah bertemu dengannya kembali di mini market justru kali ini Alaska dibuat heran dengan pola tingkah nya.

"Aku tidak punya urusan dengan pria berponi, permisi" ucap Alaska melewati gara yang terdiam mematung. Kedua matanya melirik pada poni dengan jari jari yang berusaha menata helai demi helai rambutnya.

"Apa ada yang salah dengan ini?" 

***

Sudah sampai di rumah, ketiganya kelelahan. Rheya dan Alaska langsung duduk di bawah kipas angin yang kepalanya bergerak ke kiri dan kanan. Sementara Tami langsung mereview barang belanjaan mereka dan membuka nya satu persatu lalu di coba satu persatu.

"Jangan sentuh punya ku,... Tami..!!" Alaska menerjang Tami ketika wanita itu malah membuka kemasan makanan kesukaan Alaska. Tami menjauh dengan gelak tawa sambil memasukkan makanan itu kedalam mulutnya.

"Tamiii...,kembalikan Cepat,!" 

"Ga mau! Punya mu ternyata enak loh!" Tami yang tinggi mampu menangani si pendek Alaska. Dengan menahan kepalanya dengan satu tangan saja Alaska sudah tidak bisa bergerak. Sambil terus merengek minta di kembalikan. Tami senang karena adiknya bisa se--overacting ini. 

"Jangan berebut, aku masih punya satu! Alaska ini untukmu!" Rheya memang kakak paling baik. Alaska menerima opak yang diberikan Rheya lalu memakan nya dengan hati gembira. Ketika bibir mungil itu sibuk mengunyah Rheya dan Tami sama sama sadar akan sesuatu.

"al, bibirmu kenapa sobek?" Rheya menyentuh bibir itu membuat Alaska sedikit menjauh. Tami pun menginjak paha adiknya agar Alaska tak dapat semakin menjauh. Alaska berteriak ketika pahanya di injak Tami dan giliran Rheya yang memeriksa bibirnya. Sebagai kakak, kedua wanita itu cukup keras dan penuh kekhawatiran terhadap nya. Makanya alaska tidak ingin keduanya tahu bagaimana kehidupannya selama di sekolah.

"Siapa yang berani beraninya melukai adik kecil ku..!!" 

"al! Jawab aku, kau di bully ya disekolah!?" Terka Rheya dengan emosi tersulut.

"L-lepaskan!" Alaska meringis kesakitan ketika Tami masih menginjak paha dan Rheya terus terusan mencengkeram dagu sambil menekan sudut bibirnya yang terasa ngilu dan sakit.

Opak yang dimakannya tersembur begitu saja kala Rheya terus menarik narik dagunya

__

Alaska terduduk di tengah tengah mereka sambil menundukkan kepala ketika kedua kakaknya menatap penuh intimidasi dan tuntutan akan penjelasan maksud dari luka di bibir nya. Luka sobekan yang tidak terlalu parah kelihatannya namun saat alaska tersenyum sedikit saja pasti lukanya akan kelihatan sekali. Begitu di perhatikan bibir atas nya juga sedikit tebal dan pinggiran nya memerah, kenapa mereka baru sadar akan hal itu. Kedua lubang hidung nya juga merah seperti habis kena mimisan, mereka benar benar baru menyadari semua itu.

"Jawab aku, siapa yang melakukan ini? Aku yakin kau telah di bully disekolah mu!" Rheya berkata penuh ketegasan sama hal nya dengan Tami yang sentiasa menunggu adiknya berbicara jujur.

"Aku tidak di bully, dan luka ini ku dapat Karena aku tersandung saat berjalan lalu wajahku terkena tembok di depan ku" kata Alaska dengan wajah datar. 

"Yang benar!" Tuntut Tami

"Benar!" 

"Bagaimana kami bisa percaya pada perkataan mu itu!?" Tanya Rheya

"Ikuti aku kesekolah dan lihat TKP nya langsung, tapi setelah itu kalian benar benar harus pulang kerumah!" 

"Memangnya kenapa kami tidak boleh ikut kesekolah mu!?" 

"Tidak!"

"Kenapa??"

"Itu sekolah ku bukan sekolah kalian! Lagi pula kan kalian besok harus pergi kerja!" Alaska mendongak kemudian bangkit hendak masuk kekamar. Tami dan Rheya hanya saling menatap satu sama lain kemudian ikut ke kamar mendapati adiknya sudah meringkuk di bawah selimut.

__

Pagi tiba, mentari menghangatkan kedua mata nya yang masih terpejam lewat jendela kamar yang kacanya tembus oleh sinar mentari. Alaska melirik jendela dengan mata merem melek kemudian menggeliatkan tubuhnya merasakan kenikmatan ketika bangun dari tidur. Kedua kakaknya sudah siap dengan pakaian kerja, menunggu sang adik bangun dan sarapan bersama. Sayangnya kali ini Alaska terlambat bangun sehingga dirinya tergesa gesa bersiap dengan pakaian sekolah. Mendengar keriuhan dari dalam kamar Tami dan Rheya yang sedang sibuk berdandan hanya melirik satu sama lain kemudian saling mengendik bahu. Alaska jatuh terpeleset saat keluar dari kamar mandi yang ada dalam kamar tersebut. Sudah jatuh ketiban gantungan jacket pula yang tak sengaja dia senggol ketika terpeleset. 

".....Aa...!!" 

Lagi lagi Tami dan Rheya seolah tidak peduli masih terus melanjutkan aktifitasnya. Sementara Alaska didalam kamar tengah merintih dengan kening memerah. Diusap usapnya kening yang semakin lama semakin menonjol itu kemudian bangkit untuk segera memakai baju untung tadi handuknya tidak lepas kalau lepas bisa bisa mata tokek di dinding bisa ternodai.

Cklek!

Tami dan Rheya melirik pintu kamar tamu yang disana sudah ada Alaska berdiri di ambang pintu. Gadis itu tidak mengikat rambutnya seperti biasa dan ikat rambutnya juga masih berada di pergelangan tangan kanannya.

"Tami! Antarkan aku kesekolah..!" Pinta nya lekas berlari menuju teras lalu memakai sepatu yang ia sambar dari rak sepatu.

"Kau pikir aku ini supir pribadi mu?" Tami lekas berdiri dan mengemas barang barangnya kedalam tas lalu mengeluarkan kunci motor. Ketika ketiganya sudah siap mereka langsung tancap gas menuju tempat kerja masing masing. Untung nya tadi Rheya sempat membuatkan 3 bekal untuk Alaska bawa ke sekolah dan sisanya untuk ia dan Tami bawa bekerja.

"Loh,loh,loh, ini kok mendung banget!?" Tami yang sibuk menyetir sambil membonceng Alaska mendongak menatap langit yang tiba tiba mendung membuat jalanan menjadi gelap. Apalagi angin bertiup sangat kencang membuat mata mereka menyipit agar tidak kemasukan laler.

"Seperti nya akan turun hujan lebat! Putar balik saja, ayo pulang!" Pekik Rheya di motor nya. Alaska hanya diam dengan muka merengut. 

"Tidak apa apa, mending di lanjutkan saja!" Tami terus melajukan sepeda motor nya menuju sekolahan Alaska yang memang cukup jauh dari rumah. Selama ini alaska hanya pergi pulang sekolah dengan berjalan kaki wajar saja jika sepulang sekolah ia langsung tidur dan tidak makan siang dulu.

"Mi.., kalau begitu antarkan al sampai sekolah ya, aku mau langsung ke tempat kerjaku!" Teriak Rheya mendapat anggukan dari Tami. Seketika itupun Rheya melajukan sepeda motor nya lebih cepat dari punya Tami sehingga dirinya dan motornya segera menghilang dari belokan di depan sana.

"Turunkan aku disini!" Tiba tiba Alaska meminta Tami menurunkan nya di pinggiran jalan. 

"Kenapa!?"

"Sampai di sini saja, kau pergi kerja sana nanti terlambat. Biar aku kesekolah nya jalan kaki saja dari sini, sudah dekat kok" 

Tami mengiyakan kemudian putar balik menuju tempat kerja nya yang berbeda arah dengan Alaska maupun Rheya. 

Gawat, meskipun sudah separuh perjalanan diturunkan disini tetaplah jauh dengan berjalan kaki apalagi rintik hujan sudah mulai tersiram dari atas sana membuat Alaska mau tidak mau harus berlari. Baru saja berlari beberapa meter hujan turun dengan derasnya mengguyur jalanan sepi itu. Angin bertiup kencang membuat Alaska kesusahan melihat jalan. Seragamnya basah membuat baju dalamnya terlihat tembus pandang. Ia tidak dapat memprediksi bahwa akan jadi seperti ini, kalau tau begini Alaska tidak mau kesekolah. Langkah demi langkah seakan kian berat karena sepatu nya basah oleh genangan air di mana mana. 

Tiiiiin tiiiiin

Sebuah mobil sport merah berhenti di sampingnya. Seseorang mengeluarkan payung lalu menarik paksa agar Alaska masuk kedalamnya. Dengan tubuh basah kuyup Alaska terduduk didalam mobil bersama seorang pria dan sopirnya.

Alaska melap wajahnya yang basah seketika tubuhnya terasa dingin. Dia Gara. Pria yang telah membawa Alaska masuk kedalam mobilnya.

"Kau tidak apa apa..?" Tanyanya saat alaska sedang di Landa kedinginan.

"Terimakasih, aku baik baik saja" ucap Alaska. Dirinya tidak enak hati ketika kursi mobil terlihat sangat basah olehnya. Gara paham maksud dari tatapan tidak enak dari Alaska dan dia tersenyum menenangkan dan berkata bahwa semuanya baik baik saja.

"Kita tidak bisa kesekolah hari ini, seperti nya hujan tidak akan berhenti sampai sore. Lebih baik- "

"Maaf, bisakah kau mengantarkan ku pulang saja. Maaf merepotkan!" Ujar Alaska memeluk tubuhnya sendiri untuk menutupi lekuk tubuhnya yang sudah sangat kelihatan. Kebetulan juga gara sedang memakai jacket yang kemudian jacket itu di pakaikannya pada tubuh Alaska. Alaska kembali mengucapkan terimakasih.

"Rumahmu dimana?" Tanya gara.

"Antar sampai mini market kemarin saja" 

"Btw, lukamu sudah sembuh?"

Alaska melirik gara sejenak kemudian menundukkan kepalanya menahan dingin.

Mereka diam cukup lama sampai mobil berhenti didepan mini market yang kemarin.

"Jangan dulu keluar!" Gara menghalau pintu ketika Alaska ingin membuka nya. Lantas gadis itu menatapnya dengan pertanyaan.

"Diluar hujan masih sangat deras, tidak bagus untukmu! Nanti kau bisa sakit" ucapnya penuh perhatian.

"Tidak mengapa, aku tidak akan sakit" Alaska memaksa untuk keluar lalu berlari sekuat tenaga berbelok pada sebuah gang lalu menghilang di sana. Gara tersenyum getir melihat dari dalam mobil bagaimana gadis itu berlari menembus hujan. 

***

"Duh bagaimana ini, ck!" Tami mondar mandir dalam ruangannya. Ia sebagai manajer disebuah butik yang di kelola seorang wanita separuh baya yang telah mempercayakan butiknya pada Tami.

Ia teringat akan adiknya yang tadi ia antar kesekolah. Sudah pasti adiknya kebasahan terkena hujan dan gadis itu juga paling takut dengan suara petir menyambar. Baru saja di pikirkan Sambaran petir mulai menyahut di atas sana. Terlihat pedang petir membelah langit membuat sesiapapun takut dengannya.

Tami menatap keluar jendela. Melihat secara seksama dengan penuh penghayatan ketika derasnya hujan membasahi parkiran dan trotoar jalan.

"Apa Alaska masih di sekolahnya, aku harus bagaimana pasti dia sedang ketakutan sekarang" 

Dugaan Tami benar, hampir saja kaki Alaska menyentuh teras rumah Sambaran petir mengejutkan nya membuat Alaska seketika takut dan bersembunyi di bawah jacket.

Alaska menggigit bibir karena takut. Setelah melepas sepatu dirinya lekas membuka pintu namun pintu nya malah terkunci. Ia takut dengan suara petir, ketakutan semakin merajalela ketika suara petir malah saling menyahut di langit.

Sudahlah basah kuyup, kedinginan, ketakutan, menyatu dalam dada. apalagi yang bisa ia lakukan agar bisa masuk. Untung saja teras rumah cukup luas, percikan air hujan tidak membasahi keramik sampai pintu dan Alaska dapat berbaring sedikit untuk meredakan lelah.

Tlink!

"Ada pesan masuk!" Rheya lekas mengambil ponselnya di atas meja. Melihat sebuah pesan masuk dari Tami. 

[Aku mau pulang duluan, mau jemput al]

Isi pesan dari Tami. Rheya juga ingin pulang segera karena khawatir akan kondisi adiknya. Tidak banyak yang tahu kalau adiknya itu takut pada petir bahkan mungkin teman teman sekolahnya. Jadi bisa saja dia sedang meringkuk ketakutan dibawah meja sekolah sekarang ini. 

[Aku juga mau pulang, lagipula pekerjaan ku sedikit lagi selesai nanti biar di lanjutkan sama yang lain saja] 

Rheya membalas kemudian bangkit dari kursi menyambar tas dan helm. Rheya bekerja kantoran sama halnya dengan Tami ia juga seorang manajer di perusahaan besar. Ia sedang membantu bawahan nya menyiapkan kado ulangtahun untuk teman kerja yang akan berulang tahun jadi karena sedikit lagi selesai ia tugaskan pada yang lain saja untuk melanjutkan sementara ia harus pulang cepat.

"Rheya!" 

Wanita itu menoleh ketika namanya di panggil. Seseorang yang memanggil nya berlari kecil menghampiri Rheya.

"Sudah mau pulang?"

"Iya" 

"Diluar masih hujan, kau kan mengendarai motor nanti kebasahan" ujar pria itu pada Rheya.

"Tidak jadi masalah, aku kebal dengan hujan jadi tidak akan sakit! Bukan itu yang kau khawatirkan?" Ucap Rheya.

"Benar, aku tidak mau kau sakit! Bagaimana kalau aku antar pulang pakai mobil saja?"

"Tidak, terimakasih. Sampai jumpa lagi Lio!" Ucap Rheya tersenyum pada pria dengan kemeja putihnya itu. Lio balas dengan senyuman tipis karena usulan nya ditolak. Sudah lama dia menaruh perhatian lebih pada Rheya dibanding yang lain. Maksudnya tidak lain tidak bukan karena ia sedang menaruh perasaan pada wanita berambut sebahu itu. Sayangnya Rheya tidak mengerti juga atau pura pura tidak peka saja. 

Selama di perjalanan pulang, Rheya kesusahan melihat akibat derasnya hujan membuat asap mengepul. Demi menghindari kecelakaan yang bisa saja terjadi, Rheya menepi di depan sebuah toko kue. Mantel yang di pakainya tadi dilepasnya lalu ia berdiri menahan dingin yang menggerogoti tubuhnya. Ketika ia mengedarkan pandangan kedalam toko kue tak sengaja ia melihat seseorang yang seperti nya ia kenal di masa lalu. Pria besar beruban dan kulit yang keriput sedang bertransaksi dengan seorang wanita pelayan di toko kue tersebut. Rheya yakin tidak salah lihat meski pria tersebut sedikit membelakangi nya. Seketika ingatan Rheya terbang ke bayang bayang masalalu di mana saat ia masih kecil ja pernah melihat melihat wajah yang sama dengan yang dimiliki pria tersebut, bukan cuma pernah tapi juga sering namun ia tidak bisa memastikan dalam ingatan nya siapakah pria itu.

"Rheya..!" 

Tami berlari kecil dengan tubuh basah oleh air hujan. Wanita 20 tahun dengan potongan rambut pendek seperti laki laki itu menghampiri saudara nya.

"Tami..?" 

"Ku pikir kau sudah menjemput al pulang" 

"Hujan nya tidak mereda sama sekali, aku takut tidak bisa melihat jalanan dengan keadaan seperti ini!" Ucapnya memandang jalan raya yang Abu abu akibat asap.

"Bagaimana ya kondisi al sekarang, kalau dia mendengar suara petir dia pasti akan teringat peristiwa dimasa lalu nya yang telah membuatnya trauma dengan hujan dan petir" ucap Rheya lesu.

"Iya, aku khawatir kalau kalau dia sedang ketakutan di sekolah nya, apa reaksi teman temannya jika itu sampai terjadi" ucap Tami ikutan lesu.

"Oh iya, aku telepon Wiro saja, minta dia untuk menjemput al dengan mobilnya lalu kembali kesini untuk menjemput kita juga" usul Tami mengingat dia punya teman laki laki yang sangat dekat dengannya. Apa apa lelaki itu akan membantu Tami dalam keadaan apapun. 

"Baiklah, telepon dia sekarang" titah Rheya.

Ketika Tami sedang mengotak Atik ponselnya bersamaan dengan pintu terbuka menampilkan pria berambut putih dengan bingkisan di tangan kanannya. Dia berjalan mendahului Rheya dan Tami lalu memasuki mobilnya. 

"Aku yakin, aku pernah melihat dia sebelum nya!" Gumam Rheya penuh yakin.

"Melihat siapa?" Tami menyahut dengan kening mengkerut.

Rheya cepat menggeleng agar Tami tidak kembali bertanya tanya.

"Wiro mau jemput kita dulu katanya, karena dia sedang berada tidak jauh dari sini" ucap Tami.

"Itu dia, cepat banget" Rheya menunjuk sebuah mobil yang mendekat. Dari segi bentuk nya si tentu saja itu mobilnya Wiro. Buru buru Tami dan Rheya memasuki mobil silver itu dan duduk di dalamnya.

"Motor kalian gimana?" Tanya Wiro di kemudi depan. 

"Aman, nanti kalau hujannya reda kita ambil" ujar Tami membentuk jarinya tanda ok.

Mobil pun melaju di bawah derasnya hujan yang tak kunjung mereda. Malah semakin deras dan berasap. Arloji emas yang melingkar di pergelangan tangan Rheya menunjuk waktu sudah pukul 12 siang sementara hujan mulai turun sejak pukul 7 pagi.

Ketiga nya sampai di sekolahan Alaska namun tidak ada tanda tanda ada orang disana bahkan gerbang sekolah pun telah di kunci seperti tidak ada satupun orang yang berhasil masuk kedalamnya. Melihat petugas satpam tengah tertidur lelap di kursinya didalam sebuah ruangan sempit Wiro langsung membunyikan klakson agar sang satpam bangun. Satpam itu terkejut lalu mengangkat tangannya keudara begitu melihat ada mobil yang ingin masuk. Dia melambai lambai dengan telunjuknya menandakan bahwa tidak boleh masuk kedalam sekolah. 

"Sekolah di tutup, libur!" Teriakan yang sempat didengar oleh wiro. 

Itu artinya Alaska tidak sempat masuk ke sekolah. Kalau begitu, Alaska pasti sudah kembali kerumah alias sudah pulang.

Wiro putar balik. Melajukan mobil kearah jalan pulang.

"Hujannya juga tidak mau berhenti berhenti!" Desis Rheya mulai kesal dengan hujannya. Setelah mobil memasuki gang yang mengarah kerumah, ketiganya segera turun dari mobil untuk masuk kedalam rumah namun belum sempat masuk mereka menemukan dua orang anak SMA tengah tertidur saling bersandar di teras rumah. Alaska sedang tidur dengan punggung dan kepalanya bersandar pada dada seorang pemuda yang tidak lain adalah Gara. Terlihat gara seperti sedang melindungi Alaska dengan menutupi sebagian besar tubuh Alaska yang meringkuk ketakutan dengan jacket nya.

"Astaga, lihat" tunjuk Tami dengan mata membola. Pemandangan yang sangat mengejutkan ketika adik mereka sedang tidur saling bersandar dengan tubuh basah kuyup. Gara seperti nya anak orang kaya. Dari segi penampilan nya saja terlihat cukup keren dan rapi. Anehnya mengapa pemuda itu bisa bersama dengan Alaska disini.

"Tami,... Bawa Alaska kedalam" Rheya berperintah. Tami pun mengangkat Alaska dan membawanya masuk kedalam rumah yang sudah tidak terkunci. Sementara Wiro dan Rheya langsung memapah gara untuk di tidur kan di sofa ruang tengah saja. 

"Ya ampun, badan Alaska panas semua! Dia demam" ujar Tami menempelkan punggung tangannya ke kening Alaska. Gadis itu tidur berbalut kan selimut tebal dengan pakaian seragam yang telah di lepas Tami sebelum nya. 

"Cepat siapkan air hangat dan obat untuk menurunkan panasnya" titah Rheya lagi kini terduduk di samping tubuh Alaska. Sambil mengelus elus wajah pucat adiknya, Rheya sungguh khawatir.

"S-sudah pulang...?" Alaska bergumam menyadari sentuhan Rheya mengenai kulitnya. Rheya dapat merasakan tubuh itu sangat panas melebihi suhu biasanya.

"Sudah. al yang kuat ya, bentar lagi juga sembuh" ucap Rheya ber iming iming menenangkan alaska seperti anak kecil. 

"Ya, bagaimana dengan pemuda itu? Dia juga kelihatan nya letih" Tami membawakan semangkuk air hangat dan kotak p3k lalu diletakkan nya di kasur samping tubuh Alaska terbaring.

"Hmm, kamu urus sajalah dia. Bagaimana caranya" Rheya tak mau ambil pusing yang terpenting sekarang harus menurunkan panas Alaska. Kasihan bocah ini.

Tami keluar kamar menuju ruang tamu dimana gara tertidur di sofa ditemani dengan Wiro.

"Bagaimana,dia? Belum bangun juga" 

"Tau tu anak, keenakan kali tidurnya" Wiro berujar sinis. Dan Tami langsung mendekat pada gara meraba raba kening pemuda tampan itu.

"Hangat si, tapi tidak terlalu. Apa yang harus kita lakukan pada anak ini?" Tanya Tami melirik Wiro di pojok sana.

"Bangunkan saja suruh dia pulang, seperti nya dia anak orang kaya alangkah baiknya jika dia pulang segera siapa tahu kedua orangtuanya sibuk mencarinya sekarang" jelas Wiro masih dengan tampang sinis. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu.

"Heh mana bisa begitu! Dia juga kebasahan ini nanti dia masuk angin mending kita biarkan saja dulu dia isterahat" Tami bangkit hendak mengambil selimut dari kamar belakang untuk di pakaikan ketubuh gara yang basah.

"Entah bagaimana ceritanya pemuda ini bisa sampai bersama dengan al, hmm" Tami geleng geleng kepala. Malas berpikir dirinya meminta Wiro menemani anak itu diruang tamu dulu sementara ia ingin mandi air hangat dan ganti baju.

"Ya, mandi dulu. Nanti giliran mu lagi yang sakit! Repot!" Serbu Tami diambang pintu kamar. Rheya mengangguk paham.

Langit yang mendung serta hujan yang telah sedikit mereda membuat sekian banyak masyarakat mulai melakukan aktivitas nya kembali. Di rasanya hari sudah mulai sore, Tami kini mengantar gara sampai di depan teras. Pemuda itu sudah bangun satu jam--